Part 12

1.2K 161 7
                                    

Selamat siang! Kamu bisa baca ceritaku sambil menyantap makan siangmu. Ini akan jadi lama, bisa juga membosankan.

Hari ini pengumuman nilai dan kenaikan kelas, sekolahku ramai sekali. Banyak orang tua yang mengambil hasil belajar anak-anaknya selama berbulan-bulan disini.

Aku bertemu orang tua Anin, Ibunya Aurel, keluarga Gracia, bahkan Ibu dan kakak-kakak Sisca. Mereka semua ramah. Aku merasa punya keluarga. Ka Lidya juga memperkenalkan aku dengan ayah dan ibunya, mereka sangat terlihat high class.

Bagaimana denganku?

Ini tahun pertamaku mendengar pengumuman juara kelas tanpa orang tua, aku gak terlalu bersemangat jadinya. Dulu Mama dan Papa selalu menjadikan hari ini sebagai hari khusus untuku, selain hari ulang tahunku.

Aku selalu dapat juara kelas, setiap pulang dari sekolah selesai pembagian raport papa pasti traktir kami makan disebuah cafe pinggir pantai. Merayakan hasil kerja kerasku, hasil keringat otakku.

Saat kepala sekolah menyebut namaku diatas mimbar semua orang bertepuk tangan, aku naik ke panggung aula dengan senyum tipis. Mengucap salam singkat dengan sedikit ucapan terima kasih. Tak ada yang istimewa untukku. Aku turun panggung tanpa senyum. Kamu harusnya mengerti berpura-pura senang itu menyakitkan!

Dia? Aku gak tau dia dimana. Saat bangun tidur tadi pagi aku tak melihat dia. Cuma koper dan lemari baju dengan pintu terbuka kosong melompong saja. Dia pasti mau pulang.

Pulang dari sekolah pun aku tak melihatnya, dikamar sekali pun batang hidungnya tak nampak. Tas kopernya masih ada disana, tak bergeser sedikit pun.

Ada sedikit rasa kecewa dihatiku. Aku rindu!

Aku pun membenahi baju dan barang-barang milikku. Libur akhir tahun kali ini akan sangat berbeda. Akan jadi kelam buatku. Saat aku keluar asrama teman-temanku telah menyambutku, bersama keluarga mereka. Dadaku sesak, tapi aku tersenyum.

"Congratulation! You deserve it honey." Manda jadi orang pertama yang memelukku. Kemudian yang lain menyusul.

Sisca jadi yang terakhir memelukku. Dia berbisik lirih, tapi aku dengar dengan jelas.

"Benahi hatimu. Tahun depan aku mau lihat senyum tulus diwajah kamu lagi." Katanya. Aku menghela nafasku.

Setelah berpamitan aku pergi ke depan gerbang sekolah, supirku sudah menunggu. Didepan gerbang aku bertemu Ka Lidya, dia duduk dipinggir jalan sambil menumpukan dagu pada lututnya. Looking for something i guess.

Ia tersenyum saat matanya menangkap kehadiranku, segera berdiri dan membersihkan debu di rok sekolahnya. Aku membalas senyumnya.

"Kamu keren banget! Aku bangga." Dia menarik tubuhku dalam dekapannya. Mengusap-usap rambutku gemas. Pelukan hangatnya kubalas dengan sukarela, satu lagi pelukan tulus yang kudapatkan yang bisa buat hatiku merasa nyaman. Itu pelukanmu Ka Lidya!

"Makasih." Kataku. Dia memegang bahuku lembut, menatap mataku sampai ke dalam. Lalu dia tersenyum getir. Ada ketakutan disorot matanya, terpancar juga sepercik rasa rindu.

"Gimana bisa aku gak lihat kamu selama sebulan nanti?" Katanya sambil mengusap pipi kananku dengan ibu jarinya.

"We can keep contact. Don't need to be worry." Balasku.

Dia kembali memelukku, kali ini lebih lama, lebih dalam. Lantas setelah itu Ka Lidya mengantarku ke mobil, membawakan koperku. Dia melambaikan tangan saat mobil telah membawaku melaju pergi. Untuk sejenak aku harus bisaelupakan masa pahit ini.

Jogjakarta, aku kembali. Membawa luka baru yang belum dibenahi. 

"Jangan langsung pulang Mas. Aku mau ketemu Mama dulu." Aku bilang. Si supir mengangguk, dia jelas paham maksudku.

It's Okay To Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang