Story about two people that live in a really different world meets for the first time. One of them think this is the beginning of the other person's sad love story, while the other one think that this is a beautiful fate that's made in heaven.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Syuting udah dimulai sejak seminggu yang lalu, dan itu artinya gue dengan sangat terpaksa harus ambil cuti di rumah sakit buat 2 minggu pertama karena jadwal syuting gue yang terlalu padat.
Hari ini kebetulan gue libur, karena gue baru balik pagi tadi dan akhirnya baru bangun jam 4 sore saking kecapeannya. Selama syuting, rata rata gue cuma bisa tidur 3 jam sehari. Mikasa selalu aja ngomel ngomel minta buat gue istirahat tapi gue sendiri yang males ngelama lamain, apalagi karena dia selalu nemenin gue di lokasi kalo malem.
Iya, dia selalu dateng setiap hari ke lokasi syuting dan bahkan bikin orang orang pada bingung. Mikasa ternyata emang jarang banget dateng ke lokasi syuting, dan karena cuma Kanu dan Qilla yang tau gue sama Mikasa memiliki hubungan yang lebih daripada rekan kerja, tetangga ataupun teman, akhirnya orang orang kira Mikasa lagi kerajinan karena dia ke lokasi setiap hari.
Gue yang masih tiduran di kasur langsung melihat hape gue. Apa hari ini gue ke rumah sakit ya? Pikir gue dalam hati sambil melihat lihat notifikasi yang ada di hape gue. Tapi sebuah chat yang tertera di situ membuat gue tersenyum.
•Mi Casa•
Dadah.
Udah. Padahal cuma gitu isi chat dia, tapi gue kenapa senyum senyum gini ya? Ini pasti chat dia tadi pagi setelah gue pamit tidur.
Saat itu gue jadi sadar kalo gue sama Mikasa bahkan belum pernah nge-date sama sekali. Karena setelah kita 'jadian', gue langsung sibuk syuting. Walaupun Mikasa dateng ke lokasi setiap hari, kita jarang bisa ngobrol juga karena Mikasa gak mau banyak orang ngeliat kita bareng. Jadi kita cuma bisa ngobrol saat lagi sepi, dan saat di mobil aja.
Entah kenapa tubuh gue bergerak lebih cepat daripada otak gue. Gue langsung mandi dengan pikiran mau ngajakin Mikasa jalan, dan tanpa sadar menyingkirkan pikiran gue buat ke rumah sakit.
I think I want to spend more time with her, more than I know.
Sebenernya, gue sadar banget kalau mungkin gue dan Mikasa gak seharusnya udah jadian saat ini. Karena masih banyak yang gue dan dia masih sama sama gak tau. Kita berdua seperti belum terlalu mengenal satu sama lain. Tapi setelah kebodohan gue waktu itu, dan karena gue tau sebagian dari diri gue ngerasa kalau pada akhirnya juga gue akan ke dia, gue memutuskan untuk maju aja.
Gue yakin kok, kita malah bisa lebih mengenal lebih baik lagi setelah ini. Mungkin perlahan lahan, atau malah lebih cepat lagi.
Sekitar setengah jam kemudian, gue udah mengetuk pintu rumah Mikasa, dan saat pintu itu terbuka, gue bisa ngeliat Mikasa lari balik ke kamar.
"Kok lari sih?" Tanya gue sambil masuk ke dalam.
Tapi bukannya menjawab, Mikasa malah menutup pintu kamarnya. Kenapa sih dia?