Terry.
Day 1.
Dasar goblok. Bego bego bego.
Caci maki terhadap diri gue sendiri gak bisa gue hentikan tepat saat gue membuka mata gue. Gue melirik ke arah jam dinding.
Jam 10 pagi.
Gue langsung berdiri dan mandi cepat cepat karena gue sadar kalo gue telat. Kepala gue pusing banget, tapi gue tau sebabnya bukan karena satu setengah gelas wine yang gue minum dalam waktu singkat kemarin. Tapi karena apa yang gue lakukan setelah itu.
I kissed her. Not even once, and passionately.
Yang lebih bikin gue stress adalah, gue tau kalo gue gak mabok. Iya emang gue rada naik pas abis minum, tapi gue udah gak mabok lagi dan udah biasa aja. Masalahnya adalah, pengaruh alkohol yang membuat gue terlalu relax itu jadi bikin gue terbawa suasana dan gak bisa memfilter apapun yang ada di otak gue.
Gue berusaha fokus dan gak memikirkan itu lagi, sebelum gue berangkat ke rumah sakit. Tapi gak guna, selama di rumah sakit gue malah jadi emosian dan berujung gue bacot bacotan sama Divas, ceweknya Deverra yang emang berprofesi sebagai dokter juga di rumah sakit ini.
"Dasar dokter gila." Gue ngedumel sendiri saat gue melihat Divas masuk lagi ke UGD sampai suster suster bingung ngeliat gue.
"Diem deh Dok, mendingan dandan aja sana terus photoshoot buat majalah apa kek gitu." Saut Divas lagi dan gue rasanya udah pengen meledak aja, kalo gue gak inget dia ceweknya sahabat gue sendiri.Satu hari berjalan begitu lama. Bahkan dua kotak rokok gak ada gunanya sama sekali buat gue dan gue masih juga gak bisa berfikir jernih, karena gue bener bener gak tau apa yang harus gue lakukan.
Day 2.
Gue cuma bisa tidur dua jam di on-call room pagi ini, dan gue langsung sadar kalo gue bisa gila kalo terus terusan gini.
Akhirnya tanpa perduli kalo ini masih jam 5 pagi, gue menelfon satu satunya orang yang muncul di otak gue sekarang.
Deverra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terry Augusta (Completed)
General FictionStory about two people that live in a really different world meets for the first time. One of them think this is the beginning of the other person's sad love story, while the other one think that this is a beautiful fate that's made in heaven.