8. Diam

54 11 0
                                    

Aku menghela nafas panjang, tubuhku telah bersandar pada bangku panjang yang ada di depan kelas. Aku menyimpan pop ice rasa Avoccado capuccino yang tinggal setengah.

Setelah kejadian di UKS kemarin, hubungan aku dan Fakih jadi semakin renggang. jika biasanya aku dan dia berantem hampir setiap waktu ketika bertemu. kali ini tidak, Fakih hanya diam.

Saat jam pelajaran berlangsungpun aku merasa sangat tidak nyaman, karena Fakih hanya diam dan diam.
"Gue heran sama Fakih, Tiba-tiba dia ngediemen gue Fa," Aku menoleh pada Ifa, mencoba mengajak bicara. karena sedari tadi yang dilakukan oleh Ifa hanya membaca Novel.

"Fakih lagi sariawan mungkin, makanya dia diem aja." Ifa menjawab dengan asal, matanya masih fokus pada Novel.

"Ngaco lo," Aku kembali menyedot pop ice.

Ifa menutup Novelnya dan meletakkan Novel tersebut di samping kursi. "Lo punya salah mungkin sama Fakih, makanya dia diemin lo."

"Salah?" Aku aku bertanya, pertanyaan yang lebih mengarah pada diriku sendiri. "Tau ah, gue juga bingung."

"Yaudah sih, lo tuh harusnya bersyukur karena hari ini tuh, Fakih nggak gangguin lo." kata Ifa,

Pendapat Ifa salah, aku malah sedih karena hari ini tidak berantem dengan Fakih, aku rindu Fakih.

"Iyah juga sih," Aku pura-pura setuju dengan apa yang Ifa bilang. padahal dalam hati, aku rindu beradu argumen dengan Fakih.

"Yaudah, gue mau masuk kelas." Ifa membawa kembali Novel yang tadi tergeletak di samping. "Lo mau ikut?" Dia menawariku sebelum benar-benar masuk kelas.

Aku menggeleng, menolak ajakan Ifa. Aku duduk sendirian disini menunggu Fakih. aku mengeluarkan ponsel dari saku baju, memainkannya untuk menghilangkan rasa bosan.

Terdengar suara langkah kaki dari arah timur, aku mendongak mencari sumber suara tersebut. ternyata yang berjalan ke arahku adalah Fakih.

Aku berharap dalam hati, Fakih akan menyapaku atau sekedar memberikan senyum termanisnya.

Harapanku sirna, ketika Fakih berjalan begitu saja melewati aku. seakan-akan tak pernah mengenal aku yang ada di hadapannya.

Bel masuk berbunyi, Aku membuang sampah bekas pop ice kemudian langsung masuk kelas. satu harapanku, Fakih tidak lagi mendiamkanku.

Tapi sayang, harapan aku sirna kembali untuk yang kedua kalinya. Sampai jam pelajaran hampir habispun Fakih tidak mengajakku berbicara. ia benar-benar keterlaluan. mendiamkanku begitu saja.

🍃

-Diamnya orang yang kita sayang selalu menjadikan pertanyaan-

FakihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang