Part 6 : Unwanted Encounter

2.8K 481 55
                                    

Dapat diibaratkan sifat Kim Mingyu seperti pergerakan harga saham; naik-turun, fluktuasi, tanpa bisa di prediksi. Satu hari penuh, Kim Mingyu dapat menjadi diktator kejam yang gemar sekali menindas siapapun dibawahnya. Namun di hari lainnya Kim Mingyu adalah ibu peri nomor satu yang datang tanpa perlu menyebutkan namanya. Tidak disangka-sangka, juga tidak terduga, seperti malam itu.

Jeon Wonwoo tidak pernah tahu alasan Kim Mingyu membuatnya naik ke dalam Porsche Hitam 718 kemarin malam. Wonwoo juga tidak pernah tahu alasan Kim Mingyu membiarkannya tertidur selama dua jam lamanyaㅡtanpa dibangunkanㅡdan lalu membayarkannya taksi untuk pulang ke rumah. Dan jangan pernah berpikir Wonwoo juga tahu apa alasan lelaki itu menjejalkan dua bungkus roti selai berukuran besar ke dalam tasnya. Tapi satu hal yang pasti adalah; Wonwoo merasa cukup berterimakasih pada lelaki tinggi itu. Setidaknya Kim Mingyu memberikannya ruang untuk beristirahat sejenakㅡjuga dua bungkus roti untuk dihabiskan.

Wonwoo rasanya ingin terbahak, sifat Kim Mingyu seperti dua sisi mata uang yang berlawanan. Seperti memiliki dua kepribadian. Dan Wonwoo sejujurnya tidak dapat membenci Mingyu versi baik yang muncul di hadapannya saat itu.

Wonwoo terbangun cukup siang hari ini; pukul delapan. Kuliahnya di mulai pukul sebelas. Seharusnya Wonwoo memiliki waktu untuk bersantai, setidak-tidaknya tiga jam lamanya. Namun seperti yang sudah-sudah, tidak ada kata santai dalam kamusnya, karenaㅡ

"Yak! Jeon Wonwoo!"

ㅡNyonya Yoon dapat datang kapan saja dan dimana saja.

"Kau ini gila atau bagaimana?!" Suara melengking Nyonya Yoon semakin kencang seiring dengan terdengarnya suara langkah kaki menaiki anak tangga. "Kau tidak ingat pulang jam berapa, eoh?! Aku memberimu waktu untuk kerja sambilan sampai pukul sepuluh supaya kau dapat mengerjakan piring-piring kotor itu! Dan apa yang kulihat?" Nyonya Yoon sudah berada di depan pintu kamar Wonwoo yang setengah terbuka. Wonwoo secara otomatis langsung sigap berdiri dari tempatnya tidur. "Piring-piring itu masih ada ketika aku terbangun! Apa yang kau kerjakan sih?!"

Wonwoo melengos, membuang mukanya. Gadis itu bukannya tidak ingat soal piring-piring berminyak sialan itu. Ia hanya ingin membereskannya nanti. Apakah salah?

"Yak! Kau tidak mendengarkan aku?!"

"Astaga, ayam-ayam diluar bahkan masih berkokok dan Nyonya sudah berteriak-teriak di hari sepagi ini." Oke. Kali ini Wonwoo berlebihan. Tidak ada ayam diluar sana. "Apakah Nyonya tidak takut keriput?" Wonwoo mengangkat tangannya dan menyentuh ujung lipatan mata miliknya sendiri. "Akhir-akhir ini penuaan dini sedang menjadi tren."

"Yak! Kauㅡ"

"Nyonya, tenanglah." Wonwoo berucap datar sembari berjalan ke arah Nyonya Yoon berdiri. "Piring, pakaian, lantai, akan kukerjakan semuanya sebelum pukul sepuluh." Wonwoo berhenti persis di depan Nyonya Yoon. Gadis itu kemudian menatap tajam ke arah wanita berusia pertengahan empat puluhan itu sembari berkata, "Jangan lupa untuk datang ke meja makan pukul delapan tiga puluh untuk sarapan."

w-m

Kim Mingyu terduduk sendirian di salah satu sofa yang berada di lobi lantai dasar gedung utama fakultasnya. Pada lantai dasar dengan jendela kaca besar disana-sini tersebut, disediakan beberapa set sofa yang tersusun dengan baik bagi para mahasiswa dan para tamu untuk menunggu, atau sekedar duduk-duduk disana. Jarak antara sofa dan pintu utama dapat terbilang cukup lebar, sehingga Mingyu tidak merasa terganggu dengan orang-orang yang berlalu lalang di dekat pintu masuk.

Lelaki itu baru saja menyelesaikan mata kuliah pertamanya dan menolak ajakan ketiga temannya untuk membeli kudapan di kantin. Lelaki tinggi itu lebih memilih menyenderkan punggungnya ke sandaran empuk sofa berwarna putih gading tersebut sembari memainkan ponselnya. Tidak ada yang menarik disana. Tanpa ia sadari pikirannya melayang dan berhenti pada apa yang terjadi tadi malam.

Fairy Without TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang