Naskah Kesembilan

5.3K 873 668
                                    

Mikasa.

Slowly he broke his lips from mine. It was a light kiss, but I don't care about it cause all I know is just... he kissed me.

Gue merasakan nafas Terry lagi di bibir gue seraya dia menjauhkan wajahnya dari gue. Lalu dia berbisik pelan dengan suara beratnya, saat bahkan hidung kita masih bersentuhan.

"Gimana? Dapet mood-nya?"

Oh God, help me from this devil.

Gue bener bener gak tau apa yang harus gue lakukan. Gue diem dan masih membeku di tempat yang sama selama beberapa detik. Terry menjauhkan wajahnya dari gue dan melepaskan genggaman tangan dia, tapi matanya masih terus menatap gue.

"Kenapa malah bengong? Tulis dong." Ujar Terry sambil masih menatap gue.

Akhirnya gue sedikit tersadar dan gue menoleh perlahan ke laptop gue lagi. Iya... mood-nya dateng. Dateng banget malah. Tapi ini barusan dia tuh maksudnya apa?!!

Gue menarik nafas panjang dan memejamkan mata gue perlahan, sebelum menghapus tiga paragraf yang mengganggu gue sejak tadi itu dan mulai mengetik lagi. Kali ini lebih panjang, dan gue bener bener menuangkan segala hal yang ada di otak dan perasaan gue. Gue gak perduli kalau Terry jadi tau apa yang ada di otak gue saat dia baca ini, yang gue tau saat ini cuma gue harus mengeluarkan semua mood ini selagi ada. Lagipula, dia juga yang nyuruh??

Tapi... DUH MIKASA STOP NULIS!!!

Sebagian dari diri gue ngerasa ini gak normal dan akhirnya gue menutup laptop gue bahkan sebelum gue menyelesaikan tulisan gue. Gue langsung menoleh ke arah Terry yang ternyata masih menatap gue. Dia gak baca tulisan gue, dia masih di posisi yang sama kaya tadi dan masih menatap gue dalam dalam dalam.

 Dia gak baca tulisan gue, dia masih di posisi yang sama kaya tadi dan masih menatap gue dalam dalam dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue bisa merasakan detak jantung gue yang saking kerasnya sampe bikin dada gue sakit banget. Gue mencoba membuka mulut gue, tapi gak ada suara apa apa yang keluar. Akhirnya gue memejamkan mata gue lagi sebentar dan menarik nafas panjang.

"Itu barusan lo ngapain ya?!" Tanya gue dengan nada tinggi. Bahkan gue juga gak tau kenapa gue terdengar sekesal itu.
"Nyium lo." Jawab Terry santai. Dia bener bener terlihat santai banget sampe gue malah jadi beneran kesel.
"Kenapa?!"
"Kan katanya lo gak dapet mood-nya, jadi ya gue bantuin."

Gue menghela nafas kesal dan menaruh laptop gue di meja.

"Dikira gue mainan apa... bisa lo cium cium seenaknya..." Bisik gue masih kesal sebelum gue berdiri, tapi tiba tiba dia menarik gue sampe gue terduduk lagi di sebelah dia.
"Apa??"
"Lo kira gue mainan apa?! Bisa lo cium cium seenaknya?!"
"Bukan mainan. Tapi emang gue pengen cium lo aja."
"Hah??"
"Yang tadi itu alesan. Ngerti gak sih?" Sekarang malah Terry yang terlihat kesal. Dan gue cuma bisa diam sambil mengerutkan alis gue.

Terry menghela nafas panjang sebelum gue merasakan tangan kiri dia yang tiba tiba udah ada di pinggang gue, menarik gue sampai gak ada jarak lagi di antara kita, dan tangan kanan dia udah ada di pipi gue tepat saat gue merasakan bibir Terry kembali menyentuh bibir gue.

Terry Augusta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang