Perut Sienna kini semakin membesar, tapi tak pernah seharipun ia mendapat telepon atau bahkan sekedar pesan singkat dari Pierre. Lelaki itu benar benar tidak mempedulikan dirinya dan bayi yang ada dalam kandungannya.
Sienna tak lagi menangis tengah malam. Ia jauh lebih bahagia dengan dirinya, bayi dalam kandungannya, juga Thibault yang selalu ada disisinya. Ia perlahan lahan melupakan sakit hatinya pada Pierre dan Tiffany.
Perempuan bermata cokelat itu masih tinggal dirumahnya yang sebenarnya sudah menjadi milik Thibault secara sah. Thibault memang serius saat ia bilang akan membeli rumah Sienna. Setelah itu, Thibault meminta Sienna untuk tetap tinggal dan tidak bekerja paling tidak sampai bayinya lahir. Lelaki itu memang selalu mempedulikan Sienna.
Sienna duduk di teras belakang rumahnya, sambil membaca sebuah buku. Wanita itu sesekali mengusap perutnya dengan lembut. "..Kalau kamu melihatnya ditengah tengah padang gurun, seorang anak laki laki berambut keemasan dengan tawa yang renyah, juga menolak untuk menjawab pertanyaanmu, kamu bisa menebak siapa anak itu. Ia telah kembali.*" Sienna berhenti membaca buku anak anak dihadapannya kemudian menutup buku itu dan meletakkannya diatas meja yang ada disampingnya.
Wanita bermata cokelat itu mengelus lembut perutnya kemudian berbisik dengan hangat. "Aku dan Thibault sangat menantikanmu." Katanya yang kemudian tersenyum lebar setelah mendapat tendangan kecil dari perutnya. "Kamu juga tidak sabar, ya?" Tanyanya yang diselingi dengan tawanya yang renyah.
"Sienna?" Panggil seorang Pria yang suaranya tidak asing ditelinga Sienna.
"Thibault!" Seru Sienna girang sambil bangkit dari kursinya dengan hati hati. "Aku tidak mendengar suara langkah kakimu." Katanya yang kemudian melangkahkan kakinya dengan perlahan.
Sementara itu, Thibault tersenyum lebar sembari melangkahkan kakinya kearah teras belakang kemudian buru buru menghampiri Sienna yang sedang berjalan menghampirinya dengan hati hati. "Harusnya kamu duduk saja." Kata Thibault sembari memegangi lengan Sienna dengan lembut. Lelaki itu menuntun langkah kaki Sienna masuk kedalam rumah dan membantunya untuk duduk diatas sofa diruang keluarga yang nyaman.
"Mengapa kamu tidak mengenakan sweater? Anginnya kencang begitu, kamu bisa sakit." Omel Thibault sembari melepaskan jas yang sedang ia kenakan, kemudian memakaikannya pada Sienna.
Sienna tertawa kecil mendengar omelan lelaki dihadapannya. Ia sudah terbiasa dengan Thibault yang memperhatikannya dengan berlebihan. "Kamu terdengar seperti ibumu." Komentar Sienna, mengingat nyonya Oberlin yang juga sangat mengkhawatirkannya. Bulan lalu saat ia kembali ke Saint Émilion bersama dengan Thibault, nyonya Oberlin banyak menasehatinya dan banyak memarahi Thibault untuk menjaganya dengan benar. Mengingat hal itu, Sienna jadi merasa senang. Ia senang mengetahui bahwa ada orang orang yang peduli dan mau memperhatikannya.
Thibault terkekeh kemudian mendesis sinis tanpa bisa menyembunyikan senyumnya. "Aku, kan anaknya. Wajar saja, kan?" Katanya yang dibalas oleh anggukan kecil milik Sienna. "Aku membawakanmu makanan. Sudah kuletakkan didalam lemari pendingin." Sambungnya.
"Terima kasih." Kata Sienna.
Thibault duduk diatas lantai marmer rumah mewah itu, kemudian mengambil kaki Sienna dan meletakkannya diatas pahanya. "Kakimu bengkak." Kata Thibault sambil memijat kaki Sienna dengan lembut.
Sienna memperhatikan laki laki dihadapannya. Ia tidak berkomentar, juga tidak menolak kakinya disentuh oleh Thibault. "Bagaimana harimu?" Tanya Sienna pada akhirnya, memecahkan keheningan diantara mereka.
Thibault tersenyum kecil sambil masih memijat kaki Sienna. "Luar biasa." Jawabnya. Lelaki itu mengangkat wajahnya untuk menatap Sienna kemudian kembali fokus pada kaki perempuan dihadapannya. "Melelahkan, tapi mengingat ada seorang bayi laki laki yang akan segera lahir dan mengingat tawa renyah milik ibunya, rasanya seperti mendapatkan energi yang baru." Sambungnya yang telah membuat Sienna merona.

KAMU SEDANG MEMBACA
CARPE DIEM
Romance[COMPLETE] Kamu pernah merasa masalah terus menerus datang tanpa memberimu sedikit ruang untuk bernapas? Kamu pernah merasa hidupmu benci pada dirimu sendiri seolah apapun yang kamu lakukan adalah suatu kegagalan? Kamu pernah merasa sangat kecil sed...