Bab 15 🍁 Diantar Devan?

412 33 4
                                    

" Disini aja." Tepukan tangan Vania dipundak Devan berhasil menghentikan laju motor yang sedang ditumpanginnya.

Sesaat motor itu sudah berhenti di pinggir trotoar jalan, Vania segera mengambil ancang-ancang untuk turun dari motor ninja hitam itu.

Devan melepas helm yang ia kenakan, dan ikut turun dari kuda besi itu. Langkahnya mengikuti keberadaan Vania yang sudah berada diarea bengkel.

" Sudah pak?" Tanya Vania memastikan keadaan motornya.

Seorang yang baru saja dipanggil itu, menolehkan punggungnya dan berdiri didepan Vania dan Devan.

" Belum neng, kebetulan itu bukan bocor biasa. Saya harus perbaiki lagi." Jawab bapak pemilik bengkel itu.

Vania membuang nafasnya kasar. Menoleh kekanan dan kekiri. " Terus saya bisa ambil kapan ya pak?"

" Besok siang. Saya pastikan sudah beres." Ujar bapak itu yakin.

" Oh, oke pak. Terima kasih ya." Kata Vania diikuti dengan senyuman diakhir kalimatnya.

" Baik neng, maaf ya."

Vania hanya tersenyum dan mengangguk.

Setelah memastikan motornya benar-benar tidak bisa dibawa pulang. Vania melangkahkan kakinya keluar dari area bengkel, dan pastikan Devan masih mengikuti Vania.

" Gue balik ya, makasih udah dikasih tebengan sampai sini." Vania menatap mata Devan sekilas, ia berjalan menghampiri halte bus yang kebetulan tidak jauh dari dirinya berdiri.

" Van," belum sampai lima langkah kakinya berjalan, suara yang memanggil namanya membuatnya berhenti. Dan menoleh.

Vania membalikan tubuhnya, menatap Devan dengan tanda tanya.

Cowok itu menghampiri Vania, " Ayo, gue anter pulang." Ajak Devan.

Belum sempat Vania menolak ajakan itu, Devan sudah terlebih dahulu menarik pergelangan tangan Vania.

•••

" Disini aja Dev." Suara Vania yang lembut itu terdengar ditelinga Devan.

Devan menghentikan laju motornya, tepat di sebuah gang kecil didepan motornya berhenti. Ia langsung melepas helm yang ia kenakan, begitupun dengan Vania ia sudah berdiri disisi motor Devan.

" Thanks ya." Ujar Vania diikuti senyum simpul diujung kalimatnya.

" Dimana Van?" Bukannya menjawab Devan malah balik bertanya.

Vania menyergitkan dahinya bingung."Apa?"

" Rumah lo?"

Vania mengangguk kecil dan terkekeh. " Itu disana." Ujarnya sambil menunjuk kedalam gang. " Jalannya kecil."

" Serius disini aja?"

Vania hanya mengangguk. " Sekali lagi thanks ya."

" Sama-sama, yaudah gue cabut ya." Balasnya dan dapat dianggukkan oleh Vania.

Setelah kepergian Devan, Vania berjalan memasuki gang kecil yang ia tunjuk tadi. Disisi gang tersebut ada sebuah pintu besi yang dikunci. Vania merogoh saku tasnya menemukan kunci yang ia maksud, memasukan kunci kelubang itu dengan sekali putar pintu tersebut sudah terbuka.

Ia berjalan, memasuk jalan setapak yang cukup gelap. Hanya ada cahaya dari ventilasi kaca-kaca di sekitarnya. Tidak sampai lima menit, Vania sekarang sudah persis di halaman belakanh rumahnya.

Sebenarnya rumah yang ia tempati, termasuk dari perumahan yang terbilang cukup bagus dan perumahan elit. Tapi dibalik perumahan itu masih ada perkampungan yang Vania lewati tadi.

Ia selalu seperti itu, ketika ada teman yang mengantarnya pulang pasti akan diminta untuk menurunkannya di gang kecil dan sempit itu.

" Ehh non, tumben lewat belakang?." sapa bi Marni yang kebetulan sedang menyapu halaman belakang rumah ini.

Vania tersenyum lalu mengangguk. " Iya bi, dianterin teman. Saya masuk duluan ya." balasnya sambil melangkahkan kakinya kedalam rumahnya itu.

Baru saja menapakkan kaki dilantai 2, Vania sudah dikagetkan oleh Lyla yang berdiri didepan pintu kamarnya.

" Cie, yang balik dianterin Devan."

" Penguntit." Vania membuka knop pintu kamarnya. Diikuti Lyla yang berjalan dibelakang Vania.

Lyla sudah ambil posisi di atas lemari Vania seperti biasanya.

" Van, Kaya Devan suka deh sama lo." Ujar Lyla sambil menguncang-uncangkan kakinya.

" Masa?."

" Serius, dia perhatian banget kayanya sama lo."

" Sesama teman harus saling perhatian kali, La." Jawab Vania sudah membaringkan tubuhnya dikasur kesayangannya.

" Yeeyyy... dibilangin nggak percaya."

•••

" Tumben baru balik ka?" Suara mamahnya kini sudah terdengar dari arah ruang keluarga.

" Iya, anterin teman pulang dulu." Balas Devan, mendekati sang mamah yang sedang asik menonton acara kisah nyata yang berjudul " Suamiku bukan Suamimu." Film yang berujung penyesalan, film yang kalau bukan istrinya yang pelit, suaminya yang jahat, dan ibu mertuanya yang kejam. Iya seperti itu siklusnya.

" Yaudah sana makan. Mamah udah masakin makanan kesukaan kamu." Balas mamahnya enggan menoleh saat berbicara dengan Devan.

" Iya mah." Sebelum pergi Devan menyalimi punggung tangan mamahnya, dan berjalan kearah kamarnya untuk ganti baju.

•••

Happy reading.
Jangan lupa vote dan komen❤❤❤

Amelia Ar Sardi

DEVANIA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang