Kumohon, jangan

255 32 1
                                    

Taehyung nyaris terkena serangan jantung saat membuka pintu apartemen pagi itu.

Awalnya ia berencana membawa Minju untuk belanja bulanan ke supermarket menggantikan Jimin yang tengah lembur di akhir pekan. Saat ia selesai merapikan pakaian Minju yang sedikit berantakan setelah sarapan, seseorang menekan bel apartemennya.

Dan ia langsung membuka pintu tanpa melihat sejenak siapa yang berkunjung.

Ia menyesali tingkah cerobohnya kini ketika tau yang ada dihadapannya saat ini adalah sang kakak. Jeon Jungkook.

Taehyung mencoba bersikap biasa dan mempersilahkan Jungkook untuk masuk. Meski ia tengah ketakutan dan gugup setengah mati.

"Kapan hyung sampai? Kenapa tak memberi kabar? Aku kan bisa menjemput di bandara." Taehyung mencoba memecah keheningan. Sejak awal, Jungkook hanya diam. Tak berekspresi sedikitpun. Bahkan saat Minju menyapa pun ia hanya memberi anggukan kecil.

Pikiran Taehyung berkecamuk. Kakaknya tak biasa bersikap seperti ini.

Jungkook masih diam. Entah karena tak mendengar atau tak tertarik dengan pertanyaan Taehyung. Pandangannya menelusuri tiap sudut ruang tamu apartemen itu. Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat dapur dan ruang makan yang menjadi satu di sebelah kanan, tanpa ada pembatas apapun. Ruang makan sendiri hanya terdiri dari sebuah meja bundar dengan 4 kursi yang mengelilinginya.

Di depan nya terdapat 4 ruangan yang terlihat seperti kamar. Kamar pertama ia yakin milik Minju karna tadi ia melihat Minju masuk kesana. Di sebelahnya ia yakin itu bukan milik adiknya. Taehyung mana mungkin meletakkan karpet bulu lembut di depan pintu kamarnya.

Pandangannya terus bergerak menuju ujung apartemen. Ia melihat pintu kecil disana. Sepertinya itu kamar mandi.

"Apa kau hanya tinggal dengan Minju disini?" Jungkook akhirnya bersuara. Ekspresinya terlihat mulai melunak. Dan itu membuat Taehyung bisa kembali bernafas yang tanpa sadar telah ditahannya sejak pertanyaannya diabaikan.

Ia mencoba terlihat serileks mungkin. Tak dipungkiri, ada berbagai pemikiran merangsuk masuk ke otaknya. Membuat rasa gelisahnya kian menjadi.

"Hm. Aku hanya tinggal dengan Minju. Tapi Hoseok sesekali datang kesini menengok Minju. Makanya dia punya kamar sendiri di sini." Taehyung tak sepenuhnya bohong. Salah satu kamar di apartemen itu memang di sediakan untuk Hoseok.

Jungkook mengangguk takzim. Terlihat seperti berpikir lalu melayangkan pertanyaan berikutnya. "Tapi kenapa letaknya tepat di samping kamar Minju?"

"Ah, itu kamarku hyung. Mana mungkin aku membiarkan Minju tidur jauh dariku." Keringat dingin mulai menetes dari pelipis Taehyung. Ia tak pernah biasa berbohong pada keluarganya.

"Apa kau menyewa pembantu?" Pertanyaan acak kembali dilontarkan Jungkook. Taehyung masih belum bisa menebak kemana arah pembicaraan kakaknya. Ia makin gelisah, takut dan bingung harus bersikap bagaimana.

"Memangnya kenapa?" Taehyung mencoba mengontrol suaranya. Berusaha agar suara yang keluar terlihat bergetar.

"Apartemen ini terlihat sangat rapi untuk ukuran seorang duda beranak satu yang sangat sibuk sepertimu."

"Ah, iya. Biasanya ia hanya bekerja dari senin sampai sabtu saja. Tak menginap disini. Setelah tugasnya selesai dia langsung pulang dan kembali kesini keesokan harinya."

Jungkook menghela nafas berat. Ekspresinya kembali seperti semula. Terasa dingin dan juga kaku. Tubuhnya yang semula bersandar pada sofa ditegakkan. Matanya menatap lurus ke arah Taehyung.

"Kau menjadikan calon kakak iparmu sebagai pembantu?"

Ketakutan Taehyung menghilang seiring pertanyaan itu terlontar. Digantikan dengan ketidaktahuan dan rasa bingung yang amat kentara. Ia balas memandang Jungkook polos. Seolah ia hanya anak usia 5 tahun yang di beri pertanyaan berat oleh orang tuanya.

The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang