Bab 20 🍁

224 21 2
                                    

Setengah enam sore Devan dan Vania sudah ikut dianterian bianglala, ini pastinya paksaan Devan yang tetap kekeuh untuk menunjukan sesuatu pada Vania.

Karna banyak peminat menjelang malam seperti ini membuat anterian panjang sekali. Untungnya mereka berdua sudah memasukin salah satu gondola bianglala itu.

Aksi Devan yang memaksa pada petugas bianglala itu agar hanya ia dan Vania yang menaiki satu gondola itu, tidak ada yang lain. Walaupun petugas tadi sempat menolak, tapi akhirnya petugas itu menyerah dengan paksaan Devan.

" Kenapa emangnya kalo sama yang lain?" Tanya Vania yang sudah duduk didepan Devan.

" Nanti lo nggak dapet feelnya, kalo digabungin sama yang lain." Balas Devan dengan senyum diakhir kalimatnya.

Gondola yang sudah dinaiki mereka berdua pun sudah berputar seiring penumpang yang lain, tepat posisi mereka berdua ada diatas puncak kincir angin raksasa didufan dengan mencapai 30 meter ketinggian.

Vania berdecak kagum, menoleh ke Devan beberapa saat. " Ternyata benar ini sangat indah." Vania tersenyum.

" Sunset itu memang indah, Van. Tapi mereka memiliki beberapa arti." Ucap Devan tanpa menoleh kearah Vania.

" Gue mau memiliki arti diatas bianglala ini sama lo, Van." Lanjut Devan menatap Vania.

" Ini bukan mengungkapan perasaan kan?" Tanya Vania, jujur untuk saat ini ia belum mau menerima siapa-siapa dalam hidupnya.

Devan tersenyum, lalu mengangguk-angguk. " Itung-itung ini latihan, Van."

Vania tersenyum mendengar itu. " Lo sok romantis tau ngga?" Vania mengalihkan membicaraan.

" Permulaan yang sangat bagus bukan?" Ucapnya terkekeh.

●●●

Sejak sepulang dari dufan, Devan menjadi gentar mendekati Vania. Seperti sekarang ini Vania masih sibuk diatas tempat tidurnya sambil memengang ponsel, pastinya sedang sibuk membalas pesan-pesan Devan yang menurutnya terlalu mengganggu minggunya.

" Seneng bener rasanya." Lyla yang masih diatas lemari menatap Vania dengan jengah. " Yang habis ngedate mah beda auranya." Lyla melayang menghampiri Vania.

" Iyalah, nggak kaya lo auranya negatif." Jawabnya sambil mengibaskan rambutnya.

" Sialan." Setelah mengatakan itu Lyla tiba-tiba saja menghilang. Melihat sikap Lyla seperti itu membuat Vania memutar bola matanya malas, enak ya jadi Lyla tiba-tiba muncul tiba-tiba hilang.

Drt.. drt..

Ponsel yang tadi Vania taruh disampingnya bergetar, menandakan telpon masuk.

" Halo mah?" Sapa Vania yang masih duduk bersila diatas tempat tidurnya.

" Apa kabar sayang? Mamah kangen."

" Baik, alhamdulillah. Mamah?"

" Sama baik juga, kamu kapan kesini?"

" Liburan semester ya mah."

" Oke, mamah tunggu ya sayang. Nanti mamah telpon lagi, see you."

" Too Mah." Vania mematikan sambungan telponnya.

Sejujurnya Vania sangat rindu sekali kehangatan keluarganya seperti dulu, saat-saat keluarganya masih harmonis, sata semua yang dilakukan Vania membuat Papah dan Mamahnya bangga. Bukan, bukan sekarang tidak bangga. Mereka masih bangga dengan perkembangan Vania yang tidak berubah sedikitpun. Hanya saja Vania harus mengerti bahwa kedua orang tuanya sudah tidak bisa bersama lagi. Dan mengharuskan Vania merelakan kepergian Mamahnya yang memilihi meninggalkan indonesia dan pulang kekampung halamannya.

Vania masih asik dengan acara melamunnya, tibatiba suara yang membuatnya jengah membuyarkan lamunannya.

" Bisa ngga sih lo, kalo dateng permisi dulu. Jangan kaya cowok jaman now yang tiba-tiba dateng tiba-tiba hilang kaya jailangkung." Decih Vania menatap Lyla dengan tak suka, siapa yang suka coba? Tiba-tiba mahkluk seperti Lyla mengeluarkan ketawa yang paling legend.

" Lo yang dipanggil-panggil daritadi ngga nyaut!"

" Ada apa emangnya?"

" Itu tuh, gebetan lo telponin mulu." Lyla menunjuk ponsel Vania dengan dagunya. " Kalau gue bisa pegang tuh beda udah gue yang angkat kali."

Ternyata besar ponselnya sekarang menampilkan sosok nama Devan dengan layar kedap kedip.

"Berisik!" Ucap terakhir Vania sebelum mengangkat telpon dari Devan. Dan menjauh dari Lyla.

Disinilah sekarang Vania duduk dijendela kamar rumahnya, menghadap balkon kamarnya.

" Hallo?" sapa Vania, ia sekarang sudah duduk dibalkon kamarnya.

" Hai, Van. Sibuk ya?" tanya Devan di sebrang sana.

Vania menggeleng, seakan Devan bisa melihat gerakannya. Lalu berucap. " Enggak, kenapa tuuh?"

" Gapapa sih." Jawab Devan terkekeh, " Ini memang terlalu lebay sih, Van. Tapi kayanya gue nggak bisa tanpa balasan chat lo." lanjutnya.

Mendengar ucapan itu dari Devan membuat Vania tertawa. " Besok disekolah juga ketemu kan?"

" Iya sih, gimana besok gue jemput sekolah?" Tawar Devan yang selalu ia semogakan dengan jawaban 'iya' dari Vania.

" Boleh deh, tempat biasa ya."

" Siap bos." Devan seperti semangat dengan jawaban Vania itu.

" Udah kan? Bye, Van." Belum sempat Devan menjawab Vania sudah mematikan sambungan telponnya.

●●●

Maaf ya ini memang terlalu lama ngaret uploadnya;(, terima kasih yang masih setia menunggu Devan dan Vania *lupluplup 😘😘😘😘
Doakan saja semoga gue ngga males-males buat update yaa..

Mohon maaf semuanyaa🙏🙏🙏

Jangan lupa Vote dan komen ya❤❤❤- Devan.



DEVANIA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang