Part 18

1.2K 170 14
                                    

"Kamu masih mau punya saudara, sayang?"

Ingatanku tak begitu baik waktu itu, umurku saja baru sembilan tahun. Tapi lembut halus belai jari Mama diatas kepalaku masih terasa hangat saja.

Aku yang saat itu tidur dipangkuannya mendongakan kepala, menatap muka Mama dengan ekspresi bingung.

Lalu serta merta mengangguk, mau!

"Gimana kalo kakak?" Mama tanya lagi.

Aku berpikir lama, sampai Mama ulangi pertanyaannya itu.

"Memangnya bisa, Ma? Waktu itu aku minta kakak, Mama bilang gak bisa." Aku cemberut. Mama menjawil hidungku.

"Sekarang sudah bisa."

Seketika itu aku berseru senang.

"Aku mauu....!!"

———

Angan-anganku lenyap melayang di batas senja, aku masih kecil saat itu. Gak banyak yang bisa kusimpan di memoriku. Tapi saat Mama bilang mau beri aku kakak baru, kamu tau? Aku gak pernah bisa nyenyak tidur tiap malam gara-gara itu.

Aku selalu menghayal gimana nanti wajah kakak aku, apa kami akan cocok? Apa dia bisa jaga aku? Aku selalu tunggu-tunggu kapan hari itu tiba.

Tapi di suatu malam Mama datang ke kamarku, saat aku hampir tertidur. Dia bilang kamu gak jadi datang, artinya aku batal punya kakak. Aku sedih sih waktu itu, Mama juga sama sedihnya denganku.

Haha. Gak nyangka ya, kita ketemu lagi dalam situasi berbeda begini. Ini kejutan buatku, kamu mungkin biasa saja karena sudah tau.

Aku senang tapi, malam ini aku gak sendiri lagi. Kamarku kembali terjamah lagi, rinduku tersampaikan dengan baik.

"Kamu tuh baru gak ketemu sebentar udah berubah banyak aja." Aku gak berhenti memperhatikan tiap inci dari dirinya.

Dia sedang duduk bersila sambil baca buku, menyandarkan tubuh pada kepala dipan. Malam ini piyama kami kembar!

"Bentar ya? Tapi kamu kangen banget sama aku."

Cih. Aku pura-pura tonjok bahunya, tapi dia benar juga sih.

"Kamu ke-pede-an! Gak tuh, aku biasa."

"Jadi mantan calon kakak-ku. Setelah ini hubungan kita akan jadi apa?" Aku tanya begitu saja.

Tapi sepertinya itu pertanyaan yang salah, dia malah jadi berubah serius menatap mataku. Tatapan itu seperti harimau yang lihat daging segar yang siap disantap.

Dia medekatkan wajahnya padaku, hingga aku memundurkan badanku. Dua bola mata dibalik kaca transparan itu menghipnotis aku.

"Menurut kamu? Kamu maunya gimana?" Dia bicara didepan mukaku. So awkward, but my heart beat so fast.

Aku kalah telak!

Tubuhnya kini diatasku, mengunci pergerakan badanku. Aku gak bisa apa-apa, dan jantungku masih berdetak dan debarannya semakin cepat. Aku menolak untuk menatap mata miliknya.

Tapi dari ekor matanya aku lihat seringaian itu, semacam senyum yang tak pernah kulihat darinya.

Dia lalu ketawa.

"Hahaha... You must see your face! So funy..." Dia mengelitiki perutku sampai tubuhku menggeliat kawalahan.

Dia lalu berhenti saat nafas kami sudah sama-sama habis, keringat bercucuran di dahi. Dia lalu memeluk tubuhku dari samping, menaruh dagunya dipuncak kepalaku. Pelukannya erat sekali.

It's Okay To Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang