"Jadi, bisa jelaskan ke ayah kenapa anak ayah yang tampan ini menolak untuk sekolah?" Ini sudah hampir 1 jam lamanya Taehyung membujuk Minju tapi bocah itu masih bergeming.
Saat ia sampai di apartemen Jimin, ia langsung dihadapkan pada keluhan Jimin mengenai putra itu. Ini pertama kalinya Jimin mengeluh tentang Minju. Tak biasanya dan aneh sekali. Maka dari itu, tanpa membuang waktu ia langsung menghampiri dan mencoba mengajak bicara putranya. Tak peduli pada koper yang ia tinggalkan di ruang tamu atau dirinya yang belum sempat ganti baju serta istirahat.
"Hei jagoan. Kenapa hem? Minju tak kasihan pada mama? Kalau Minju begini terus nanti mama bisa sedih sayang." Taehyung mengelus rambut Minju pelan. Berusaha meluluhkan hati Minju lewat usapan serta ciuman ciuman kecil di kepalanya.
Dan sepertinya cara itu berhasil. Entah karna elusan serta ciuman Taehyung atau tentang ancaman sang mama akan sedih. Minju mulai menatap Taehyung dengan mata berkaca kaca.
"Jangan. Hiks. Mama Jimin nggak boleh sedih. Kalau mama sedih, nanti Minju juga akan sedih. Lalu ayah dan daddy juga akan sedih. Hiks." Taehyung tersenyum lembut. Minju memang selalu memanggil Jimin dengan sebutan mama jika ia hanya berdua dengan Taehyung.
"Jadi sekarang jawab pertanyaan ayah. Kenapa Minju menolak sekolah?" Minju diam sejenak. Tangannya memainkan ujung baju. Dengan wajah terlihat sebal serta bibir mengerucut ia menjawab.
"Habis nanti kalau Minju sekolah Minju jadi jauh dari mama. Trus nggak bisa liat mama nari. Nggak bisa manja manjaan sama mama lagi. Nanti Minju bakal kesepian kaya dulu lagi. Hiks." Kalimat minju melemah diakhir. Bahunya terlihat bergetar tanda ia sedang mencoba menahan tangis. Ia masih ingat saat di Gwangju dulu ia sering dititipkan ke day care saat Jimin tengah sibuk mengejar sertifikat mengajarnya, dan Hoseok yang tengah memperluas sekolah tari miliknya. Begitupun Taehyung yang tengah disibukkan dengan proyek besar di kantor tempat ia bekerja.
Ia kesepian saat itu karna tak ada satupun anak yang mau berteman dengannya hanya karna ia memiliki 3 ayah dan tak memiliki ibu. Saat pulang ke rumah pun ia tak bisa bermanja pada ketiga ayahnya karna mereka pun sudah sangat lelah.
Ia tak masalah jika ia tak memiliki teman. Tapi ia benci jika diacuhkan oleh ayah ayahnya. Mengingatnya saja ia tak mau. Apalagi jika harus mengalami lagi.
Taehyung tau apa yang dipikirkan putranya. Dengan lembut ia membawa sang putra ke pangkuannya dan memeluk Minju hangat. Sebenarnya itu juga salahnya karna terlalu sibuk. Ia tak bisa menyalahkan Jimin maupun Hoseok atas kesibukan mereka. Ia yang lalai dalam memperhatikan Minju.
"Minju dengar ayah baik baik ya. Minju tak perlu takut nanti kesepian. Ayah janji ayah akan selalu meluangkan waktu untuk Minju. Begitu pula mama. Kami akan bergantian mengantar jemput Minju dan makan siang bersama Minju. Lagi pula nanti Minju di sekolah hanya sampai siang saja. Setelah makan siang, Minju bisa ke tempat mama. Ayah janji, kejadian yang dulu tak akan terjadi lagi."
Minju mendongak. Menatap wajah ayahnya dengan mata sembab dan aliran air mata di pipinya. Serta hidung merah yang membuat ia justru terlihat menggemaskan.
"Ayah janji?"
"Hem, janji."Minju mengangkat kelingkingnya. Pinky promise. Teahyung menautkan kelingkingnya pada kelingking mungil Minju lalu membawanya ke depan dada. Hal yang selalu mereka lakukan untuk mengikat janji.
"Ayah janji dan janji ini sudah diikat." Minju tersenyum lega. Ia kembali memeluk Taehyung dengan erat. Taehyung membiarkan keheningan menyelimuti mereka. Toh ia lebih suka suasana seperti ini. Saat dimana ia dan putra nya saling menyalurkan kasih sayang lewat pelukan atau kontak fisik kecil lainnya.
"Jadi, jagoan mau sekolah kan?" Taehyung memecah keheningan itu. Minju mengangguk dengan semangat. Ia yakin bahwa semuanya akan baik baik saja seperti kata ayahnya. Ia percaya ayahnya karna ia tau ayahnya tak akan pernah mengecewakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Day
FanfictionYoongi dan Taehyung yang harus kehilangan cinta pertama mereka. Jimin dan Jungkook yang tak bisa mengalahkan ego mereka. Saat semua menjadi semakin rumit, akankah ada hari baru untuk mereka melangkah lagi?