Part 10

1.4K 174 16
                                    

19 agustus 05.05 WIB.

Hehe. Selamat pagi kamu! Kalau sudah baca salamku ini berarti kamu sudah bangun. Disana mungkin sudah siang, atau malah malam ya? Tapi ditempatku pagi. Jadi, selamat pagi.

Pagi ini aku belum lihat matahari, apa dia telat bangun? Aku gak tau. Tapi lapangan sudah mulai ramai, banyak anak perempuan yang pergi ke kamar mandi untuk mandi. Padahal Bogor hari ini dingin sekali. Brrr...

Aku duduk didekat sisa-sisa api unggun semalam, tumpukan kayu yang tadinya tinggi sekarang mengerdil, beberapa sudah jadi abu. Sisanya yang masih hidup jadi aku pakai untuk menghangatkan diri.

Ka Viny datang, duduk disebelahku dengan muka bangun tidurnya. Tangannya ia dekatkan pada asap-asap sisa pembakaran untuk menghangatkan diri. Aku memperhatikannya cukup lama.

Dia menggosok-gosokan kedua telapak tangannya itu, lantas dua tangan halusnya itu ia letakan pada leherku. Aliran darah di tulang-tulangku tercekat sesaat. Jantungku seperti ingin meloncat keluar.

"Hangat kan?" Aku mengangguk seperti orang yang kena hipnotis.

Dia menarik tangannya, aku kehilangan nafasku. Jangan dulu.

Ka Viny lalu berdiri tegap, membersihkan debu dicelananya. Lantas mengulur tangan didepan wajahku.

"Ikut aku yuk?" Aku menggapai tangan kurus itu. Ikut berdiri.

Dia membawaku ke jalan setapak tanah merah, berjalan dipinggir danau yang dipakainya memancing kemarin. Kaki kami semakin jauh melangkah, memutari danau luas ini.

"Mau kemana,Kak?" Aku bertanya.

"Lari pagi aja. Jogging, biar kamu sehat." Jawabnya. Jawaban aneh. Hehe.

"Aku memang sehat kok." Aku menyamai langkahnya yang mulai berlari kecil.

"Kalo gitu biar tambah sehat." Balasnya dengan cengiran yang khas. Uh, lucunya.

Kami habis kan sekitar tiga putaran mengelilingi danau sebelum istirahat. Kalau pergi mandi sekarang pun rasa-rasanya percuma, masih ramai. Kamu tau kan gimana wanita? Huh, ribet!

Ka Viny membukakan minum untukku, satu-satunya minum yang dia punya sekarang. Aku gak tau itu, jadi kuhabiskan isinya. Dia sama sekali gak marah, bahkan menyinggung pun tidak. Aku baru sadar saat dia sampai sekarang sama sekali belum minum, padahal nafasnya pun sudah tersengal.

Maaf Ka Viny.

"Ka Viny gak minum? Maaf ya minumnya aku habisin." Kataku sengan suara pelan. Dia tersenyum padaku mengusap puncak kepalaku seperti seorang kakak.

"Hehe... Gak apa kok Shan. Aku gak terlalu haus." Dia tarik kembali tanganku saat aku mau berdiri.

"Hm, Shan." Dia panggil aku.

"Bilang sama aku kalo ada yang ganggu kamu ya?" Katanya.

Eh?

"Lho? Kok tiba-tiba Ka Viny bilang gitu?"

Wajahnya berubah serius, gak ada lagi muka lelah itu.

"Aku dapat kabar kalo kamu sering di bully karena aku. Kalau sampai ada lagi mereka bakal berurusan dengan aku." Katanya sok jagoan. Aku ketawa. Dia bingung.

"Kok kamu ketawa?"

"Kamu ada-ada aja." Dia merengut.

"Kamu remehin aku?" Tantangnya dengan muka sombong yang super nyolot itu.

Aku mengangguk dengan senyum geli.

Dia membuat pengeras suara lewat kedua tangannya, lantas berteriak.

It's Okay To Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang