Suara langkah kaki di ruangan yang hening ini cukup membuat Vania melirik kearah lorong rak buku disampingnya, Vania bisa tebak siapa pemilik langkah kaki itu. Karena sejak satu bulan terakhir ini Vania sangat ingat dengan langkah kaki itu.
" Udah selesai makannya?" Tanya Vania pada seseorang yang belum sampai tempat yang ia duduki.
Seseorang itu terkekeh, lalu menarik kursi yang ada disamping Vania. "Udah dong." Jawabnya. "Kok kamu tahu kalo yang datang aku?" Tanya Devan heran.
" Siapa lagi yang suka datangin aku kalo lagi diperpus kalo bukan kamu?" Ujar Vania menarik turunkan alisnya.
" Minum dulu, biar fokus belajarnya." Ujar Devan menaruh botol air mineral dihadapan Vania.
Vania mengambil air mineral itu dan langsung menengaknya.
" Lanjut belajar yang kemaren?" Tanya Devan, Vania mengangguk.
" Olimpiade biologi dua Minggu lagi kan."
" Berapa hari sih disana? Kalo bukan perserta boleh ikut nggak sih?" Ujar Devan.
" Nggak sampai satu minggu kok. Enggaklah, mau ngapain?"
" Nemenin kamu lah."
" Kan disana juga ada guru-guru, ada Fahmi juga." Fahmi adalah teman olimpiade Vania untuk biologi ini.
" Kalo aku datang sendiri mah, nggak apa-apa kali."
" Kamu mau bolos?" Tuduh Vania. " Enggak-enggak, kamu nggak boleh bolos." Lanjutnya lagi sambil menggelengkan kepalanya.
" Nggak apa-apa sekali ini doang kok." Jujur Devan sambil memasang wajah merayu.
" I Will not pick up your phone." Ancam Vania dan ancaman itu memang selalu berhasil.
Dengan pasrah Devan berkata. " Iya aku nggak bolos."
Vania tersenyum menang.
"Puas kamu?" Kata Devan sambil menatap Vania. Dengan bangga Vania mengangguk-angguk.
•••
Sekitar jam 8 malam, Vania baru saja sampai dirumahnya. Hari ini jadwal sekolahnya cukup padat, jadwal untuk olimpiade biologi dan ada beberapa les lagi yang ia ikuti.
Vania membuka pintu kamarnya dan tiba-tiba saja jantungnya dibuat berdetak lebih cepat. Ia segera menekan saklar lampu disamping pintunya.
" Astaga Ly, Lo bisa nggak sih. Nggak usah mainin rambut sambil uncang-uncang kaki kaya gitu." Ucap Vania dengan sedikit kesal, lantaran Lyla suka sekali tiba-tiba mengagetkan Vania dengan seperti ini, lampu kamar yang padam dan ia duduk diatas lemari dengan rambut panjang yang nggak pernah disisir itu.
Lyla merapihkan rambutnya. " Lho, Lo kalo masuk nggak pake ketuk dulu."
" Ehh Ly, ini tuh kamar gue." Balas Vania dan segera duduk disisi tempat tidurnya.
Lyla tidak membahas omongan Vania barusan, tapi bertanya. " Tumben Lo balik malem?" Tanya Lyla, yang sudah duduk tenang di atas sana.
" Les." Gumam Vania. " Lo dari tadi disitu aja?"
"Iya." Jawab Lyla, " abis mau kemana lagi."
Vania berdiri dari duduknya, mengambil handuk diujung pintu kamar mandi. Rasanya setelah ini ia ingin mengistirahatkan tubuhnya.
Lima menit setelah Vania masuk ke kamar mandi, tiba-tiba ponselnya berdering disisi tempat tidur. Lyla yang mendengar bunyi itu langsung terbang dari atas lemari menuju tempat tidur Vania, Id call menunjukkan kalau si penelepon itu Devan.
Lyla melayang sampai depan pintu kamar mandi, lalu berteriak 'Van, ada telpon tuh dari Devan.' ucapnya tapi sayangnya Vania tidak mendengar ucapan Lyla itu.
Sekitar 30 menit setelah membersihkan diri, Vania keluar dengan handuk yang ia lilitkan dikepalanya.
" Devan telpon tuh." Ujar Lyla yang sekarang sudah duduk diatas lemari Vania.
Vania berjalan menghampiri tempat tidurnya, dan mengecek ponselnya, ternyata memang benar ada beberapa panggilan tak terjawab dan beberapa pesan chat masuk.
Baru saja Vania ingin membuka notif pesan, tiba-tiba layar ponsel beralih menjadi panggilan masuk. Siapa lagi kalo bukan Devan si penelepon itu.
" Hallo, Van?" Sapaan pertama saat Vania membuka sambungan telpon.
"Iya, kenapa Dev? "
" Dari mana aja?" Tanyanya tanpa basa basi, karena setelah Vania tahu Devan, Devan bukan tipe orang yang suka basa basi.
" Baru selesai mandi, tadi abis les kan. Ada apa emang nya?"
" Aku khawatir." Ucapnya diseberang sana membuat Vania tersenyum.
" Aku nggak apa-apa kok." Balasnya, " Udah dulu ya, Dev. Aku mau istirahat." Lanjutnya lagi.
" Padahal aku masih kangen."
"Besok juga ketemu kan."
" Oke, oke.. selamat malam Vaniaku."
" Malam Dev."
Setelah Vania memutuskan panggilan telepon, ia melihat Lyla yang sudah ditempatnya dengan senyum-senyum tidak jelas kearahnya.
Vania menyergit. " Lo kenapa?" Tanyanya melihat sikap Lyla yang sangat horor dengan senyumannya itu.
" Devan, sweet banget ya?" Ujarnya sambil memainkan kakinya.
" Kepo banget sih." Balas Vania, memutar bola matanya malas.
" Kaya Rakha ya?"
" Beda,Ly."
" Sama-sama dikit lah." Balas Lyla, " Rakha juga kan orangnya ganteng-ganteng gemes gitu."
" Sejak kapan yang suka sama gue jelek-jelek?" Ucap Vania sombong.
" Kampret ya lo, Van." Kesal Lyla.
Vania tertawa mendengar ucapan Lyla. " Udah ah, gue capek. Tidur dulu ya." Ujar Vania menarik selimut. " Jangan lupa jaga rumah yang bener."
" Please, Van. Gue bukan satpam." Ujar Lyla jenggah.
" Sekalian sih, Ly." Dan setelah itu Vania benar-benar memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANIA [Completed]
Teen FictionDari semua cewek didunia ini. Kenapa harus, Vania? . . . . Ayo yang penasaran harus baca yaa, kenapa harus Vania? Kenapa? Hmm.