"Kini aku menyadari saat otakku mulai tak bekerja secara sempurna, ada kau yang selalu ada dihadapanku"
"Mobil siapa tuh?"
"Bagus banget!!"
Suara gumamam para siswa terdengar begitu keras setelah Joo keluar dari mobilnya. Semua siswa mengerubungi mobil Joo yang membuat gadis itu terheran-heran.
Ia tidak mepedulikan keadaan saat ini, Joo berlari sekuat tenaga menuju kelasnya, tepat langkah kakinya memasuki ruang kelas bel masuk berbunyi.
"Kenapa lo telat?"
"Kesiangan."
Gadis itu langsung mengerjakan lembar ulangan yang ada dihadapannya. Matematika. Joo menghela nafas panjang, ia memejamkan matanya berulang kali seraya mengerjakan ujiannya.
Hening melanda kelas, para siswa sibuk mengerjakan ujiannya masing-masing hanya beberapa siswa yang berbisik di area kursi belakang. Ujian telah berlalu, para siswa bisa bernafas lega setelah melalui ujian yang begitu sulit.
"Akhirnyaa... Susah banget gila!" Joo meregangkan otot-otot tangannya. Ia menggeliat ke kanan dan ke kiri.
"Sakit bego!"
Geo memukul tangan Joo yang secara tidak sengaja menampar mukanya.
"Sorry bos nggak sengaja hehe, gue ngantuk banget. Soal matematikanya bikin otak gue mati rasa!"
"Masih aja dipikirin? Yang udah biarlah berlalu."
"Ya percaya lo yang pinter matematika, mendadak budek waktu ujian huft."
"Emang lo tadi manggil gue?"
"Nggak Geo, gue tadi cuma berkicau sendiri!"
Joo memutar bola matanya dan menatap kearah Geo sebal. Meski Joo pintar di semua mata pelajaran namun untuk matematika ia sangat lemah.
Memang untuk pelajaran yang satu ini tak sedikit siswa yang mengeluh dan membenci pelajaran matematika, namun sebenarnya jika para siswa mau memperhatikan dan fokus maka pelajaran yang sulitpun akan dapat diatasi.
"Tega lo ninggalin gue. Semalem kemana?"
Joo segera mengunyah makanan yang ada dalam mulutnya dan menegak jusnya.
"Anu.. Sorry Geo, semalem gue ada urusan mendadak dan sorry juga nggak kasih kabar kalau gue pulang duluan."
"Bukannya gue khawatir nggak bisa pulang, tapi gue khawatir sama lo tiba-tiba ngilang gitu aja, gue telpon nggak diangkat."
"Hp gue lowbatt, pas lo telpon hpnya langsung mati."
Geo hanya menghela nafasnya dalam-dalam, ia melihat gadis dihadapannya, gadis yang ia khawatirkan dalam keadaan baik-baik saja.
Ren masih terbaring di ranjangnya. Lelaki itu memainkan jari-jarinya untuk mengetik di layar ponselnya. Beberapa kali ia mengerutkan keningnya. Ia terus menggeser galerynya dan terhenti di sebuah foto seorang gadis dengan menampakkan wajah polosnya yang tertidur dengan pulas di sofa.
"Junea?"
Ren langsung bangkit dari posisi tidurnya dan terduduk. Lagi-lagi ia mengerutkan keningnya. Lelaki itu menengok kearah sisi kanan ranjangnya dan melihat warna sofa yang sama seperti yang ada difoto, itu sofa yang sama.
"Jadi gadis itu disini? Gue yang motret dia? Tapi ini kapan? Kok gue nggak ngerasa motret dia ya."
Ren terdiam sesaat ia benar-benar tidak ingat kejadian semalam. Relyn memasuki ruang rawat inap Ren dan senyum hangat kearah adiknya.
"Nginep RS lagi dek, betah banget lo disini ya? Nggak kangen rumah?"
"Kangen sedikit. Gue juga nggak ngerti deh badan gue sekarang makin ringkih aja."
"Makanya kurangi berantemnya, jangan terlalu mikir hal yang berat dulu deh."
"Udah kayak kakek-kakek aja gue nggak boleh mikir berat. Sebenarnya gue sakit apa sih? sebenernya gue sakit apa sih kak? Kadang gue selalu aja lupa sama kejadian yang belum lama ini. Kasih tau aja."
Relyn terdiam senyum diwajahnya mulai pudar, ia selalu mengkahawatirkan keadaan Ren yang semakin buruk.
"Benar adanya, obat itu hanya memperlambat gejalanya, tapi sekarang apakah obat itu sudah tidak berfungsi?"
"Lo udah siap dan terima semua keadaannya?"
"Separah itukah sampai lo tanyain hal itu ke gue?"
Relyn mengangguk pelan, Ren menghela nafas panjang setelah melihat tatapan mata Relyn yang telah berlinang air mata.
"Alzheimer Ren.."
"Alzheimer? Penyakit otak kan? Bukan kanker kan?" Ren tersenyum kearah Relyn.
"Lo masih bisa senyum? Kalau itu bukan kanker? Lo nggak ngerasain perubahan dalam daya ingat lo?
"Gue rasain semuanya, seakan gue hilang ingatan. Gue anggep semuanya baik-baik aja tapi setelah gue semakin banyak hal yang terjadi beberapa jam kemudian gue langsung lupa."
"Gue lagi berusaha buat cari jalan keluar sembuhin penyakit lo, tanpa melalui operasi. Lo tau risikonya kan?"
Ren menganggukkan kepalanya tanpa berucap satu kata apapun. Lelaki itu mencoba untuk tetap tegar dan tersenyum dihadapan kakaknya meski kekhawatiran dalam hatinya bercampur aduk.
"Lo tau siapa yang bawa lo kesini?"
Suara Relym memecahkan keheningan diantara mereka. Ren mengangguk pelan namun matanya ragu. Ia menyerahkan ponselnya, Relyn melihat foto dilayar ponsel Ren.
"Dia?" Jawabnya ragu.
Relyn tersenyum, ia menganggukkan kepalanya dan menceritakan apa saja yang telah ia dengar dari dokter yang bertugas merawat Ren.
"Ya, sempat ketemu dia keluar dari sini lari gitu aja, terus gue juga tau ceritanya dari dokter yang ngerawat lo. Pacar lo ya?"
"Bukan, dia adik kelas gue."
"Yakin? Tapi lo suka dia kan? Buktinya itu lo punya fotonya."
"Iya gue emang suka sama dia tapi gue masih ragu, Duhh gue sendiri aja nggak tau kapan gue ngefoto dia? Gimana bisa tiba-tiba ada foto dia disini."
"Ren lo itu dah waktunya punya pacar, nggakpapa juga gue dukung kalau lo emang jadian sama dia."
"Apaan sih kak, lo tuh kapan mau nikah?"
"Rencananya sih 3 bulan lagi, tapi nunggu keputusan Fadli dulu. Biar dia lulus dulu baru ngurusin pernikahan."
Ren menganggukkan kepalanya, ia mengerti mengapa Relyn selalu menunda jadwal pernikahannya, ia terlalu mengkhawatirkan Ren.
"Bukan karena gue? Udahlah jangan mikirin gue, udah gede nih!"
"Tapi dimata gue lo itu masih kecil, anak kecil! Hahaha."
Ren dan Relyn tertawa bersama, sejenak Relyn melupakan keadaan Ren sekarang dan Ren juga sejenak melupakan keadaan dirinya yang sudah sangat berubah. Yang ia takutkan hanyalah bagaimana akhirnya nanti jika ia melupakan dirinya sendiri, jati dirinya dan siapakah dirinya.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Our - Don't Forget Me (Completed)
Fiksi RemajaRenald Rahardian. Si biang onar di SMA Bina Bhakti yang tidak pernah berniat untuk berhenti membuat masalah. Kemudian ia bertemu dengan siswi baru seorang gadis cantik bernama Junea Anantha. Joo panggilan akrabnya. Ren selalu membully anak baru di s...