Part 17

1.3K 173 13
                                    

Hai kamu, yang sedang baca ceritaku.

Siang ini aku tepati janjiku, aku akan sampai di sanggar sebentar lagi. Mungkin sepuluh atau lima belas menit lagi sampai. Hari ini pak supir yang antar aku, apa kamu berharap dia? Hh, aku juga. Tapi biarlah, aku bisa apa? Sampai detik ini pun gak ada tanda-tanda kehidupan darinya. Aku bahkan ragu apa dia masih hidup.

Aku sampai disanggar! Rasa-rasanya sudah lama aku gak mampir. Sebuah rumah yang keseluruhan interior dan eksteriornya terbuat dari kayu, ada pendopo besar didepannya, makin banyak anak-anak kecil yang belajar menari disini. Gak cuma itu, aku dengar alunan musik gamelan yang merdu, asalnya dari dalam. Di dekat taman dan kolam ikan aku lihat sekumpulan anak-anak dan remaja sedang melukis kanvas putih dihadapannya.

Tanaman-tanaman hias disini pun masih segar semua, dirawat sangat baik oleh mereka. Kalau Mama ada, dia pasti senang.

Semakin melangkah ke dalam semakin asri suasananya, beberapa penghuni sanggar yang kenal beri salam ke aku. Mereka ramah dan anggun sekali, cerminan wanita indonesia yang ayu. Aku suka melihatnya.

"Lho lho... Cah ayu tumben kesini." Seorang wanita dengan kebaya adat jawa sapa aku. Bude' Astrini namanya, yang pegang sanggar sekarang ini setelah Mama tiada. Dia juga dulu guru menariku.

Aku salimi tangannya dengan sopan, dia tersenyum senang.

"Apa yang bawa kamu kesini?" Bude' gak mau basa-basi, dia langsung tanya.

"Aku cuma mau berbakti sama Mama, udah lama juga Shani gak kesini Bude', Shani kangen." Balasku. Dia mengelus rambut panjangku, ayu senyumnya dari dulu memang gak pernah hilang.

Aku lantas mengambil kain jarik milik Mama dari dalam tasku, menunjukannya pada Bude'.

"Sama mau ketemu anak yang namanya Mahendra, dia yang kirim ini ke rumahku." Bude' ambil kain itu, diteliti olehnya.

"Kain ini Bude' yang nemu di lemari, tadinya mau disimpan saja, tapi ada yang usul kan untuk kembali kan kain ini ke rumahmu." Kata Bude'. Ah, aku mengerti sekarang.

"Apa Mahendra ada Bude'? Aku belum sempat bilang terima kasih. Dua minggu lagi aku masuk sekolah, takutnya gak sempat." Bude' mengangguk.

Dia menuntun aku ke dalam sanggar, tempat anak-anak musik memainkan gamelan jawa. Ramai sekali disana, musik langsung berhenti saat aku masuk.

"Dimana Mahen?" Bude' tanya anak-anak yang duduk dibelakang alat musiknya masing-masing.

Salah satu anak berdiri, berjalan ke arah kami. Dia mungkin lebih muda dariku satu atau dua tahun, tapi tubuhnya jangkung sekali, dengan warna kulit hitam manis khas jawa. Ciri-cirinya persis dengan yang dikatakan Bude' Asih kemarin.

"Kenapa cari aku, Bude'?" Dia bicaranya sopan.

"Non Shani mau bicara." Setelah bicara seperti itu, Bude' meninggalkan kami berdua.

Aku langsung buka omongan. "Kamu yang kirim ini ke rumah?" Aku tanya.

Dia mengangguk ragu.

"Aku gak mau ngapa-ngapain kamu kok, cuma mau bilang terima kasih. Seenggaknya aku sudah nemu obat kalo misalnya aku kangen Mama." Aku melembutkan nada bicaraku.

Mahen tersenyum lega, tapi selanjutnya dia malah menggeleng.

"Aku cuma disuruh." Katanya.

Aku balik tanya, "Sama siapa?"

Dia tunjuk salah satu orang yang ada diruangan, sedang melatih anak-anak kecil bermain gamelan. Laki-laki dengan tubuh kurus, mengenakan oversized sweater yang berwarna senada dengan rambutnya. Aku kenal postur tubuh itu.

It's Okay To Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang