BAB 2 🍁 Seperti Biasa

718 40 5
                                    

Waktu semakin lama semakin sore, Vania melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya.

Jam sudah menujukan pukul 6 lebih, berarti ia sudah berdiri disini kurang lebih 1 jam lebih.

Vania langsung meninggalkan kamar itu, ia mulai berjalan melewati koridor rumah sakit.

Mungkin karna otak dan raganya enggan menyatu, kini ia menabrak seseorang yang berjalan juga dihadapannya.

Brukkk...

Tubuh Vania tersungkur dilantai rumah sakit.

" Aww.. " ringis Vania, dan mulai merapihkan bajunya itu.

Sebuah tangan sudah mengulurkan kedepan wajah Vania. Vania langsung mengambil tangan itu dan mulai membantunya berdiri.

" Sorry, gue buru-buru. Jadi enggak sengaja." Ujar cowok yang didepannya kini.

" Ohh, nggak apa-apa. Gue yang salah. Sorry!" Balas Vania langsung melangkahkan kakinya dari hadapan cowok itu.

Vania pergi dari hadapan cowok itu, sementara cowok itu hanya menatap punggung Vania dan mulai kembali melanjutkan langkahnya.

•••

" Van, bangun lo nggak sekolah?" Kini suara Lyla sudah terdengar ditelingga Vania.

Vania membuka matanya perlahan, sinar matahari pagi juga sudah memaskui sela-sela kamarnya.

" Makasih udah jadi alarm gue tiap pagi." Ujar Vania dan bergerak mengambil handuk mandinya.

Lyla hanya berdecak kesal dan kembali ke tempatnya tadi.

Pagi ini seperti biasa Vania sarapan dengan papahnya saja, lantaran mamahnya sudah menutuskan untuk pisah dan tinggal ditempat yang berbeda.

" Gimana sekolah kamu?" Papahnya kini bertanya disela-sela sarapannya.

" Baik, baik aja koq." Vania sudah mengigit roti bakarnya.

Papahnya hanya menganggukan kepalanya, ia tersenyum melihat anaknya kini sudah besar dan semakin cantik.

•••

Suasana koridor pun sudah mulai ramai, Vania kini sedang berjalan kearah kelasnya seorang diri.

Setiap langkah yang ia injak setiap senyumannya juga mengembang lantaran ada saja yang memanggil namanya atau bertukar sapa dengan Vania.

" Van?" Kini suara Jessy sudah berada diujung koridor.

Vania mempercepat langkahnya, mendekati temannya itu.

" Tumben lo baru dateng?" Belum juga sampai kelas kini sudah mendapatkan pertanyaan dari Jessy.

" Biasa ada urusan sebentar." Jawabnya cuek. Kini mereka berdua sudah berjalan menaiki tangga yang menghubungkan dengan kelasnya.

Belum juga sampai kelas kini semua murid sekolahnya sudah berdiri didekat-dekat jendela Mipa 2.

Vania dan Jessy saling tukar pandang sehabis itu ia ikut melihat ada apa dikelasnya sampai semua murid berdiri disana.

Sudah ada satu siswa dan sebagain temannya duduk dibangku Vania. Siswa itu sudah membawa gitar dan mulai memetik gitar tersebut.

Jessy semakin penasaran lantara seorang siswa itu duduk dimeja Vania dan mejanya. Kini Jessy menarik lengan Vania agar masuk kekelasnya itu.

Sambil berdesak-desakan kini Vania dan Jessy sudah diambang pintu kelasnya, semua sorot matapun kini sudah tertuju pada mereka berdua.

" Akhirnya Vania dateng juga." Ucap seorang siswa itu yang memegang gitar.

Vania hanya menaikan alisnya, wajahnya pun sudah mulai bingung.

' Jrengg!'

Senar gitar pun mulai dipetik.

Mata mu melemahkan ku.

Saat pertama kali ku lihat mu.

Dan jujur, ku tak pernah merasa

Ku tak pernah merasa begini.

Suara siswa itu sudah mengema diruangan kelas Mipa 2.

Oh Mungkin Inikah Cinta,

Pandangan Yang Pertama,

Karena Apa Yang Ku Rasa Ini Tak Biasa,

Jika Benar Ini Cinta,

Mulai Dari Mana.

Vania makin dibuat bingung dengan kelakuan siswa didepannya ini.

Oh Dari Mana,

Dari Matamu Matamu,

Ku Mulai Jatuh Cinta,

Ku Melihat Melihat,

Ada Bayangan,

Dari Mata Kau Buatku Jatuh,

Jatuh Terus Jatuh Ke Hati.

Kini siswa tersebut sudah berhenti memainkan gitarnya, gitar tersebut juga sudah diganti oleh bucket coklat ditangannya.

" Seperti siswa-siswa disekolah ini, Van." Ujarnya. " Gue minta lo jadi pacar gue." Lanjut seseorang itu lagi.

Vania tersenyum, ia merasa terharu dengan adegan siswa satu ini.

" Seperti biasa juga." Jawab Vania. " Gue enggak bisa." Senyumnya masih mengembang.

Ricuhan para murid pun berhenti setelah mendengar jawban dari Vania, mereka sampai terheran-heran kenapa Vania bisa menolak stok cowo ganteng disekolah SMA Merpati.

Apa yang salah dengan para siswa-siswa itu? Tajir sudah pasti, ganteng sudah pasti, pintar? Lumayannya dan keren sudah pasi. Apa yang musti ditolak lagi dari parah lelaki itu?

Rasanya para siswi disekolah Merpati pun hanya bisa menatapnya Vania iri, mereka harus rela-rela cari perhatian dulu baru bisa dilihat oleh para lelaki ganteng. Tapi Vania, ia selalu dikelilingi oleh cowok-cowok ganteng.

Bahkan semua siswi pasti mau di"tembak" dengan sangat romantis seperti yang dilakukan para siswa yang menyatakan cintanya ke Vania.

Tapi Vania terlihat tidak tertarik dengan cara semacam itu, bahkan ia mampu berkata " Enggak bisa." Atau " Sorry." .

Dimana hati Vania sebenarnya?

Siswa yang menyatakan cintanya tadi itu hanya mampu menundukan kepalanya sebentar. Lalu kembali melihat Vania yang masih setia dengan senyumannya.

Amelia Ar Sardi.
09 Oktober 2017

DEVANIA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang