Chapter 14

6.2K 424 3
                                    

Arabella's POV

Enggh

Aku melengguh sambil mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa kali, lalu membangunkan tubuhku dan memegangi kepalaku yang terasa sangat berat. Aku menatap sekelilingku, kulihat sebuah kamar mewah yang indah dan rapi. Aku berada dimana sekarang? Batinku.

"Kau sudah sadar" tanya suara yang membuatku menoleh kan kepala pada sang suara dan mulai memperhatikan wajah milik seorang laki-laki yang tak lain adalah Nick.

Aku menjawab dengan anggukkan.

"Apa kau mau makan atau minum sesuatu?" tanya Nick lagi datar.

"Mengapa aku bisa ada disini?" tanyaku mengacuhkan pertanyaannya, karena sekarang aku tak merasa butuh makan atau minum, yang aku butuhkan adalah penjelasan.

"Kau pingsan" jawabnya singkat "karena aku tak tahu rumahmu, maka aku bawa kau kerumahku"

"Pingsan?" ulangku dengan nada yang masih penasaran.

Nick yang dari tadi berdiri didekat jendela kamarnya, hanya menjawab dengan anggukkan.

Aku mengernyit kan dahiku karena bingung, sambil mengingat-ngingat bagaimana aku bisa pingsan. Seingatku ada beberapa orang preman menggangguku dan Nick datang menolongku. Sekarang aku merasa kepalaku seperti roll film, yang berputar mundur. Lalu kulihat matanya dan kemudian preman itu jatuh tersungkur ketanah. Lalu aku tak ingat apapun lagi, aku merasa seperti ada bagian yang hilang, dan aku rasa itu sangat penting tapi apa?

"Hei" ujar Nick memanggilku, tapi mulutku terlalu berat untuk menjawabnya, karena pikiranku seperti roda yang bergerak cepat. Tiba-tiba aku ingat bagian yang tak kalah pentingnya, yaitu saat kulihat mata Nick yang berubah menjadi merah darah. Ingatanku pun bergeser pada buku yang kubaca diperpustakan tadi siang, tentang makhluk penghisap darah. Ingatanku bergeser pada waktu dia menyelamatkan ku didanau, tangannya begitu dingin sedingin es waktu menyentuh tubuhku. Lalu ingatanku juga bergeser saat bola basket yang hampir mengenai wajahku, ditangkap Nick secepat kilat. Ingatan-ingatan itu seperti sebuah potongan puzzle yang harus kurangkai.

"Hei, kau baik-baik saja?" tanya Nick dengan wajah sedikit bingung sambil melangkah mendekatiku.

Aku bangkit dari tempat tidur yang sangat nyaman tersebut, dan berdiri didepan Nick. "Ka... Kau bu... Bukan manusia kan?" ujarku malah balik bertanya.

Seperti ditancap sebuah anak panah menusuk jantungnya, Nick tampak shock dan melebarkan mata coklat cemerlang nya, yang dari tadi terus mengawasiku tanpa berkedip. "Ke... kenapa kau berkata seperti itu?"

"Berkulit putih pucat pasi" ujarku sambil memutari Nick, "tangan dingin sedingin es, berlari secepat kilat dan mata bisa berubah-ubah" aku meceracau tanpa memperdulikan pertanyaannya tadi lalu berdiri diam didepannya.

"Kau tahu tentang siapa aku?"

"Ya, dengan cara yang tak disengaja"

"Terus apa yang kau mau lakukan sekarang? Memberitahu pada semua orang?"

"Tentu tidak! orang-orang pasti akan takut, menjauhimu, atau mungkin akan membunuhmu, jika mereka tahu kau siapa! Lagi pula aku tak berhak menghancurkan kehidupan seseorang yang beberapa kali pernah menolongku"

"Ternyata kau tahu balas budi juga ya?" ucap Nick tersenyum kecil, tapi menurutku itu senyuman termanis yang pernah kulihat.

"Tentu saja, aku takkan pernah lupa dengan orang yang baik padaku"

Nick menaikkan sebelah alisnya, "Apa kau tidak takut padaku? Setelah kamu tahu aku bukanlah manusia?"

"Tidak, karena jika kau ingin berbuat jahat padaku, kau bisa melakukan nya dari dulu! Kau punya banyak kesempatan untuk melakukannya, jika kau mau"

Mendengar itu Nick langsung memandang kearahku dengan tajam. Aku yang ditatap dengan tajam hanya bisa diam dan tak bisa berkata-kata lagi, seolah-olah seluruh jiwaku tersedot kedalam mata coklat cemerlang itu.

"Ehmm" Nick berdeham, membuat kami tersadar dari saling pandang tersebut. "Sudah jam setengah dua pagi" ujar Nick sambil melirik kearah jam tangannya.

"Apa?" ungkapku yang seperti baru tersadar, dari pemilik mata terindah tersebut. "Paman dan bibiku pasti mencariku"

"Ayo, biar kuantar"

"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri" ujarku yang tak mau merepotkannya.

"Kau serius? Memangnya kamu tak takut pulang sendirian jam segini, dan kurasa sangat sulit untuk mencari kendaraan umum jam segini"

Aku berpikir sejenak, dan menimbang-nimbang dengan apa yang dikatakan, Nick. "Baiklah" ucapku sambil melirik kearah Nick yang kulihat menggenggam tangannya erat dan menciumnya kuat-kuat. Ini kedua kalinya dia melakukan itu, aku sempat berpikir ingin bertanya ada apa tapi kubatalkan saat dia melangkah cepat menuju depan pintu kamarnya.

.

Bersambung...

Vampire... I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang