Naskah Ke-Dua Belas

4.3K 826 158
                                    

"I think my feelings started to get deeper and deeper as we learned about each other. We didn't spend that much time together but every single time I spent with her is a high quality time. And I think that's how this feeling didn't just get deeper, but stronger as well. And it all started to shape like... love...?

I wish nothing changes. I wish we will be like this for a long long time. I wish she will be there with me as I grow and I wish she can grow together with me.

I wish I can hold her hand that's starting to wrinkled someday. I wish... she's really the one."

☽☾

Mikasa.

Hari ini syuting Kisah di Bawah Payung Kuning dilakukan di daerah Kelapa Gading, di sebuah rumah kecil yang ceritanya adalah rumah Gigi, pemeran utama di cerita ini.

Walaupun rada jauh, gue bela belain ke sini karena Eito bilang dia ngebawain titipan gue dari Jepang. Sebuah novel yang udah dari lama pengen gue beli tapi kosong di mana mana.

"Loh, kamu ngapain di sini?" Terry tiba tiba udah ada di depan gue saat gue masuk dan gue jadi inget kalo gue lupa bilang ke Terry bahwa gue mau ke sini.

"Loh, kamu ngapain di sini?" Terry tiba tiba udah ada di depan gue saat gue masuk dan gue jadi inget kalo gue lupa bilang ke Terry bahwa gue mau ke sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh iya! Aku lupa bilang mau ke sini hehe. Mau ketemu Eito... eh tuh dia anaknya!" Gue langsung berjalan ke arah Eito dan meninggalkan Terry.

"Langsung dateng banget ya kalo gue bilang gue bawain buku?" Eito langsung nyinyir pas gue dateng ke arah dia dengan cengiran lebar di wajah gue.
"Mana bukunya?!"
"Langsung banget?! Temenin gue syuting dulu kek?!"
"Hmm... ya udah gue baca di sini deh. Sini dulu bukunya!"
"Bener ya?!"
"Iyaaa!"

Gue terus terusan menjulurkan tangan gue, meminta Eito memberikan buku yang udah gue tunggu tunggu itu. Eito-pun akhirnya mengambil buku itu dari tas ransel dia sebelum memberikannya ke gue.

"Eito memang yang terbaik deh ah. Gue duduk situ ya!" Eito mengangguk sambil ketawa dan gue langsung berjalan ke sofa tempat Terry duduk.

Karena terlalu fokus dan gak sabar nerima buku ini, gue sampe gak memperhatikan cowok yang udah lebih dari sebulan ini selalu ada di sebelah gue. Walaupun sampai sekarang kita gak pernah membicarakan apakah status hubungan kita udah bisa disebut sebagai pacaran, tapi bagaimana perasaan gue ke dia selalu berkembang setiap harinya dan bagaimana dia selalu memeluk gue setiap dia pulang syuting udah cukup memastikan kalau hubungan kitapun berkembang seiring berjalannya waktu.

Terry hanya menggunakan celana jeans dan kaos putih polos. Dia duduk seraya memangku sebuah jaket lecak, dan dia udah menggunakan kacamata dia sendiri, bukan kacamata Junior lagi. Wajah dia terlihat capek dan kesal. Pasti tadi sempet take beberapa kali karena gagal. Atau emang dia lagi capek aja? Karena muka dia sama leceknya kaya jaket yang dia pangku.

"Kamu mau ngapain duduk? Ayok." Terry menaruh jaket yang dia pangku di samping dia sebelum dia berdiri.
"Hah? Kamu mau kemana?" Tanya gue bingung.
"Ya aku udah selesai syutingnya." Terry mengangkat alisnya seraya melihat ke arah gue bingung karena gue masih duduk.
"Loh?! Gitu?! Aku udah bilang Eito mau di sin—"
"Ayok."
"Kalo aku di—"
"Ayok."

Terry Augusta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang