11. Keinginan Fakih

54 12 0
                                    

Sudah dua hari aku tidak melihat Fakih duduk di sampingku. aku semakin khawatir dengan keadaannya. apa jangan-jangan dia sakit?

Bel masuk sudah berbunyi, sekitar lima menit setelah bel berbunyi. seorang guru dengan perawakan kecil sudah berada di dalam kelas dengan buku paket tebal yang ada di atas meja.

"Kita lanjutkan pelajaran kemarin, kalian semua buka LKS halaman 24." Bu Firda sudah menyuruh semua murid untuk membuka LKS. tapi, aku menghiraukan begitu saja perintah yang di berikan oleh Bu Firda.

Aku sudah beberapa kali mendongak kearah jendela, mencari sosok Fakih di lapangan basket. siapa tau Fakih sedang berlari menjalankan hukuman karena terlambat. jarak antara kelas aku dan lapangan memang sangat dekat. bahkan lapangan utama sudah terlihat jelas ketika aku melihat lewat jendela saja.

Entah untuk yang keberapa kali aku mendongakkan kepala kearah jendela, sekarang aku benar-benar melihat Fakih sedang berlari di tengah lapangan dengan terik matahari yang menyinari.

Aku tidak tega melihat Fakih kelelahan seperti itu. tiba-tiba saja ide gila muncul di dalam otakku.

"Bu, Zila izin ke toilet dulu yah." Aku meminta izin pada bu Firda yang sedang sibuk berkutik dengan buku besar dan panjang di hadapannya.

Bu Firda membenarkan letak kecamatanya dan menatapku sebentar. "Masih pagi juga udah ke toilet,"

"Mules bu, Zila belum sarapan." Aku memasang wajah melas pada bu Firda sambil memegangi perutku dengan kedua tangan yang sebenarnya tidak sakit.

"Yaudah buruan, Jangan lama-lama." Akhirnya Bu Firda memberikan izin.

Aku sangat senang mendapat izin dari Bu Firda, mata pelajaran yang Bu Firda ajarkan selalu saja membuatku pusing. itu alasan aku mengapa pergi ke toilet. sebenarnya ada alasan yang lebih penting dari itu. aku ingin segera menemui Fakih.

Dengan tekad yang sangat bulat, akhirnya aku berani menghampiri Fakih yang sedang duduk di bibir lapangan dengan nafas yang terdengar kasar juga jutaan peluh yang bercucuran. membuat rambut ikalnya yang berwarna cokelat terlihat sedikit mengkilap.

"Nih buat lo," Aku menyodorkan minuman dingin untuk Fakih. Aku yakin Fakih akan menolak semua itu, karena sejauh ini hubungan aku dan Fakih belum membaik seperti dulu.

Fakih menatapku sebentar, sebelum akhirnya membuang tatapan itu jauh-jauh. ia kembali menatap lurus kedepan lapangan, seolah menghiraukan keberadaanku begitu saja.

Aku sedih, karena usahaku gagal lagi Fakih masih saha bersikap cuek padaku.

"Thanks," Fakih menerima minuman tersebut, meneguknya hingga habis.

Aku senang melihat Fakih ternyata menerima pemberianku. tidak munafik, senyum di bibirku kembali terukir setelah dua hari yang lalu ia berhasil membuatku sedih dan khawatir.

"Ngapain duduk?" Tanyanya sinis padaku, setelah aku memilih duduk di sampingnya. "Lo masuk gih, nggak baik bohong kelamaan." Ternyata Fakih mengetahui.

Aku menggeleng cepat, "Gue nggak mau masuk, kalau lo nggak masuk." Aku tahu ini salah, karena aku yakin Fakih tidak akan masuk kelas hari ini. karena dia belum mengerjakan tugas yang di berikan oleh Bu Firda. katanya, sekalian di hukum dia tidak ingin masuk kelas.

Fakih berdecak, kemudian menatapku lurus. "Mau gue ajak nakal?" Fakih menaik turunkan alisnya.

Aku hanya diam tak menjawab ucapan Fakih barusan. aku sudah paham dengan apa yang di maksud oleh Fakih.

"Temenin gue bolos yah," Fakih berbicara lagi, kali ini ia menatapku dengan tatapan memohon.

"Kalau lo diem, berarti lo mau." Fakih langsung mengambil kesimpulan, ia menarik tanganku untuk mengikutinya menjauh dari area sekolah.

Entah keberanian darimana, akhirnya aku mengangguk. menyetujui keinginan Fakih untuk bolos.

Aku tidak menolak ajakan Fakih, sejujurnya aku merasa senang karena dengan begini aku bisa mengobati rindu yang sejak kemarin bersarang.

🍃

-Semua yang kamu inginkan aku lakukan. tapi jangan pernah menyuruhku untuk menjauhimu, karena itu semua tidak akan pernah aku lakukan-

FakihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang