12. Bolos

56 11 0
                                    

Aku dan Fakih sudah berada di belakang sekolah, menghadap pagar besar yang menutup area sekolah ini. Aku memandang Fakih sebentar, bertanya bagaimana caranya melewati pagar besar nan tinggi tersebut.

Fakih celingukan mencari sesuatu yang aku tidak tahu. dia menatapku kembali. "Lo naik pundak gue aja yah." ia sudah berdiri membelakangiku, menepuk pundaknya beberapa kali menyuruh aku untuk segera mengikuti perintahnya.

"Lo gila? Kalau gue naik pundak lo, nanti lo ngeliat itu gue." Aku sedikit terkejut dengan perintah Fakih.

"Itu apa?" Fakih membalikan badannya menghadapku, "Gue nggak akan nafsu liat punya lo." Ia tersenyum jahil kearahku.

Aku semakin berigidik membayangkan yang tidak-tidak, "Cowok mana yang nggak nafsu liat cewek secantik gue," Aku berbicara dengan nada percaya diri yang amat tinggi.

"Taik lo, Buruan naik. nanti acara bolos gue terhalang gegara lo." Fakih sudah membalikan badannya lagi membelakangiku ia sudah mulai berjongkok, menyuruhku untuk segera naik.

Dengan hati-hati akhirnya aku mendekat kearah Fakih, "Lo jangan ngintip." Aku memperingati Fakih sekali lagi. bagaimanapun Fakih adalah lelaki normal.

"Nggak nafsu," Fakih berbicara dengan nada meledek.

Dengan gerakan cepat, aku segera menginjak pundak Fakih kemudian Fakih berdiri untuk memudahkan aku meloncat pagar.

Aku dan Fakih sudah terhalang pagar, aku sudah berada di luar area sekolah dan Fakih masih berdiri di dalam area sekolah. "Buruan, kesini!" Aku melototi Fakih dari arah yang berlawanan.

"Gue nggak bisa manjat pagar," ucap Fakih begitu saja. "Lo bolos sendirian aja yah, nggak ada tangga buat ngabantu gue naik nih." Fakih celingukan, entah apa yang sedang di cari lelaki tersebut.

Aku semakin geram dengan ulah Fakih, Bisa-bisanya dia mengajakku bolos dan dengan mudahnya dia bilang bahwa tidak bisa memanjat. keterlaluan memang.

"Gue nggak mau tahu, pokoknya lo harus cepat manjat." Aku menatap Fakih kesal.

Fakih masih saja diam seakan mengisyaratkan bahwa dia benar-benar tidak bisa memanjat. perasaanku sudah mulai tak karuan, aku takut Fakih akan kembali masuk kekelas dan aku tertinggal sendiri disini.

"Itu dibelakang lo ada Pak Nanang, buruan manjat." Aku membohongi Fakih, satu-satunya cara membuat Fakih takut adalah dengan cara menyebutkan nama Pak Nanang, beliau adalah guru kesiswaan yang terkenal dengan kedisiplinannya.

Dengan gerakan cepat Fakih segera meloncat pagar. anggapan ku tentang Fakih bohong ternyata benar. ia memang paling bisa membohongiku, termasuk membohongi perasaan sendiri.

Kedua telapak tangannya mendarat sempurna di atas permukaan tanah dengan posisi tubuh berjongkok. Fakih segera membersihkan tangannya dari tanah. "Lo gila, gue hampir mati denger nama Pak Nanang." terdengar dari nafas Fakih yang tak beraturan.

"Lo sih, hobi bohong. di bohongin balik mah ciut." Aku mengejek Fakih.

"Gue nggak pernah bohong." Fakih menekankan kata-katanya. "Apalagi soal perasaan." Fakih berkata lagi.

Kalimat terakhir Fakih membuat aku mengalihkan perhatian ku. "Emang punya perasaan?"

"Fakih juga manusia, punya rasa punya hati jangan samakan aku dengan pisau belati." Fakih malah membalas ucapan ku dengan nyanyian milik grup band Seurieus.

"Nggak waras lo." Aku menutup mulut Fakih dengan tangan, menyuruh dia untuk diam, karena suara Fakih terdengar lebih mirip suara hewan tonggeret.

"Kuy lah cabut," Fakih menarik tanganku dan menggandeng tanganku berjalan menjauhi area sekolah. aku tidak tahu Fakih akan membawaku pergi kemana.

🍃

-Kemanpun kita pergi, selagi kamu masih ada di sampingku itu tidak masalah-

FakihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang