Sedari tadi perasaanku gelisah meskipun saat ini aku sedang mengerjakan tugas dari dosen. Sudah dua minggu ini Vernon, telah hilang tanpa kabar entah kemana.
Aku sudah menghubunginya berkali-kali namun nomornya tidak aktif. Aku bahkan sudah bertanya pada keluarganya, kerabat dekatnya, hingga teman sekelasnya namun tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan Vernon. Ini terdengar aneh. Bahkan keluarganya tidak tau dimana anaknya sendiri?
Bibirku sedari tadi komat-kamit berdoa agar Tuhan melindunginya dimanapun ia berada, tidak peduli jika kalimat dalam laporan yang kususun saat ini menjadi tidak karuan karena konsentrasi yang terbagi dua.
Dengan gelisah kuambil ponselku untuk memastikan jika ada pemberitahuan dari Vernon, namun nihil. Karena kesal aku melempar benda persegi panjang itu ke ranjang.
"Anak itu benar-benar."
Karena tenggorokanku terasa kering setelah komat-kamit memanjatkan doa, kulangkahkan kakiku menuju dapur untuk meminum segelas air.
Ibu yang sedang mencuci piring melirik ke arahku lalu bertanya, "Sudah ada kabar dari Hansol?"
"Tidak. Mungkin dia mati."
Dengan santainya ibuku hanya terkekeh. Sepertinya ayah tidak pernah mendadak hilang seperti inisehingga ibu, dengan tidak mengertinya, terkekeh.
"Dia pasti baik-baik saja. Tidak perlu khawatir"
Dengan cepat aku menoleh dan mengerutkan dahiku sebal, "Ibu tau dari mana kalau dia baik-baik saja? Sudah dua minggu dia tidak ada kabar bagaimana bisa ibu memastikan kalau anak itu baik-baik saja."
Kutaruh gelas di atas meja dengan keras karena saking kesalnya, "Ibu tau dimana dia?"
Entahlah. Rasanya aneh saja tidak ada yang panik saat Vernon menghilang kecuali aku.
Ibu yang sedang membilas piring-piring kotor terdiam sesaat, "Ti...tidak. Memangnya aku ibunya?"
Tanpa menghiraukan, aku pun meninggalkannya ke kamarku. Dengan putus asa kubenamkan wajahku dibalik bantal. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi. Menanyakan ke teman-teman dekatnya? Sudah. Pergi ke tempat yang sering ia kunjungi? Sudah. Bertanya pada mantan kekasihnya? (Barangkali ia berselingkuh). Sudah. Berdoa? Ck. Aku bahkan masih melakukannya.
30 menit kemudian ibu datang saat aku terlelap untuk sesaat, "Hei, ada yang mencarimu."
Kepalaku menengadah melihat ibu yang bersender di tembok kamar dengan sebelah alisnya yang terangkat. Kutatap ibuku dengan tatapan murka, siapa yang beraninya mencariku di saat emosiku sedang tidak baik, "Siapa?"
"Ng...orang yang kau cari?"
Sedetik kemudian aku mendengus seraya memutar mataku, "Ibu tidak perlu menghiburku."
"Aku tidak bohong. Dia sedang menunggumu di luar. Kasihan dia sudah bekerja keras untuk memberimu kejutan."
Kejutan apa? Memangnya ada apa?
Aku menatap ibuku lagi, mencoba mencari kesungguhan dari kedua matanya yang biasanya menunjukkan kilatan jahil.
"Ayolah, kau sudah mengenalku sejak lahir, kau pasti tau saat ibumu ini berbohong."
Yep, she's being honest.
Aku pun bergegas menuruni tangga dan menuju teras rumah. Begitu aku membuka pintu, kudapati Vernon sedang duduk di kursi yang disediakan di sana. Perasaanku yang selama dua minggu gelisah kini berubah menjadi lega, marah dan kesal.
Vernon menatapku sambil menunjukkan cengiran bodohnya, "Hai."
Cih, bisa-bisanya dia nyengir.