Hari ini aku dan beberapa teman dekatku pergi ke tempat perkemahan untuk menikmati jadwal kosong kami. Kami terlalu sibuk berurusan dengan perkuliahan sehingga tanpa sadar kami belum berlibur untuk waktu yang cukup lama. Beberapa dari kami ada yang sedang menyusun skripsi, mengurus kegiatan mahasiswa, atau bahkan hanya mengejar deadline tugas dari dosen. Setelah itu semua terselesaikan, kami pun memutuskan untuk berkemah agar pikiran kami sedikit longgar.Dan disinilah kami di pusat perkemahan terkenal di daerah Gangwon-do. Fasilitas yang diberikan di tempat ini sangat lengkap mulai dari perlengkapan berkemah hingga kamar mandi. Jadi kami tidak perlu membawa begitu banyak barang.
Tidak banyak dari kami. Hanya Seungcheol oppa, Soonyoung oppa, Mingyu oppa, Seungkwan, Lee Chan, aku dan beberapa teman perempuanku. Kami sedang sibuk pada kegiatan masing-masing. Para laki-laki sedang bermain tenis, perempuan sedang menyiapkan perlengkapan makan, dan aku dan Seungkwan sedang memanggang daging.
“Rasanya aku ingin menginap disini saja dan meninggalkan urusan perkuliahan,” ujarku seraya membolak-balik daging sapi diatas pemanggang.
Seungkwan yang sedang memotong jamur pun menoleh padaku, “Benar sekali. Aku bahkan lupa bagaimana rasanya berlibur.”
Aku pun terkekeh, “Lihatlah mereka,” ucapku lalu menunjuk teman-temanku, “sudah lama sekali aku tidak melihat mereka sebahagia ini.”
“Seungcheol hyung yang paling tua dari kita tapi melihatnya sekarang ia seperti anak 5 tahun yang baru pertama kali berkemah.”
Aku pun tertawa seraya melihat Seungcheol oppa yang sedang tertawa terbahak karena bola yang Lee Chan lempar mengenai aset berharga milik Mingyu oppa. Sedangkan sang korban meringis kesakitan dengan teman-temannya yang menertawainya.
“Nikmati saja hari ini sepuasnya karena besok kita akan kembali pada kenyataan,” ujar Seungkwan mengingtakanku kembali dengan presentasi yang sudah kupersiapkan dengan matang.
Huft. Kuharap liburan kali ini berakhir lama.
Lalu kulihat Lee Chan menghampiriku setelah menertawai hyung-nya.
“Wah, dagingnya terlihat enak,” ucapnya berbinar saat melihat daging yang sedang kupanggang.
“Tentu saja, ini kan hanwoo,” balasku kemudian. Ya, kami rela menggocek uang saku kami demi kesenangan. Biarlah. Lagipula kami melakukannya sesekali.
“Boleh aku mencobanya?” tanyanya kemudian dengan senyuman menyebalkan.
“Tentu saja,” jawab Seungkwan, “asalkan kau ikut mencuci piring nanti.”
“Eiii, tentu saja.”
Aku pun terkekeh lalu mengambil selada untuk membuatkanya ssam.
“Hanwoonen ssamiji,” ucapku seraya membungkus sepotong daging dengan selada lalu menambahkan sedikit ssamjang. Kemudian kusuapi Lee Chan yang sudah siap dengan mulutnya yang terbuka.
“Wah! Enak sekali,” serunya dengan kedua mata yang membelalak.
“Tidak salah kita mengeluarkan uang untuk hanwoo,” ucapku senang karena dagingnya berhasil.
“Geurae, makanlah sepuasnya sampai habis,” ujar Seungkwan lalu menaruh jamur yang sudah ia potong.
Aku pun tersenyum melihat Lee Chan yang puas dengan dagingnya. Ekpresinya terlihat lucu saat mulutnya yang penuh sedang mengunyah. Aku pun mengulurkan tangannya untuk mengelap sudut bibirnya karena terdapat noda ssamjang disana.
“Gomawo,” ucap Lee Chan tersenyum dengan mata sipitnya.
“Euigeu,” ujar Seungkwan melihatku dan Lee Chan dengan ekspresi jijik, “kalian pacaran saja, aku geli melihatnya.”