4. Garing

77 12 0
                                    

Hari ini aku malas untuk masuk sekolah, banyak sekali tugas yang sudah pasti di beri oleh guru. secara, pelajaran hari ini guru Killer semua. aku sengaja datang lebih telat dari biasanya. masabodo jika ia akan di kenakan hukuman.

Benar saja, kelas sudah ramai dan aku beruntung karena Bu Firda guru Bahasa indonesia belum berada di ruang kelas.

"Selamat," ucapku pelan dalam hati, aku segera menyimpan tas gendongku.

Aku celingukan mencari Fakih, ia belum datang. oke, itu memang kebiasaannya aku tak mau ambil pusing.

Kali ini Fakih juga selamat dari hukuman, karena sebelum bu firda datang ia sudah lebih dulu duduk di sampingku.

"Lho ko enggak bangunin gue sih? gue kesiangan jadinya." Fakih mengomel, nafasnya terengah-engah. mungkin saja dia berlari dari parkiran menuju kelas.

"Lo punya nyokap, ngapain juga minta bangunin sama gue." Ucapku sinis pada Fakih. percayalah, itu hanya trikku saja pura-pura acuh pada Fakih, jika tidak seperti itu Fakih akan semakin mudah menebak.
Raut wajah Fakih kemudian suram, ada kesedihan yang ia tutupi. tapi tidak diketahui oleh siapapun.

Aku merasa khawatir tadinya ingin segera bertanya. tapi, bu firda sudah masuk dan duduk di depan dengan wajah garang. aku kembali mengurung kan niatku untuk bertanya.

Pelajaran B.Indonesia berjalan seperti biasanya. diakhiri pelajaran Bu Firda memberikan tugas.

Aku kesal, karena lagi-lagi satu kelompok dengan Fakih. "Lo lagi." Aku menggerutu karena kesal, sudah di pastikan bahwa yang mengerjakan tugas hanya aku. Fakih? dia hanya terima beres.

"Kerjain yah cantik." Dia mengusap kepalaku.

"Ogah, gantian dong. masa setiap gue satu kelompok sama lo gue terus yang ngerjain tugas." Aku kesal pada Fakih. lelaki itu selalu saja membuat kesal.

Fakih tertawa melihatku yang sedang kesal sendirian. "Gue enggak ngerti tugasnya." ucapnya tanpa dosa.

"Nama lo kan Fakih Aksara, seharusnya lo tuh pinter dalam bidang bahasa." Aku semakin gregetan pada Fakih, apalagi ketika dia mentertawakanku.

"Apa hubungannya pelajaran B.Indonesia sama nama gue?" ia menunjukan dirinya sendiri. "Si Candra aja namanya kayak penulis, tapi dia enggak jago nulis tuh kayak Boy Candra." Fakih selalu bisa mengelak.

"Untung gue cinta sama lo, kalau enggak cinta udah gue ancurin muka lo Kih."

"Garing," Aku berdiri ingin meninggalkan Fakih, karena berdebat dengannya tidak akan pernah ada ujungnya.

Fakih juga ikut berdiri, "Kemana?"

"Bukan urusan lo." aku berjalan lebih cepat meninggalkan Fakih.

"Urusan lo, urusan gue juga. gue enggak mau lo Kenapa-napa kalau ke kantin sendirian." Fakih sudah berjalan tepat di sampingku.

Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Fakih barusan.

-Percayalah, pura-pura kesal pada orang yang kita sayang itu jauh lebih menyakitkan-

FakihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang