Part 24

1.1K 154 14
                                    

"Baju ganti?"

"Check!"

"Power bank?"

"Check! Aku bawa charger juga."

"Cemilan?"

"Ofcourse check!"

Kami selesai mengemas barang ke dalam ransel.

Siang ini aku dan Ka Viny akan berangkat ke Bandung kota, lihat konser Kodaline disana pasti akan super serunya.

Aku tersenyum geli saat lihat Zara duduk dipojok kasur sambil memeluk lututnya. Anak itu marah pada kami.

Aku lirik Ka Viny yang mulai senggol-senggol bahuku, bahasa tubuhnya bilang dia minta aku untuk bujuk anak itu. Aku mau sekali ajak dia, tapi dia belum cukup umur untuk nonton. Lagipula kami cuma punya dua tiket.

Anak itu tambah marah besar saat tahu artis idola-nya ikut nonton konser juga. Dan artis itu duduk di kursi VVIP sama seperti kami, itu pasti buat hatinya sakit. Tapi dia tetap bungkam, itu yang buat aku gak enak dengannya. Padahal dia bisa laporkan kami ke guru atau pengawas, karena kami pergi diam-diam.

Aku naik ke kasurnya, coba menyentuh bahunya tapi langsung ditepis oleh tangannya itu. Aku duduk bersila di hadapannya. Menusuk-nusuk pahanya dengan telunjuk-ku hingga dia risih sendiri.

"Udah dong marahnya...." Aku memelas. Dia putar tubuh seratus delapan puluh derajat, membelakangiku.

"Pergi aja sana! Gak usah pulang kalo perlu!" Ketusnya. Aku saling tatap dengan Ka Viny yang ikut meringis dengar itu. Anak ini marah besar.

"Aku video-in deh... Nanti videonya aku kasih kamu. Cuma kamu yang boleh lihat, ya??" Aku terus bujuk anak kecil ini. Marahnya malah makin jadi, dia menghentak-hentakan kakinya sambil merengek.

"Iiihh!! Itu malah bakal buat aku makin iri!" Katanya. Aku ketawa pada diriku sendiri, lalu segera menutup mulut dengan tangan. Benar juga. Sementara di belakang Ka Viny cekikikan.

"Aku mintain tanda tangan sama artis kesukaan kamu, sama video dia spesial buat kamu deh, ya? Kamu mau dibeliin apa di Bandung? Nanti Ka Viny beliin." Hehe, opsi yang terakhir itu biar dia yang urus. Bukannya materialis, tapi uang di kantong Ka Viny itu gak pernah kering.

Dengan malu-malu anak itu berbalik, tapi dia masih menunduk, enggan tatap mataku.

"Ci Shani bohong!" Dia bicara ketus. Ini waktunya jurus jitu aku keluar kan. Aku usap pipinya lembut, angkat dagunya pelan-pelan, biar dia tatap dua bola mataku ini.

"Apa pernah aku bohong sama kamu?" Kataku lamat-lamat. Dia menggeleng lemah.

"Aku janji." Kataku dengan senyum tulus andalan. Dia mulai luluh, meskipun mukanya masih kesal.

"Yaudah sana pergi, nanti keburu pengawas datang." Katanya. Aku serta merta peluk tubuh mungil anak kecil lucu ini. Meski gak membalas pelukanku, aku tau dia tersenyum, sedikit rasa marahnya hilang.

Sekarang jam sebelas siang, untungnya dia suruh aku bawa topi, jadi kepalaku gak begitu kepanasan. Kamu tau aku kabur dari sekolah lewat mana? Tembok besar itu, tempat Ka Lidya ajak aku bolos sekolah dulu. Aku gak akan ceritalan kembali kronologinya kalau kamu lupa, coba cek di beberapa part belakang.

Dan dia juga ajak aku ke tempat yang sama, tempat yang gak asing buatku. Warung Abah. Gubuk kayu itu sama sekali gak berubah, bedanya cuma lebih banyak anak laki-laki seumuran yang nongkrong sambil main kartu. Mukanya gak kelihatan begitu ramah.

Ka Viny langsung masuk ke dalam begitu sampai, jadi aku membuntut dibelakangnya. Mereka saling sapa, saling tanya kabar satu sama lain. Abah juga gak begitu asing denganku, dia sampai sebut-sebut aku pernah kesini dengan Lidya, dan itu buat aku gak enak dengan Ka Viny.

It's Okay To Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang