" Kenapa lagi?" Kini suara yang sangat ia kenali sudah menanyakan hal yang membuatnya tambah pening.
" Seperti biasa." Ujar Vania,
Seseorang itu hanya menganggukan kepalanya, ia sudah paham apa yang dimaksud Vania.
" Gue denger-denger lo abis ditembak lagi ya?" Ujar seseorang itu.
" Bukan denger-denger, tapi bukannya lo ada ditempat kejadian ya?" Jawab Vania malas.
" Abis disekolah lo banyak cogan sih." Ucapnya diikuti dengan kekehan kecil.
" Dia juga gabakal mau sama lo kali, La." Vania kini sudah menjatuhkan tubuhnya dikasur.
" Kalo gue masih hidup juga lo kalah cantik sama gue." Jawabnya.
" Iyaiya kalo masih hidup ya, Lyla." Jawab Vania menekan kata hidup.
Lyla ini teman Vania dirumah, walaupun alam mereka berbeda tapi mereka suka saling berbicara seperti ini.
Dahulu Lyla itu seorang gadis sekolah sama sepertinya tapi kejadian yang mengrenggutnya nyawanya itu yang akhirnya menjadikan ia seperti sekarang.
Wajahnya tak bermasalah hanya saja wajah pucatnya yang tak bisa dihilangkan. Yaa jelas dia makhluk halus.
Tidak seperti pada makhluk halus yang berpenampilan aneh tapi Lyla tetap berpenamilan terakhir sewaktu ia masih hidup. Seragam sekolanya dahulu. Walaupun masih ada germecikan darah tapi wajahnya tak apa-apa tidak ada cacat diwajahnya.
Vania juga sempat kanget ia bisa melihat makhluk halus seperti Lyla, namun kejadian beberapa tahun lalu yang dapat membuatnya bisa melihat sosok-sosok seperti Lyla.
Jadi sebelum Vania bisa melihat sosok Lyla, Lyla memang menghuni rumahnya Vania.
Awalnya Vania kaget, takut dan meresa terganggu dengan menglihatannya ini. Tapi lama kelamaan ia jadi biasa saja.
Apalagi dengan sosok Lyla yang selalu stay 24 jam dirumahnya, macam satpam kompleks saja.
Setelah asik mengobrol dengan Lyla. Pintu kamar Vania merasa ada yang mengetok.
" Vania, kamu bicara sama siapa?" Suara bariton papahnya itu sudah dibalik pintu kamar Vania.
Vania menepuk jidatnya.
" Enggak ngomong sama siapa-siapa pah, itu suara Tv." Ucapnya sedikit berteriak.
" Ohyaudah kalo begitu papah keluar dulu ya, kamu hati-hati dirumah." Balas papahnya masih diluar pintu dan langkah kakinya kian lama kian mengecil suaranya semakin mengecil.
Lyla hanya tertawa, dan langsung dapat pelototan dari Vania.
" Lo nggak usah ketawa, serem gue dengernya." Ujar Vania meringis.
Sementara Lyla hanya berdecak pinggang.
Jam pun menunjukan pukul 4 sore, Vania segera bergegas menganti seragamnya menjadi pakaian cassual .
" Mau kemana lo?" Vania baru saja keluar dari kamar mandi sudah mendapatkan tak berbobot seperti itu.
Vania menyisir rambutnya. " Seperti biasa."
" Biasanya kalo tidur panjang itu, arwahnya kemana-mana." Kini ucap Lyla mampu memberhentikan kegiatannya.
Dahi Vania mengerut. " Berarti sekarang ia lagi disisi gue dongs?" Tanyanya pada Lyla.
" Kalo kaya gitu setau gue beda, ia hanya berada disekitar tempat tidurnya aja." Lyla turun dari atas lemari Vania.
" Yehh, gue kira sama." Vania melanjutkan lagi menyisir rambutnya.
" Lo nyumpahin dia mati?." Balas Lyla polos.
Vania langsung membanting sisirnya, matanya sudah melotot kearah Lyla. Sementara Lyla hanya mengerutuki ucapannya barusan.
" Lo mau gue taburin garem?" Jawab Vania kesal.
" Sorry!" Balas Lyla memohon.
Vania mengacuhkan ucapan Lyla, ia langsung mengambil ponsel diatas tempat tidurnya dan mengambil kunci motornya diatas meja belajar.
Setelah itu ia langsung menuruni anak tangga dan langsung berjalan kearah dapur, karna ia tahu dirumahnya hanya ada bi Mala.
" Bi, aku ketempat biasa ya. Tolong bilang sama papah kalo nyariin." Ujar Vania tiba-tiba.
Bi Mala pun mengelus dadanya, kaget dengan kedatangan dan ucapan Vania barusan.
" Aduh neng, jangan ngangetin bibi. Iya nanti bibi sampein sama bapak." Jawab Bi Mala.
Vania hanya terkekeh mendengar keluhan Bi Mala.
" Assalamulaikum." Ucap Vania dan langsung berjalan meninggalkan dapur menuju bagasi rumahnya.
•••
Kini Vania sudah berada dipelataran rumah sakit, tempat seseorang dirawat. Sengaja Vania tidak membawa apa-apa, percuma ia juga akan mendapatkan hal yang ia inginkan.
Vania sudah berjalan dikoridor lantai 2, tempat seseorang itu dirawat.
Tepat didepan kamar itu, Vania enggan masuk kedalam ruangan itu. Ia hanya melihat dari balik pintu dan ada kaca kecil yang dapat melihat seseorang itu.
Rindu ini kian lama kian membengkak. Aku yakin kamu enggak bakal sanggup tahan rindu sebanyak ini.
Seseorang itu masih sama dengan mata tertutup dengan alat-alat yang membantu kembali untuk hidup.
Vania hanya menatap lirih.
Amelia Ar Sardi
07 Oktober 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANIA [Completed]
Novela JuvenilDari semua cewek didunia ini. Kenapa harus, Vania? . . . . Ayo yang penasaran harus baca yaa, kenapa harus Vania? Kenapa? Hmm.