15. Sienna GALLAGHAN

56 7 0
                                    

Pada akhirnya, bukan hanya Shane tidak pernah tampil diatas panggung. Anak itu juga bahkan tidak pernah ikut pulang ke rumah bersama dengan Thibault dan Sienna. Mereka berdua tahu bahwa Pierre telah menculik Shane. Mereka sudah berusaha untuk menghubungi Pierre tapi tak pernah mendapatkan respon. Mereka bahkan menghampiri kediaman Pierre tapi nyatanya tak ada satupun orang yang menghuni kediamannya. Thibault bahkan melaporkannya ke pihak kepolisian, tapi kasus ini tak kunjung mendapatkan titik terang hingga hari berganti bulan, kemudian berganti tahun, tanpa Shane, dan dengan duka milik Sienna.

Sienna kembali dirundung duka atas hilangnya sosok anak laki lakinya. Wanita itu menangis setiap malam, mengunci dirinya dari dunia luar, hanya diam, mengingat tawa anak laki lakinya sambil menangis tanpa suara.

"Sienna," panggil Thibault dengan lembut yang tak kunjung mendapatkan jawaban. Lelaki itu melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar milik Sienna, menghampiri wanita bermata cokelat itu yang kini sedang melemparkan tatapannya keluar jendela dengan tatapannya yang kosong.

Thibault menatap Sienna dengan sedih kemudian memeluk wanita itu dari belakang. "Sampai kapan kamu akan berduka?" Tanya Thibault dengan sedih. Lelaki itu mengeratkan pelukannya kemudian mencium punggung Sienna dengan lembut. Wanita itu tidak menyahut. Ia kini menundukkan kepalanya dan menangis tanpa suara.

"Ini sudah lebih dari satu tahun. Sampai kapan kamu akan berduka?" Tanya Thibault lagi. Lelaki itu menghela napasnya kemudian memejamkan matanya. Wanita dihadapannya kini terlihat jauh lebih kurus. Ia kehilangan banyak berat badannya. Semenjak kehilangan sosok Shane, wanita itu kehilangan napsu makannya yang diganti dengan tangisan dan kesedihan yang berlarut larut.

"Kamu terlihat sangat kurus dan itu membuatku terluka." Katanya lagi. Sienna masih menangis, tak berniat membalas ucapan lelaki yang masih memeluknya.

"Aku merindukannya." Katanya pada akhirnya disela sela tangisnya. Thibault melepaskan pelukannya, kemudian memutar tubuh wanita dihadapannya. Lelaki itu menundukkan kepalanya untuk menatap Sienna yang hancur berkeping keping. Pria berambut gelap itu menghapus air mata yang membasahi pipi wanita dihadapannya kemudian kembali memeluknya dengan erat. "Aku juga sangat merindukannya." Jawab Thibault yang disambung oleh isak tangis milik Sienna.

"Apa kita benar benar tidak bisa melakukan apa apa?" Tanya Sienna dengan sedikit harapannya yang tersisa.

"Aku telah melakukan yang terbaik, tapi kita kehilangan jejak Pierre." Jawab Thibault sambil melepaskan pelukannya. Sienna tertunduk kemudian menyembunyikan wajahnya dibalik kedua telapak tangannya dan menangis tersedu sedu.

"Kamu sudah menangis terlalu sering, bukankah ini saatnya kamu berhenti?" Kata Thibault. Pria itu bergeming ditempatnya berdiri, tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan Sienna dari kesedihannya. Lelaki itu kini hanya menatap Sienna sambil menahan sakit hatinya. "Aku akan meninggalkanmu sendirian." Kata Thibault lagi sebelum akhirnya keluar dari kamar Sienna.

ponsel milik Thibault berdering dengan nyaring, membuat lelaki itu menggerakkan tangannya mengambil ponselnya yang ada dalam saku celana santai yang sedang dikenakannya. Lelaki itu menghela napasnya, kemudian menerima panggilan dari ibunya.

"Ça va?" Tanya Thibault setelah menerima panggilan itu.

"Bagaimana kabar Sienna?" Tanya nyonya Oberlin, menghiraukan anak laki lakinya yang menanyakan kabarnya. "Kami sangat mengkhawatirkannya." Sambungnya yang disambut dengan helaan napas milik anak laki lakinya itu.

"Sienna masih berduka. Aku tak tahu harus bagaimana." Jawab Thibault putus asa.

"Hm." Gumam nyonya Oberlin, tidak yakin harus membalasnya dengan ucapan apa.

CARPE DIEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang