Salut!
Sebelumnya aku mau minta maaf atas kekurangan tulisanku. Mohon dimaklumi, ya teman teman.P.S: chapter ini mengandung unsur dewasa. Mohon pembaca untuk cermat, ya.
Selamat membaca!!
Tik.. tok.. tik.. tok..
Sienna melipat tangannya gugup ditempatnya duduk berhadapan dengan seorang pria yang sedang menatapnya dengan dalam. Lelaki itu sedang mengobservasinya, pasti!
"Jadi," kata pria itu dengan suaranya yang tegas namun terasa begitu hangat. "Menurut hasil test kecil yang kita lakukan minggu lalu, kamu menunjukkan tanda tanda Major Depression Disorder." Sambungnya. Sienna duduk dengan tegap namun tertunduk rendah diri.
Thibault mengangkat alisnya lalu diam diam menghembuskan napas berat. Lelaki itu tersenyum kecut menatap wanita cantik dihadapannya yang begitu rendah diri. Ya, ia sangat bersimpati dengan keadaan wanita itu.
"Sienna?" Panggilnya dengan ramah namun tak ada jawaban. Diperhatikannya gerak gerik wanita itu, lalu ia sadar bahwa Sienna gemetar.
Thibault beranjak dari kursinya untuk menghampiri wanita yang sedang tertunduk itu, kemudian berjongkok dihadapannya agar dapat menatap matanya. Lelaki itu menggenggam tangan Sienna lalu tersenyum ramah. "Aku akan membantumu, kalau kau bersedia dibantu olehku." Katanya.
Sienna menangis tanpa suara, kemudian menarik napas panjang. "Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku." Katanya pada akhirnya.
Thibault melepaskan genggaman tangannya, lalu melangkah mundur dan bersandar pada meja kerjanya. Ia melipat kedua tangannya sambil memperhatian Sienna dengan serius. "Dari hasil test minggu lalu menunjukan bahwa kau telah memiliki tanda tanda depresi sejak beberapa tahun lalu, non?" Tanyanya memastikan.
Sienna menghapus air matanya kemudian memberanikan diri menatap lawan bicaranya. Ia Thibault dengan sendu lalu mengangguk pelan. "Oui, benar." Jawabnya.
"Kalau bagitu, menurutmu apa yang menjadi pemicu awal depresimu?"
"Aku tidak yakin" jawab Sienna lirih.
"Mungkin teman temanmu?" Tanya Thibault berusaha membantu Sienna mengingat sesuatu. Menurut lelaki itu, potongan memori Sienna yang terkecil sekalipun pasti akan sangat membantu.
Sienna bergeming membuat Thibault memberikan kesimpulan bahwa jawabannya condong negatif.
"Keluargamu?" Tanyanya lagi.
"Ah.." Sienna membuka mulutnya, kemudian menatap Thibault ragu ragu lalu kembali tertunduk.
BINGO!
"Sienna, jujur saja, ini akan jauh lebih sulit dari apa yang aku bayangkan kalau kamu tidak mengijinkanku untuk menolongmu." Kata Thibault. "Tapi aku mengerti. Kau mungkin belum nyaman menceritakannya padaku. Ambilah waktumu." Sambungnya. Lelaki berambut gelap itu memutar kembali ke tempat duduknya, kemudian mengeluarkan pulpen dari saku kemejanya. Ia meletakkan kedua tangannya diatas kertas hvs kosong, siap untuk menggoreskan potongan potongan memori Sienna yang ia yakin akan segera terlontar dari bibir wanita dihadapannya itu.
"Kau tahu?" Sienna akhirnya membuka suara. Ini dia. Pikir Thibault yang kemudian segera mempersiapkan dirinya untuk mencatat. "Aku benci diriku sendiri." Sambungnya.
Thibault tetap tenang sambil menggoreskan kalimat yang pertama kali disampailan wanita itu. Dia membenci dirinya? Apa yang terjadi? Lelaki itu melingkari pertanyaannya dan kembali menunggu cerita Sienna.
"Aku merasa aku bukan orang yang penting. Aku ini hanya perempuan kotor yang harusnya mati saja." Lanjut Sienna melemparkan semua amarahnya. Wanita itu membenamkan wajahnya dalam kedua telapak tangannya sambil menangis sesegukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CARPE DIEM
Romance[COMPLETE] Kamu pernah merasa masalah terus menerus datang tanpa memberimu sedikit ruang untuk bernapas? Kamu pernah merasa hidupmu benci pada dirimu sendiri seolah apapun yang kamu lakukan adalah suatu kegagalan? Kamu pernah merasa sangat kecil sed...