Semua terasa abu abu bagi Jimin. Ia tak lagi bisa melihat semua hal disekitarnya dengan baik. Begitu kabur. Bahkan hitam dan putih pun terasa bercampur bagi Jimin.
Belum lagi fikirannya yang terasa kosong. Ia hanya melamun tapi tak ada yang ia lamunkan. Hidupnya hanya terasa untuk bernafas dan makan.
Tak ada tujuan.
Setidaknya, ada beban yang mulai terangkat dari pundaknya. Ia tak lagi di bayang bayangi berbagai rasa bersalah.
Satu satunya perasaan yang ia rasakan hanyalah jijik. Pada dirinya sendiri.
Ingatan akan perbuatan ayahnya seketika terlintas di kepala Jimin.
Ia menjerit keras. Berusaha menepis ingatan itu. Rambutnya di cengkeram kuat. Tak peduli pada rasa sakit dan perih di kulit kepalanya. Ia hanya ingin ingatan itu pergi. Jimin terus berteriak. Menendang apa saja di depannya. Membuatnya terjatuh dari ranjang rumah sakit.
Tapi ia tak peduli. Rasa jijik pada dirinya sendiri begitu besar seiring ingatan itu melintas. Jimin bahkan mulai memukul mukul kepalanya. Dengan tangan dengan tiang infus di sebelahnya atau pada lantai. Pada apapun yang bisa dijangkaunya.
Suara pintu yang terbuka tergesa juga teriakan panik tak lagi di gubrisnya. Tubuhnya ditahan beberapa orang. Tenaganya kalah kuat. Ia berusaha berontak namun tak mampu melepaskan diri. Hingga ia merasa ada yang menusuk lengannya. Kesadarannya mulai terenggut secara perlahan hingga akhirnya ia benar benar terlelap.
Taehyung jatuh terduduk di lantai setelah selesai memindahkan tubuh Jimin ke atas ranjang. Ini salahnya. Tak seharusnya ia pergi meninggalkan Jimin sendirian. Tidak dengan kondisi Jimin yang masih rawan.
Ia tak bisa cepat bertindak saat Jimin mulai kambuh. Membuat Jimin kini menderita beberapa luka memar dan sobek di wajah serta kepala. Beberapa helai rambutnya bahkan rontok.
Jimin terlihat begitu kacau. Sahabat yang identik dengan senyum malaikatnya itu kini begitu terluka. Wajahnya dingin, tatapannya kosong. Tak ada lagi senyum disana. Hanya ada rasa sakit yang begitu kentara.
Tim dokter berlalu dari ruangan setelah selesai menangani Jimin. Penjelasan dokter bagai angin lalu bagi Taehyung.
Persetan dengan itu. Satu hal yang ia tau. Jimin belum juga menunjukkan tanda tanda membaik.
Ia masih sering histeris. Bahkan intensitasnya makin bertambah belakangan ini. Tak lama terdengar suara pintu di buka. Membuyarkan lamunan Taehyung.
Taehyung sontak berdiri hendak mengusir sosok yang muncul di balik pintu. Hingga suara penuh rasa sakit terdengar di gendang telinganya.
"Aku tau semuanya."
Sosok itu maju perlahan menuju tempat Jimin terlelap. Mengusap wajah itu perlahan. Sangat hati hati. Takut membangunkan si kesayangan yang baru saja tenang.
Taehyung hanya terdiam. Membiarkan sosok itu berlalu melewati tubuhnya. Jika dia tau senua yang terjadi pada Jimin, maka tak ada lagi alasan bagi Taehyung untuk menahannya.
Sang kakak pasti tau apa yang harus dilakukan.
"Maaf. Maaf karena aku datang terlambat. Maaf karena aku justru memilih larut dari kesedihan sedang kamu tengah di dera sakit di sana. Maaf tak bisa memegang janji untuk melindungimu. Maafkan aku sayang. Maaf." Perlahan, Jungkook meraih tangan Jimin. Menggenggamnya lembut. Ia berlutut di samping ranjang Jimin. Kakinya terasa begitu lemas.
Dunianya hancur. Karena sosok terkasihlah dunia miliknya.
Airmatanya tak henti mengalir. Ini lebih menyakitkan dibanding saat ia kehilangan Jimin dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day
FanfictionYoongi dan Taehyung yang harus kehilangan cinta pertama mereka. Jimin dan Jungkook yang tak bisa mengalahkan ego mereka. Saat semua menjadi semakin rumit, akankah ada hari baru untuk mereka melangkah lagi?