Salut!!
Aku semangat banget nulisnya. Terima kasih atas feedback dari kalian yang berupa vote atau komentar. Aku sayang kalian, uyuyuyuyu!! <3
P.S: chapter ini mengandung unsur dewasa.
Selamat membaca!!
Sienna menyalakan lampu apartemennya lalu mengganti sepatunya dengan sandal dalam rumah.
"Chéri?" Panggil Sienna yang tak kunjung mendapat jawaban.
Sienna langsung masuk kedalam kamarnya lalu mengganti pakaiannya. Ia melirik jam dinding yang terpajang didalam kamarnya kemudian menghela napas panjang.
Lagi lagi Pierre tidak ada di rumah. Entah apa yang dilakukan pria itu, hingga seringkali pulang tengah malam atau bahkan pagi pagi buta.
Sienna merebahkan tubuhnya diatas ranjang lalu meringkuk sambil menahan tangisnya yang ia sendiri tidak yakin karena alasan yang mana. Rasanya sepi sekali. Ia benar benar sedang membutuhkan suaminya saat ini.
Beberapa bulan terakhir Pierre bersikap acuh tak acuh padanya. Lelaki itu tidak lagi menciumnya, tidak lagi menyentuhnya, tidak lagi tersenyum padanya.
Sienna sering kali menangisi perubahan sikap Pierre. Perempuan itu benar benar mencintai Lelaki berambut keemasan itu, terlalu mencintainya.
Sienna memejamkan matanya, berharap dapat jatuh terlelap dengan mudah. Perempuan itu lelah sekali, sangat lelah yang bahkan tidurpun tak mampu menghilangkan rasa lelahnya. Ia lelah dengan perasaan lelah yang selalu menghantuinya.
Mata perempuan itu terpejam, namun pikirannya masih juga bekerja dengan keras. Ia meremas pakaiannya dibagian dada sampai lecak, merasa sakit hati karena alasan yang abstrak.
Dulu Pierre mengejarnya setengah memohon agar Sienna percaya bahwa lelaki itu tulus padanya. Setelah itu, perempuan bermata cokelat muda itu mengalah dan memberikan Pierre kesempatan. Ia memberikan dirinya kesempatan untuk dicintai juga untuk jatuh cinta. Kini mereka menikah dan saling berbagi. Bukankah seharusnya ini saat yang tepat bagi dirinya untuk berteriak pada takdir bahwa ia bahagia?
Sienna tersenyum pahit dengan matanya yang masih terpejam. Ia mengingat setiap kenangannya dengan Pierre dulu. Sentuhan lelaki itu dulu selalu membuat Sienna merasa tenang, tapi kini tatapannya saja begitu dingin. Orang yang dulu membuatnya percaya kini membuatnya merasa tak berdaya. Dia yang dulu membuatnya tertawa, kini menjadi alasan air matanya yang tak lagi dapat dihitung dengan akal sehat. Hanya saja, apapun itu, Sienna masih ingin memperjuangkan Pierre. Ia mencintainya sedalam itu.
Perempuan itu kini membiarkan dirinya hanyut dalam pikirannya sendiri. Ia membiarkan tangisnya pecah, sebagai ekspresi dari hatinya yang patah.
Sienna ingin sekali pulang ke rumah lalu memeluk Pierre dan mengadu padanya. Ia ingin mengadu betapa melelahkannya hidup ini. Ia ingin mengadukan segala kegelisahannya pada suaminya itu. Hanya saja, Pierre tidak pernah ada untuk hal semacam itu.
Sienna menangis sampai terlelap. Tidurnya kali ini diiringi dengan lagu isak tangis miliknya sendiri, ditemani kesepian dan patah hati.
***
Pierre melangkahkan kakinya dengan perlahan kedalam kamar tanpa menyalakan lampu. Lelaki itu berdiri dibibir pintu kamarnya dan melihat Sienna sedang tertidur dengan lelap.
Pierre melangkahkan kakinya dengan hati hati mendekati Sienna, lalu memperhatikan isterinya dengan intim. Bahkan saat tidurpun Sienna terlihat dengan sangat jelas membawa bebannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
CARPE DIEM
Romansa[COMPLETE] Kamu pernah merasa masalah terus menerus datang tanpa memberimu sedikit ruang untuk bernapas? Kamu pernah merasa hidupmu benci pada dirimu sendiri seolah apapun yang kamu lakukan adalah suatu kegagalan? Kamu pernah merasa sangat kecil sed...