Lampau

263 31 0
                                    

Hidup sebagai seorang yatim piatu membuat Yoongi terbiasa sendiri dan menutup diri. Kenangan masa kecilnya tak terlalu bagus untuk dikenang. Tapi juga tak terlalu buruk hingga sayang untuk dilupakan.

Saat kecil, ketika kedua orang tuanya masih hidup, Yoongi selalu menempel pada sosok ibunya. Ayahnya jarang di rumah hingga ia kurang mendapat perhatian dari sang ayah.

Usianya 13 tahun. Saat itu musim dingin dan ia baru pulang dari rumah sang paman bersama kedua orang tuanya. Sebenarnya ia lebih suka bergelung di balik selimutnya daripada menghabiskan waktu di dalam mobil dalam cuaca sedingin itu. Ditambah lagi salju sedang turun dengan derasnya.

Jika bukan karna sang ayah, ia pasti sudah menolak keras ajakan itu. Ayahnya beralasan, setelah perjalanan itu beliau akan pergi lagi untuk waktu yang lama. Ia ingin berlibur sebentar bersama keluarganya. Menengok adik lelakinya dan makan malam bersama keluarga besarnya.

Dan setelah kunjungan itu sang ayah benar benar pergi untuk waktu yang lama. Bersama ibunya.

Salju yang turun menyebabkan jalanan menjadi licin dan jarak pandang memendek. Semua terjadi begitu cepat hingga Yoongi sulit mencerna apa yang terjadi. Ia hanya ingat, ia melihat kedua orang tuanya bersimbah darah dan ia tak mampu menggerakkan tubuhnya. Hingga gelap menyergapnya.

2 minggu kemudian ia sadar dari tidur panjangnya. Menghadapi kenyataan bahwa kini ia resmi menjadi seorang yatim piatu. Dan tak sempat memberi penghormatan terakhir kepada kedua orangtuanya.

Yoongi merasa kehilangan dunianya. Tapi itu tak membuatnya jatuh begitu saja. Ia memutuskan pindah ke Seoul. Meninggalkan kenangan pahitnya di Daegu. Ia menjadi tertutup. Dingin. Seolah tak memiliki perasaan.

Dan kini ia melihat Minju. Entah beruntung atau sial, bocah itu membuatnya teringat pada masa lalunya. Setidaknya ia sempat merasakan memiliki keluarga utuh. Tak seperti Minju yang harus hidup hanya dengan sosok ayah sejak usianya masih terlampau muda.

Ia takut hal itu akan mempengaruhi psikologis si bocah. Bagaimanapun juga, hidup hanya dengan sosok ayah sedari kecil bisa membuat psikologis anak terguncang. Meski tak semua berakhir seperti itu.

Tapi melihat bagaimana Jimin menyayangi dan merawat Minju layaknya seorang ibu membuat kekhawatiran Yoongi sedikit berkurang.

Dan saat ia tengah asyik dengan lamunannya, bahunya ditepuk oleh seseorang.

"Berhenti melamun Yoon. Pena itu tak akan bergerak sendiri jika tak kau gerakkan."

"Ah, maaf sajang-nim. Aku sedang tak fokus tadi."

"Berhenti memanggil ku begitu Yoon. Cukup panggil aku Namjoon. Aku merasa risih jika mendengar mu memanggilku seperti tadi." Namjoon bergidik geli. Meski ia adalah atasan Yoongi, tapi Yoongi adalah salah satu orang kepercayaan Namjoon. Dan salah satu teman baiknya diluar kantor.

"Kau mencariku?"

"Tidak. Aku hanya tak sengaja melihatmu melamun tadi. Apa yang sedang kau pikirkan?" Namjoon duduk berhadapan dengan Yoongi. Menikmati kopi yang dibawanya sejak tadi.

"Tak ada. Tiba tiba teringat masa lalu saja."

"Jangan bohong Yoon. Aku melihat mu dari tadi. Selama aku mengenalmu, belum pernah kulihat kau berekspresi seperti tadi."

Yoongi mengangkat sebelah alisnya. Menatap Namjoon penuh tanya. Memang ekspresi apa yang diperlihatkannya tadi?

"Kau awalnya tersenyum. Lalu aku melihat ada kesedihan diwajahmu. Sesaat kemudian kau terlihat khawatir dan yang terakhir kau terlihat seperti ada sebuah beban yang berhasil diangkat dari pundakmu. Jadi katakan. Siapa dia?"

"Dia?"

Namjoon mengangguk singkat. Meminum sedikit kopinya sebelum melanjutkan pertanyaannya.

"Dia. Yang sedang kau pikirkan. Yang membuat wajah kaku dan dinginmu mendadak bisa berekspresi sebanyak itu dalam satu waktu. Aku mungkin tak tau masa lalu seperti apa yang kau bilang tadi. Tapi aku merasa bahwa masa lalu itu ada hubungannya dengan seseorang dimasa kini."

Yoongi terdiam. Ia tau tak mungkin menyembunyikan hal apapun dari atasannya ini. Namjoon adalah pria yang sangat kritis dan cerdas. Dan sialnya, Yoongi harus bertemu dengan Namjoon disaat seperti ini.

Yoongi menghela nafas pelan. Mustahil baginya untuk berbohong sekarang. Apalagi ia sudah tertangkap basah.

"Aku memikirkan anak kecil yang dibawa Jimin-shi kemari tempo hari."

"Ah. Maksudmu Kim Minju?"

"Kau mengenalnya?" Namjoon mengangguk.

"Aku mengenal Hoseok cukup lama. Sejak ia mulai membangun sekolah tarinya. Aku juga tau sedikit tentang Minju karena anak itu selalu menempel pada Jimin saat Jimin mengajar di sekolah tari milik Hoseok." Yoongi mengangguk paham. Pantas saja Jimin bisa dan mau bergabung dengan agensi milik Namjoon. Ada campur tangan orang dalam ternyata.

"Aku juga tau kalau cepat atau lambat Minju akan kesini. Anak itu benar benar tak bisa lepas dari Jimin terlalu lama. Padahal Jimin bukan ayah kandungnya."

Yoongi mengangguk, menyetujui ucapan Namjoon. Terlihat dari bagaimana Minju selalu bisa menemukan Jimin dimanapun dan dari sikap Jimin saat menghadapi bocah aktif itu.

"Kau sendiri terlihat dekat dengan Jimin dan Hoseok." Lanjut Namjoon.

"Aku satu sekolah dengan mereka saat SMA dulu. Aku dulu cukup dekat dengan Taehyung, sahabat Jimin dan Hoseok." Namjoon mengangguk paham. Sementara Yoongi kembali terseret ke memori masa lalunya.

Saat mereka dulu cukup dekat. Hingga membuatnya terlalu berani mengambil langkah yang pada akhirnya menorehkan luka cukup dalam di hatinya.

Cukup dekat hingga tanpa sadar, mereka telah saling menancapkan pisau ke jantung masing masing.

TBC

The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang