"Taman hiburan?"
Mingyu bergumam malas ketika melihat apa yang ada di depan matanya; bianglala, rollercoaster, permen kapas, bando kucing yang terlihat bodoh, dan yang lainnya. Firasatnya sudah buruk ketika dua puluh menit yang lalu, Wonwoo membelokkan setirnya ke daerah Yongin. Dan sampailah mereka disini; Everland, salah satu taman hiburan outdoor terbesar di Korea. Mingyu kemudian mendelik tajam pada Wonwoo, seakan memberikan aksi protes lewat tatapan matanya karena Wonwoo mengajaknya ke salah satu tempat yang berada dalam urutan terakhir daftar tempat yang Mingyu ingin kunjungi.
Saat itu sore hari. Everland tidak sepenuh hari biasanya. Beberapa pasangan berjalan menenteng buah hatinya. Mingyu mengikuti Wonwoo, berbaur menjadi salah satu seperti mereka. Berdiri di antrian loket pembelian karcis yang tidak terlalu panjang.
"Kau bilang terserah," Wonwoo menundukkan kepalanya pada loket pembelian karcis. Seorang petugas pria paruh baya menyambutnya dengan hangat. "Dua buah." Serunya kemudian. Ia lalu merogoh beberapa lembar won dari dalam dompetnya untuk kemudian ditukar dengn dua helai karcis. "Ck. Kau harus berterimakasih padaku. Aku mentraktirmu kali ini." Wonwoo menyodorkan satu helai karcis untuk Mingyu setelah mendapatkannya. Ia menyimpan lembar yang lain untuk dirinya sendiri.
"Aku tidak pernah setuju pergi kesini." Mingyu masih saja mengoceh. Ia membolak balik tiket seharga lima puluh ribu won itu ditangannya dengan tatapan meremehkan.
"Kau tidak setuju, tapi juga tidak menolak." Wonwoo mulai berjalan memasuki gerbang taman hiburan. Ia menyodorkan tiket serta tangannya untuk kemudian diberikan stempel tanda masuk oleh petugas yang ada disana. Mingyu mengikutinya dengan mulut yang tidak bisa diam. Ia terus saja berbicara, kali ini dengan nada pelan."Kau tahu," Wonwoo akhirnya kesal mendengar gumaman Mingyu dan membuka suaranya. "Seratus ribu won itu bisa menjadi uang makanku selama seminggu." Lanjutnya. Kalau saja dia tidak ingat manager tempat kerja sambilannya memberikan bonus tidak terduga kemarin sore, mungkin ia tidak akan pernah mentraktir Mingyu. "Jadi nikmati saja. Percayalah, sesuatu yang gratis tidak akan mengecewakan."
Mingyu awalnya masih berbicara. Mengoceh bagaimana waktu akhir pekannya terbuang percuma. Namun kemudian matanya bertemu dengan milik Wonwoo yang kini tengah membalikkan badan dan menatapnya. Perempuan itu tersenyum. Tulus. Mingyu yakin itu kali pertama ia melihatnya. Lelaki itu terdiam. Tidak berkata apa-apa lagi setelahnya.
"Sekarang pilih," Wonwoo menggamit lengan kemeja milik Mingyu, membuat mata lelaki itu reflek mengikuti gerak jemari Wonwoo. "Ada roller coaster, bianglala, rumah hantu, dan oh! Perang bintang! Aku suka sekali!" Wonwoo menunjuk beberapa wahana dengan tangan kirinya yang bebas. Terlihat kilatan senang dari bola matanya. Mingyu terdiam. Ia memutar bola matanya pada beberapa permainan yang Wonwoo tunjuk tanpa memperlihatkan ketertarikan.
"Oh ayolah," Seru Wonwoo mulai tak sabar. "Tunjuk satu dan aku jamin kau akan ketagihan." Wonwoo menarik lengan baju Mingyu makin kencang. Lelaki itu mendelik. Terlihat tidak suka dengan apa yang Wonwoo lakukan. Tetapi ia membiarkan saja Wonwoo berbuat semaunya. Tidak menolak ketika pada akhirnya gadis itu menggiringnya mengantri T Express, rollercoaster tertinggi dan terpanjang di Korea.
w-m
"Sekarang yang itu."
Wonwoo menghela nafas ketika melihat telunjuk Mingyu yang tertuju pada Hurricane Ride. Permainan ke tujuh yang Mingyu tunjuk, yang lagi-lagi menantang adrenalinㅡdan juga mengocok perutnya. Berbentuk seperti pendulum yang berputar. Demi tuhan, lima menit yang lalu, mereka baru saja menaiki yang seperti itu.
"Oh, ayolah... Kita baru saja menaiki yang seperti itu. Tidak bisakah kita naik yang lain saja?" Wonwoo menunjuk merry-go-round dengan lampu warna-warni yang terlihat sepi. "Setidaknya kita harus istirahat sejenak, Mingyu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Without Tale
FanfictionJeon Wonwoo sedikit banyak memiliki kesamaan seperti Cinderella: Ibu tiri yang menyebalkan, kakak tiri yang angkuh, yatim piatu dan sebatang kara. Perbedaannya, tidak ada pangeran yang menjadi sosok penyelamatnya. Yang ada di hadapannya malah si pre...