Rasa Sakit itu Muncul Kembali

1.4K 79 4
                                    

"Semuanya tidak akan berakhir hari ini. Aku akan memulai awal yang baru untuk memperbaiki semuanya. Meski itu sangat sulit."

Malam semakin larut, namun Ren tak kunjung datang. Dengan rasa kantuk yang mulai mendera Joo bangkit dari tempat duduknya dan mulai meninggalkan restoran. Rasa kesal, khawatir, bingung ada dalam benaknya.

"Kemana sih? Ditelpon nggak diangkat."

Joo kembali menelpon Ren, namun tak kunjung ada jawaban. Matanya berair tercampur dengan kantuk, air matanya menetes lagi dan lagi. Rasa kantuk tak bisa ia tahan lagi, Joo tertidur.

Matahari telah menjunjung tinggi sinarnya. Seorang petugas polisi setempat mendekati mobil Ren. Ia mengetuk kaca mobil berulang kali. Perlahan Ren membuka kedua matanya, ia mengusap berulang kali. Kaca mobil mulai terbuka.

"Maaf, Saya ada dimana pak?"

"Anda lihat, saat ini anda berada tepat di depan restoran Albi, anda tau kesalahan anda bukan?"

"Restoran Albi? Astaga Joo!"

"Maaf pak sebentar, aduh hp gue lowbat lagi."

"Anda akan dikenai sanksi karena telah parkir di sembarang tempat."

Ren mendengarkan semua ocehan petugas polisi tersebut. Hingga surat tilang pun sudah berpindah di tangan Ren. Tatapannya terus mengarah ke restoran tersebut.

"Gimana bisa? Gue udah muterin jalan ini tapi gimana bisa restoran ini.. Dan gue malah berhenti dan tidur di mobil? Pikiran gue kacau! Joo? Gue harus kerumahnnya."

Ren bergegas mengendarai mobilnya menuju rumah Joo. Namun gadis itu tak ada dirumahnya, tentu saja dia telah berangkat ke sekolah.

"Dari semalem nggak diangkat, bikin khawatir. Angkat sayang, kemana sih?"

Ren kembali kerumahnya, ia bergegas mengambil charger dan mengisi daya handphone nya. Tak lupa ia juga membersihkan dirinya.

Selesai mandi Ren berlari kecil ke dapur mencari makanan. Namun tak ditemukan apapun yang bisa ia makan. Perutnya mulai berdendang, ia sangat lapar. Dari semalam ia tak jadi makan karena ia pingsan di mobil.

Ren terdiam sejenak, derap kaki mulai terdengar menghampirinya. Suara gemersik tas plastik terdengar. Semakin mendekat derap langkah itu, Ren hanya menghela nafas panjang. Ia membalikkan badannya.

Terlihat Andi meletakkan kantong-kantong kresek di meja makan. Tak ada suara apapun selain hembusan nafas mereka masing-masing. Suasana hening menyelimuti dapur. Tak mempedulikan keberadaan Andi, Ren bergegas pergi ke kamarnya.

"Kamu... Nggak mau makan?"

Langkah Ren terhenti mendengar kata yang terucap dari mulut Andi.

"Sejak kapan gue jadi anak lo? Sekarang gue diakui?"

"Bersikap kayak biasanya aja, gue nggak perlu kepura-puraan."

Ren meninggalkan Andi yang masih terdiam seribu bahasa atas kecanggungan ini. Andi memejamkan matanya, rasa kesal dan rasa bersalah bercampur aduk dalam hatinya. Ren menyalakan handphone nya, 44 misscall dan 12 pesan memenuhi layar handphone nya.

"Astaga.." Ren langsung menelpon Joo setelah melihat kekacauan yang telah ia perbuat.

"Halo sayang, kamu kemana aja sih? Seharian aku nelpon kamu nggak diangkat, kamu nggakpapa kan?"

"Sayang, aku baik-baik aja. Maaf semalem nggak bisa dateng, aku nggak ngabarin kamu. Maaf.."

"Kamu dimana? Kita harus ketemu. Aku otw kerumah."

"Kita ketemuan diluar aja sayang.."

"Aku udah sampe, nggak usah bawel buruan bukain gerbangnya."

Joo memutuskan sambungan telpon Ren, ia masih menunggu gerbangnya dibuka. Hingga akhirnya pintu gerbang terbuka lebar, sedan Joo mulai dikemudikan menuju halaman rumah Ren.

Gadis itu keluar dari mobilnya membawa beberapa bahan masakan. Langkahnya terhenti sejenak, pandangannya tertuju pada mobil hitam tang terparkir cantik di dekat motor Ren.

"Mobilnya ada kok, lah yang itu mobil siapa? Ada tamu kah?"

Joo menghiraukan segalanya dan tetap melangkah menuju pintu utama rumah Ren. Tak hanya bangunannya yang megah, pintunya pun besar bagaikan pintu istana. Joo mulai mengetuk pintunya, beberapa kali tak ada jawaban.

"Yahh.. Mungkin saking megahnya jadi nggak kedengaran. Telpon aja dah."

Gadis itu telah mengetik nomor Ren dan siap menelpon, namun tiba-tiba pintu telah terbuka. Sesosok pria paruh baya berdiri diambang pintu, sontak Joo terkejut. Ia melangkah mundur dan membungkukkan badan.

"Selamat siang om, Emmm.. Ren nya ada?"

"Siapanya Ren?"

"Saya Junea om, pacarnya Ren."

Ren berjalan tegesa-gesa menghampiri Andi dan Joo yang sedang berbincang. Suasana sepi masih menyelimuti keduanya, Joo menatap kearah Andi ragu.  Gadis itu mulai membaca pikirannya.

"Sepertinya bakalan terjadi sesuatu yang tidak diharapkan disini."

"Silahkan masuk, saya pa.. "

"Joo! Maaf banget semalem nggak bisa dateng."

Ren memeluk Joo dengan erat. Ia tak mempedulikan Andi yang masih memperhatikan mereka berdua. Meski Joo berusaha melepaskan pelukan Ren namun lelaki itu tak mau melepaskannya. Hingga akhirnya Andi pergi meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.

"Aku bawa bahan makanan, kamu udah makan?"

"Kamu nggak marah kan yang? Biasanya kan cewek kalau udah ada kejadian begitu kan langsung ngambek."

"Aku nggak marah, positive thinking aja sih asalkan kamu nggak kebukti selingkuh aja nggakpapa."

"Jadi nggakpapa kalau aku selingkuh? Kan asal nggak ke bukti. Hehehe."

"Ohh gitu. Yaa coba aja, silahkan. Nggak akan ketemu aku lagi kalau kamu berani selingkuh!"

"Nggak, nggak sayang aku cuma bercanda. Jangan marah dong.."

Joo tersenyum kearah Ren setelah lelaki itu menggodanya. Ciuman mendarat di pipi Joo dan membuat gadis itu tersipu malu. Ren memeluk erat tubuh Joo dan tak menghiraukan keberadaan Andi disana.

"Sepertinya kamu lagi makan bareng papa kamu ya? Aku ganggu nih.."

"Nggak kok, sedaritadi aku di kamar. Dia aja yang makan sendirian."

"Kamu kok ngomongnya kasar gitu yang? Sejelek apapun beliau tetep papa kamu."

"Masih pantaskah? Aku nggak peduli."

Andi telah memahami situasinya, ia tetap diam dan tak bereaksi apapun. Nafasnya terdengar sangat berat, sesekali Joo melirik kearah Andi yang masih terdiam di meja makan. Joo menarik tangan Ren dan berjalan menuju meja makan.

"Ayo kita makan."

Ren menarik kembali tangannya dan membuat Joo hampir jatuh akibat tarikannya tersebut. Joo menatap kearah Ren, lelaki itu menggelengkan kepalanya dan mengacuhkan Joo.

"Kamu nggak laper? Jangan kayak anak kecil gini deh! Buruan makan, demi kesehatan kamu!"

Dengan sangat terpaksa, Ren melangkahkan kakinya yang berat enggan melangkah ke meja makan. Mereka akhirnya duduk di tempat yang sama untuk pertama kalinya. Untuk pertama kalinya Ren dan Andi makan bersama dalam meja makan yang sama.

Masih tak ada percakapan diantara mereka, hanya lirian mata yang dapat berbicara. Awalnya Joo tak mengerti situasi seperti ini, namun saat ini ia tau bahwa hubungan anak dan bapak ini sedang tidak baik-baik saja. Meski begitu Joo tetap berusaha enjoy dengan situasinya.

"Sayang, jangan sok jual mahal di depan makanan. Kalau mereka marah baru tau rasa kamu."

Ren tertawa mendengar kata yang terlontar dari mulut gadis itu. Andi juga tersenyum, namun seketika senyum itu hilang setelah Ren memperhatikannya. Banyak hal yang lelaki paruh baya itu pikirkan sehingga untuk tersenyum saja sulit.

To be continued...

Our - Don't Forget Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang