4. Wonwoo

379 37 0
                                    

Haiiii

Ini pertama kalinya El nulis note. Entah masih ada ngga yang baca imagine ini. Tadinya El gak mau ngelanjutin karena El yakin ga akan sukses karena, maklum, El masih amatir, tapi tiba-tiba idenya ngalir deres dan banyak draftnya di laptop. Jadi daripada disia-siakan mendingan El upload meskipun mungkin ngga ada yang baca. Dan El bakal terima kasih banget sama pembaca yang mau baca dan bahkan vote dan comment. 

Cukup syudah curhatnya, enjoy imagining!

***

From : Wonwoo

Temui aku di sungai han.

Pesan itu sampai di ponselmu 15 menit yang lalu ketika kau sedang menyelesaikan tugas kuliahmu. Perasaanmu lega karena kekasihmu akhirnya menghubungimu setelah sekian lama. Kau pun segera mengambil mantelmu karena udara diluar cukup dingin dan menuju tempat kau dan Wonwoo biasa menghabiskan waktu bersama.

Dan disinilah kau melihat Wonwoo beberapa meter di belakangnya. Ia berdiri menghadap pemandangan malam kota Seoul yang indah. Namun semua itu berbanding terbalik dengan keadaan Wonwoo saat ini. Kau bisa melihat dengan jelas tubuh Wonwoo yang mengurus drastis. Bahunya yang biasanya terlihat tegas kini merosot seakan sedang memikul beban yang begitu berat. Bodohnya Wonwoo karena hanya memakai jaket tipis di cuaca sedingin ini. Kau meringis melihat pemandangan ini.

"Wonwoo-ya."

Wonwoo berbalik untuk melihatmu lalu tersenyum. Hatimu berdesir ketika melihatnya tersenyum. Sudah jelas kau merindukannya. Namun kau mengesampingkan rasa itu karena keadaan Wonwoo saat ini lebih berat dari sekedar merindukan.

Sudah satu bulan sejak ibu Wonwoo meninggal. Kecelakaan mobil yang terjadi pada ibu Wonwoo membuat nyawanya tak tertolong. Tentu saja kepergiannya membuat Wonwoo putus asa karena seseorang yang paling ia cintai pergi meninggalkannya untuk selamanya. Sebelumnya, setelah ayahnya meninggal karena tumor di otaknya, Wonwoo berjanji akan menjaga ibunya sampai akhir hayat. Namun ia mengingkarinya begitu saja.

"Kau datang?," tanyanya dengan suara beratnya.

Kau pun menghampirinya dan berhenti di depannya. Kau berusaha keras agar tidak menitikan air mata. Kesedihan yang dirasakan Wonwoo terasa seperti virus yang dengan mudahnya tertular padamu.

"Kenapa kau kurus sekali?" tanyamu berbasa-basi untuk menutupi kesedihanmu.

Wonwoo hanya terkekeh lesu. Ia terlihat seperti mayat hidup yang berusaha untuk menjadi makhluk hidup.

"Bagaimana kabarmu?" tanyamu lagi.

"Baik," jawabnya dengan cepat. "Maaf karena tidak menghubungimu."

Kau pun menggeleng, "Tidak apa-apa."

"Aku tau, sulit bagimu untuk menerima semua ini. Maksudku, ibuku pergi saat aku di sekolah dasar dan menikahi pria lain. Dan itu sangat menyakitkan. Tapi ditinggalkan oleh ibumu untuk selamanya lebih menyakitkan. Setidaknya aku masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan ibuku. Jadi aku biarkan kau menyendiri untuk sebulan ini."

"Kau begitu mengenalku," ucap Wonwoo menatapmu dengan matanya yang kini dipenuhi dengan cairan bening.

Wonwoo kembali menghadap sungai han. Ia menghembuskan nafasnya dengan lemah seakan tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Untuk sesaat kau biarkan keheningan ini berlanjut hingga Wonwoo membuka percakapan.

"Pernahkah kau berpikir bahwa kau adalah orang paling brengsek di dunia ini?"

Tanpa menjawab, kau berdiri di sampingnya. Kau tau jika Wonwoo akan mencurahkan isi hatinya jadi kau memutuskan untuk bungkam.

"Kukira para koruptor adalah orang-orang paling brengsek di dunia, tapi ternyata membiarkan ibuku pergi selamanya lebih buruk dari itu."

Kau bisa mendengar isakan Wonwoo yang berada di sampingmu. Ia menunduk lalu berkata, "Seharusnya aku tidak membantahnya dan membuatnya menjemputku di tengah hujan yang lebat."

Tangisannya kini pecah diiringi dengan bahunya yang berguncang. Kau tidak pernah melihatnya serapuh ini. Kau pun berjinjit untuk merengkuhnya dan membiarkan Wonwoo menangis di pundakmu.

"Manusia membuat kesalahan," ucapmu dengan iba seraya mengusap rambut Wonwoo, "dan manusia harus belajar dari kesalahan itu."

"Aku mengingkari janjiku dengan tingkah bodohku," ucapnya dengan suaranya serak. "Aku lebih mementingkan acara bodoh itu daripada nasihat ibuku sendiri."

"Jika saja aku tidak...jika saja..." lirihnya pasrah dengan kepalanya yang berada di pundakmu.

"Sssst," kini kau menangkup wajah Wonwoo dengan kedua tanganmu dan menghapus jejak air mata di pipinya. "Ibumu akan bersedih jika kau terus menangisi kepergiannya," ucapmu dengan air mata yang mengalir deras.

"Kematian adalah sebuah takdir yang sudah ditentukan oleh Tuhan sejak awal. Kau tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerimanya dengan lapang dada, Wonwoo," jelasmu lembut seraya menatap mata sembab Wonwoo.

"Apa yang harus kulakukan sekarang? Orang-orang yang paling kusayangi meninggalkanku untuk selamanya."

Kau menatap Wonwoo dengan lekat sebelum berkata, "Kau punya aku."

"Aku adalah rumah bagimu. Tempatmu untuk menumpahkan semuanya padaku, tempat untukmu pulang. Karena aku akan selalu berada di sisimu, dan aku tidak akan meninggalkanmu. Oke?"

Tangisannya kini berhenti. Ia menundukkan kepalanya, "Maaf karena aku bersikap lemah di hadapanmu."

Kau pun tersenyum lalu menyisir rambut Wonwoo ke belakang yang memperlihatkan dahinya, "Tidak apa-apa."

"Sekarang, maukah kau tersenyum? Karena ibumu sedang tersenyum saat ini."

Wonwoo pun mengangkat kedua sudut bibirnya, "Terima kasih karena sudah bersedia untuk selalu berada di sisiku."

Kau pun tersenyum sebelum kembali memeluknya, "Sama-sama."

***

I know it's super short, super boring, and super not-touching-at-all, jadi maapin ya hehehe...

Betewe, udah telat belum kalo El upload imagine spesial tahun baru? Kikiki

Leave your comment dan jangan lupa vote yaaaa

~El~

Imagine with SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang