Kata orang-orang kebiasaan itu menakutkan. Pernyataan itu terdengar seperti cerita horor di telingaku. Ya, jika kebiasaan itu berpengaruh baik padamu maka tidak akan menjadi masalah. Tapi bagaimana jika kebiasaan itu berpengaruh buruk padamu?
Orang-orang melakukan kebiasaan karena...sudah biasa? Entahlah, mereka terus saja melakukannya tanpa peduli akibat baik maupun buruknya.
Simpan sepatumu di rak sepatu, kebiasaan.
Sudah kubilang taruh piringmu di wastafel setelah makan, kebiasaan.
Jangan suka menumpuk tugas, jadi kau kewalahan kan. Kebiasaan.
Ngomong-ngomong, yang di atas itu kalimat yang sering dilontarkan ibu untukku. Beliau tidak pernah bosan mengucapkan kalimat-kalimat itu selama ia merawatku. Tapi selalu kuabaikan. Itulah kebiasaan. Menggodamu untuk terus melakukannya.
Seperti kebiasaan yang sering kulakukan saat ini, menggigiti bibirku yang kering sampai puas.
Kalian pasti pernah kan mengalami bibir kering? Apalagi di cuaca berangin. Dan kalian pasti selalu membawa lip balm andalan untuk melembabkan bibir ketika kering. Bodohnya diriku yang meninggalkan benda kecil kesayanganku itu di atas meja rias kamar. Alhasil bibirku kering sekarang.
Tapi aku tak yakin jika semua orang memiliki kebiasaan yang sama sepertiku. Ya, menggigiti bibir kering. Entah kenapa kebiasaan itu tidak pernah lepas dariku ketika kekeringan melanda bibirku. Seakan-akan aku ketagihan untuk terus melakukannya sampai bibirku berdarah. Baru setelah itu aku berhenti melakukannya.
"Hentikan." Jun yang jarinya sedang menari di atas laptop menghentikan aktifitasnya dan mengalihkan pandangannya padaku yang sedang membaca novel.
Ah, orang di sampingku ini sudah mengenal kebiasaanku selama 6 bulan kami pacaran. Jun tidak pernah bosan memperingatkanku selama itu. Tapi seperti yang kubilang tadi, kebiasaan itu menggoda.
"Lihat, bibirmu sudah memerah!"
"Iya iya."
Dengan inisiatif kuhentikan aktifitas itu. Novel yang kupegang saat ini sepertinya lebih menarik. Tunggu, sampai mana tadi aku? Sial.
Kubalik lagi ke halaman sebelumnya untuk mencari sampai mana aku fokus membaca sebelum mengalihkan perhatianku untuk menggigiti bibirku yang terasa memabukkan ini.
Ah, benar. Si tokoh utama bertemu dengan mantan kekasihnya.
Seiring setiap kalimat yang kubaca, bibir bawahku yang tadi kugigiti berkedut. Tanpa sadar kugerakkan lagi gigiku untuk bergerilya disana. Ini memang menyakitkan tapi sungguh, ini nikmat.
5 menit
7 menit
10 menit
"Hei!" Ia mendecak kesal. Suaranya kini terdengar dinaikkan. Kedua alisnya berkerut menandakan ia sedang serius, "Kubilang hentikan." Tangan kanannya meraih kedua pipiku dan memonyongkan bibirku terlihat seperti bebek.
"Nanti berdarah. Lagipula apa enaknya menggerogoti bibir, huh?
Kusingkirkan tangannya dan menatapnya kesal. "Iya maaf, maaf. Lanjutkan pekerjaanmu." Kukembalikan wajah Jun menghadap laptopnya dengan kedua tanganku.
"Sepertinya bibirmu itu harus kusumpal," katanya tanpa mengalihkan pandangannya dan terus mengetik dengan cepat di atas keyboard laptopnya.
Aku mengernyit, "Disumpal dengan apa?"
Jangan-jangan ia ingin mengikatku dengan handuk agar mulutku tetap terbuka seperti yang sering kulihat di film aksi saat si penjahat menyandera si korban. Oh tapi tidak mungkin. Ini kan perpustakaan. Orang-orang akan mengira Jun psikopat karena membiarkan gadis di sampingnya tersiksa.
"Bibirku."
Mataku mendelik menatapnya, "Jangan ngawur."
Jun tidak membalas. Aku pun kembali melanjutkan novelku. Tentunya dengan berusaha untuk tidak menggigiti bibirku.
Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Jarumnya menunjukkan pukul 4 sore. Mau sampai kapan Jun memintaku untuk menemaninya mengerjakan tugas? Ia bilang akan selesai pada pukul 3 tapi kelihatannya pekerjaannya masih jauh dari kata selesai. Novel yang kubaca bahkan sudah hampir habis.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu mengganjal di bibir bawahku. Kusentuh dengan jariku yang ternyata terdapat kulit yang sedikit mencuat memintaku untuk mencabutnya. Aku gemas sungguh.
Kulirik Jun yang kali ini kedua alisnya kembali berkerut tanda ia sedang serius menghadap layar laptopnya. Dengan gerakan perlahan kumundurkan sedikit kursi yang kududuki untuk menjauhi jangkauan penglihatan Jun. Novel yang sedang kupegang digunakan untuk mengelabuinya. Sungguh, ini seperti misi mata-mata.
Kegerakkan gigiku dengan perlahan untuk mencabut kulit yang mencuat itu. Bibirku terasa nyut-nyutan dibuatnya. Tapi itulah sensasi yang menjadi favoritku. Dengan perlahan tapi pasti, akhirnya kulit itu terlepas dari sarangnya. Bibirku terasa ngilu, bahkan mataku nyaris mengeluarkan air mata. Tapi aku suka.
Tubuhku berdesir. Kulihat bibirku saat ini mengeluarkan darah segar. Perasaanku puas setelah melihat cairan merah kental disana. Tanpa sadar bibirku mendesis halus.
"Shhh."
Tiba-tiba Jun memutar kepalanya menghadapku membuatku mati kutu tak bisa berbuat apa-apa. Sebelah alisnya terangkat. Kedua matanya yang indah bukan tertuju ke mataku, tapi ke bibirku.
Yang berdarah.
Sial
Sedetik kemudian Jun menghapus habis jarakku dengannya. Kurasakan benda kenyal menyentuh bibirku. Lebih tepatnya menyesapnya. Sebelah tangannya menekan tengkuk leherku untuk memperdalam tautannya.
Aku yang terlalu terkejut menjatuhkan novel yang kupegang dan menutup mataku rapat-rapat. Ah, akan sulit lagi mencari halaman sampai mana aku membaca.
Ia semakin melumat bibir bawahku sampai terasa kebas. Sepertinya ia sedang menyedot darah yang keluar dari luka di bibirku.
Dengan sekuat tenaga kudorong bahunya agar menjauh.
"Kau gila?! Ini perpustakaan!" bentakku dengan suara tertahan lalu mengusap bibirku dengan punggung tanganku kasar.
Jun menaikkan salah satu sudut bibirnya, "Sudah kubilang aku akan menyumpal bibirmu." Ia memasang wajah kecut, "Rasanya seperti besi teyeng."
Kupukul lengannya dengan kesal. Untung saja perpusatakaan sudah sepi. Jika saja masih ramai, mungkin akan ada orang yang memergokiku sedang bercumbu.
Kan tidak lucu jika headline di koran kampus tertulis "Diduga Sepasang Kekasih Mencari Kesempatan Bercumbu Di Perpustakaan Sepi"
Segera kuambil kaca kecil di tasku untuk melihat keadaan bibirku saat ini. Sepertinya Jun menyedotnya terlalu keras sampai membuat bibirku sedikit membiru. Entah aku harus senang atau tidak. Sebagian hatiku merasa berbunga-bunga, tapi sebagiannya lagi merasa kesal karena ia mengganggu hobiku.
Maksudnya kebiasaanku.
"Lihat apa yang kau lakukan pada bibirku, Jun."
Jun menarik daguku dan mengalihkan pandangannya pada bibirku. Jari-jarinya menyentuh bibirku lembut. Terasa sedikit perih. Tapi untungnya si kulit kecil yang mencuat tadi sudah terlepas dari tempatnya.
"Mian."
Cup
"Jun!"
Jun dengan santainya tertawa, "Baiklah, baiklah."
"Kau harus menghentikan kebiasaan itu. Jika tidak, aku sendiri yang tidak segan-segan akan menggerogoti bibirmu."
Aku dibuat takut olehnya. Memang benar, mengancam adalah kemampuannya yang terbaik.
"Kapan kita pulang?"
"Saat kau berhenti menggerogoti bibirmu seperti tikus, sayang."
"Jun..."
***
Ada yang punya kebiasaan kaya gini? Kalo ada berarti kita sama dong ><
Hope u like it
Jan lupa vomment ya teman-teman
~El~
![](https://img.wattpad.com/cover/123889982-288-k410766.jpg)