4. Third

965 105 10
                                    


Yang diinginkan tak didapatkan. Nyatanya kenyataan yang pahit yang didapat. Seperti mimpi buruk di siang hari, seperti tak memiliki harapan lagi. Itulah yang dirasakan seorang Lee Daehwi.

Jihoon segera bergegas menuju tempat Daehwi, gadis itu kira-kira sebelas menit yang lalu menerima pesan dari Daehwi agar menyusulnya di tempatnya.

Sekitar dua puluh menit Jihoon sampai di tempat yang dikirimkan Daehwi tadi. Maklum saja jarak rumah Jihoon sampai alun-alun kota lumayan jauh.

Untung saja tadi Jihoon mendapatkan pesan dari Daehwi saat ia usai pulang kerja.
Jika tidak mungkin Daehwi bisa nunggu lama.

Daewhi tengah duduk di trotoar alun-alun, Jihoon pun segera duduk disampingnya. Tetapi keduanya sama-sama diam. Tak ada pembicaraan yang keluar dari mulut kedunya, hingga Jihoon mendapati Daehwi yang tengah berdiri lalu menoleh kearah Jihoon.

"Sepuluh kali putaran tak membuat mu libur bekerja kan?"

Jihoon menggeleng, lalu berdiri. Tangannya memeluk leher Daehwi lalu mengusak pelan rambutnya.

"Tentu saja tidak, lu lupa ya kalau gue kuat?"

Jihoon langsung berlari meninggalkan Daehwi yang masih terdiam disana. Lalu, ia merasakan tangan kecil memegang lengannya.
Keduanya berlari bersama, masih saja tak ada pembicaraan selain yang tadi.

Jihoon sendiri juga memilih diam, tiga tahun ia mengenal Daehwi meski baru setahun ia dekat lagi dengan Daehwi. Tapi, ia sudah tahu gerak gerik Daehwi. Ada apa dengan Daehwi, apa yang terjadi dengannya ada masalah apa. Ia juga tahu dari tadi Daehwi diam karena ingin membicarakan masalahnya tapi enggan karena bingung dari mana ia harus bercerita. Jihoon paham dan ia akan menjadi pendengar yang baik, teman yang bisa diandalkan, teman yang bisa dijadikan pelarian saat susah, teman yang bisa memberikan pencerahan dan nasihat. Karena jika sudah saatnya Daehwi pasti akan berbicara sendiri, ia tak ingin membuat sahabatnya itu risih dengannya karena hal sepele.

"Huhhhh"

Helaan nafas Daehwi terdengar berat dan lelah, entah karena kecapaian berlari atau karena yang lainnya.

Daehwi duduk disamping Jihoon, keduanya berada disebuah kafee dekat alun-alun kota. Mereka baru saja jalan jalan sore.

Bukan jalan jalan, tapi berlari tepatnya.

"Ada masalah?"

Jihoon bukan orang bodoh yang tak tahu perasaan perempuan disampingnya.

"Kalau disuruh milih Ayah apa Ibu?"

Jihoon tersentak, apa maksudnya. Tapi Jihoon sadar kemudian tersenyum.

"Aku pribadi gak ada yang aku pilih, tahu sendirikan orangtua ku kaya apa?"

Jihoon menerawang kisah hidupnya. Bayangan Ibunya yang membuatnya muak dan bayangan Ayahnya yang sudah membuatnya sedikit kecewa.

"Mereka akan berpisah" lirih Daehwi

Jihoon menganga kaget, tapi sedetik kemudian ia tersenyum seperti biasa. Bukan maksud menyindir tapi ia bermaksud untuk membuat atmosfer lebih baik.

"Kapan?"

Daehwi menahan nafasnya, lalu menghembuskan nafasnya kasar. Ia bermaksud untuk menenangkan dirinya.

"Entah, mungkin secepatnya"

"Lalu? Mereka bingung mengambil hak asuh mu?"

That Is RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang