Pada titik lelah, aku hanya mampu sampai di sini. Mencoba tegar dan mampu melanjutkan perjalanan. Hancurku, kau tak perduli. Puingku kau tinggalkan hancur. Tanpa menengok atau bahkan mencoba membujuk untuk sekadar mengatakan pisah.
Membayangkan untuk pergi, aku masih ragu. Namun ini harus. Ketika tak ada lagi harap yang bisa untuk diperjuangkan. Bertindak sebegitunya seorang diri itu melelahkan. Menahan sesak dan meredakan sendirian.
Rasanya, memang kau biarkan diriku untuk menghilang. Memudar bersama lelah yang tak terbalaskan. Kau benar-benar ingin pergi.
Mungkin benar kata orang, yang begitu kau upayakan tak mesti menjadi dambaan. Yang begitu kau inginkan, tak selalu mau membalas perasaan.
Sampai tiba di titik akhir. Di mana kepergian memang seharusnya mendapatkan lambaian. Bukan tangis kesedihan atau pun sebuah penyesalan.
Sudah semestinya kepergian diikuti dengan lambaian. Bukan tangis kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Senja
PoetryPada sebuah perasaan, aku tak cukup mampu mengatakan bahwa aku terluka. Tak cukup sanggup, bila harus mengejarmu yang berlari sangat cepat, sedangkan aku di sini, tertatih, berdiri dari jatuh pun aku belum mampu. Lewat tulisanku, aku mendoakanmu dar...