Part 23

1.2K 148 14
                                    

"Ayo dong cepet.... Aku gak mau diwakilin orang!"

Anak itu terus memburuku, padahal kan acara masih lima belas menit lagi mulai. Oh iya, aku belum kasih tau kamu acara apa, hehe, maaf. Sudah seminggu kami masuk ke sekolah, hari ini hari sabtu, adalah acara rolling kamar. Kami akan dipindah secara acak disini, masing-masing nama akan dipanggil nanti dan ambil bola yang berisi nomor kamar yang akan dia tempati.

Ah, pokoknya kamu lihat saja nanti. Kamu tau? Ini merupakan yang pertama bagi kami. Aku, dan Ka Viny juga. Dia kan sebelumnya selalu diberi kamar sendiri, tapi kali ini aku yang paksa dia untuk ikut serta. Meskipun sedih karena harus berpisah nanti, tapi aku tetap antusias kok. Penasaran siapa yang akan jadi roommate-ku nanti.

Kami sampai di ballroom, sudah ramai orang disini, seluruh siswi dari tiga angkatan. Untungnya sahabat-sahabatku telah sisakan dua tempat duduk untuk kami.

Setelah dengar pidato panjang dari kepala yayasan dan kepala asrama, acara yang ditunggu-tunggu pun dimulai. Pengambilan bola suara untuk memilih kamar dan teman sekamar kami nanti.

Kami yang paling depan dapat giliran pertama untuk ambil bola dari dalam fishball. Aku dan teman-teman sudah dapat bola masing-masing, tapi gak ada satu pun dari kami yang boleh buka stiker yang menutupi nomornya.

"Oke semuanya perhatian! Dalam hitungan ketiga saya, kalian semua buka stikernya dan segera cari teman yang punya angka sama."

Dihitungan ke tiga aku segera lepas stiker dari bola miliku. Mau tau nomorku? Aku dapat 31. Punya dia nomornya 17, sementara yang lain gak ada yang sekamar. Cuma Okta dan Manda, dua anak itu memang berjodoh sepertinya. Dan ya, Sisca dan Desy juga satu kamar.

Aku berdiri sambil angkat bolaku tinggi-tinggi ke udara untuk cari teman sekamarku, sementara dia anteng saja duduk dibangkunya sambil memainkan game di ponselnya.

Aku tanya, "Kamu gak cari yang nomornya sama?" Dia geleng kepala.

"Ntar juga datang sendiri." Katanya.

Dari belakang seseorang mencolek pundak-ku pelan, aku menoleh padanya. Seorang gadis kecil dengan poni depan, matanya bulat dan berbinar terang. Sepertinya anak kelas sepuluh, soalnya aku baru lihat.

"Punteun, teteh nomor tiga puluh satu ya?" Katanya malu-malu. Aku mengangguk.

"Kayanya kita sekamar, Teh." Katanya. Dia tunjukan juga bola dengan nomor yang sama.

"Aku Shani, kamu siapa?" Dia menjabat uluran tanganku, masih dengan senyumnya yang manis itu.

"Zara."

***

"Daa udah atuh Mah! Aku teh malu sama Teh Shani, Mama teh ada kerja ya kan?"

Hihi. Aku gak berhenti senyum-senyum sendiri lihat Zara yang merajuk ke Mamanya seperti anak kecil, tapi memang dia anak kecil sih.

Tau siapa Mamanya? Adalah ibu kepala sekolah yang sambut aku saat pertama kali kesini. Aku gak nyangka saja Bu Melody se-protektif itu ke anaknya. Mereka lucu juga, seketika aku rindu Mama.

"Kamu jangan lupa minum susu tiap pagi ya? Shani, ibu boleh minta tolong?" Aku mengangguk lalu menatap dengan alis terangkat, minta tolong apa?

"Buatin Zara susu tiap pagi, susunya ada tuh di kulkas. Kalo kamu mau gak apa." Aku mengangguk senang dengan tawa kecil.

"Udah disiapin seragamnya buat besok, Zar?" Aku tanya Zara yang asik baca komik diatas kasurnya.

"Hehe udah kok, Teh. Teteh jadi kaya Mama nih." Dia cemberut, mukanya lucu.

It's Okay To Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang