12. Eleventh

538 74 2
                                    


Jihoon dan Guanlin kini duduk di kursi pondokan kecil yang sengaja dibuat khusus untuk diduduki oleh para pengunjung taman ini, diatasnya juga ada atap untuk melindungi diri jika terjadi hujan seperti ini. Mereka sengaja berteduh disana, karena hujan semakin deras.

Iya, setelah Jihoon memukul Baejin tadi, ia menarik Guanlin untuk cepat pergi dari sana. Guanlin pun hanya menurut saja, demi Tuhan rasanya bibir Guanlin seperti dibelah menjadi dua dan rasanya kepalanya sangat berat. Ingin rasanya ia mengaduh sakit tapi karena tatapan Jihoon yang sayu dan terlihat khawatir membuatnya diam saja.

"Kamu gak papa kan?" ujar Jihoon seraya meremat ujung baju Guanlin, ia tak mau menatap kearah Guanlin takut jika lelaki itu memarahinya karena telah berkelahi dengan Baejin tadi.

"Udah Kak gak papa kok"

Jihoon mendongak, menatap dalam mata Guanlin. Pandangannya lalu tertuju pada bibir Guanlin yang sobek tadi.

"Gak usah sok kuat, aku tau kalau itu sakit" Jihoon memencet pelan sudut bibir Guanlin membuat sang empu mengaduh kesakitan.

"Ahhh Kak sakit. Aku tuh nahan nahan dari tadi,  eh kakak malah neken. Kan sakit"

"Makanya gak usah sok kuat, mana obat yang aku beli tadi aku kasih ke Hyungseob lagi. Mana sekarang hujannya gede banget, aku adanya plester tapi kalau luka diplester yang ada nanti nambah parah..." Jihoon mengecek semua kantung celananya dan hanya menemukan satu plester bergambar dinosaurus. Bibirnya ia majukan kedepan.

"...terus ngapain Baejin tadi gak kamu lawan? Bosan hidup ya? Sini aku bunuh sekalian. Mau sok jadi apa sih?! Baejin juga ngapain sok-sok an jadi sok suci, dulu aja dengan gamblang selingkuh didepan gue" lanjutnya. Ia kemudian melirik ujung bajunya, senyumnya mengembang lalu disobeknya ujung bajunya.

"Ehh kak jangan disobek, please entar pada ngira aku ngapa ngapain kakak lho" Guanlin panik sendiri karena ulah Jihoon sementara Jihoon malah berdiri dan mendahi tetesan air hujan ditangannya.

"Gak tau deh steril apa gak, yang jelas gini aja biar bekas darah kamu yang mengering ilang" Jihoon duduk dan langsung membersihkan bekas darah disudut bibir Guanlin. Sementara Guanlin hanya menatap Jihoon penuh arti.

"Kak salah gak aku mikir ini adalah tanda bahwa kakak buka hati ke aku?"

Jihoon menautkan alisnya, kemudian ia tersenyum dan mencium kilat bibir Guanlin.

"Satu kecupan mungkin bisa buat bibir kamu gak sakit lagi" bukannya menjawab pertanyaan Guanlin Jihoon malah ngomong ngelantur. Tapi Guanlin juga suka perlakuan Jihoon kedia.

"Modus ah kakak, tapi kak. Jujur aku seneng kakak perhatian gini ke aku. Tapi kalau boleh jujur juga aku gak suka kakak pukul pukul kaya tadi, gak suka aja lihat kakak jadi liar gini" Guanlin sedikit meringis karena denyutan dikepalanya semakin menjadi, faktanya pukulan Baejin tadi memang tidak main-main. Apalagi sejak awal memang Guanlin sudah pusing ditambah dengan pukulan Baejin jadi tambah parah.

"Guan, are you okay? Kamu bisa denger aku?" Jihoon panik sendiri karena tiba-tiba Guanlin memegangi kepalanya.

"Bisa kok Kak, cuma pusing dikit beneran deh"

"Sini nyandar di aku" Jihoon meraih kepala Guanlin lalu meletakkannya pada pundaknya.

"Aku gak papa kak, cuma nyeri aja dikit gini nanti pasti sembuh kok" ujarnya serak, ia menyembunyikan kepalanya pada perpotongan leher Jihoon. Sebenarnya Jihoon geli tapi ia menahannya karena ia tahu Guanlin seperti ini karena dia, Baejin tak mungkin memukul Guanlin kalau saja bukan karena dia.

"Kalau udah reda pulangnya, kayanya kamu deman deh. Kemarin pulang sekolah hujan hujanan kan?" Guanlin mengangguk, Jihoon dapat merasakan deru nafas Guanlin yang hangat dilehernya

That Is RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang