Siang itu Wonwoo sedang membaca novel dengan tenang di bangku taman tengah kampus. NovelnyaㅡAgatha Christie: The ABC Murdersㅡtidak terlalu terlihat baik. Sampulnya dilapisi penuh dengan selotip bening. Begitupun bagian dalam halamannya. Buku itu dirusakkan Jeonghan tempo hari, sudah Wonwoo perbaiki meski tidak bisa sebagus aslinya. Gadis itu sebetulnya enggan membawa buku cacat dan membacanya di kampus, tapi dia begitu penasaran dengan motif pembunuhan fiksi yang sama sekali belum terpecahkan oleh Poirot di dalam sana. Akhir-akhir ini ia merasa seperti tidak memiliki waktu untuk membaca.
Semilir angin musim semi menyibak rambut panjang hitamnya yang lurus. Wonwoo harus berulang kali membetulkan poninya yang bergerak-gerak menutupi matanya. Ia menyesal tidak menggunakan hoodie atau semacamnya. Konsentrasinya kini terpecah, antara anak rambutnya dengan lembar demi lembar kertas yang ada di hadapan matanya.
Di bangku samping kanannya yang kosong, ia sudah meletakkan kotak bekal makan siangnya yang berwarna pink pastel. Sandwich isi telur, seperti biasanya. Ia belum berniat membuka kotak bekal itu. Waktu baru menunjukkan pukul dua belas. Jam makan siangnya adalah pukul satu.
Matahari tertutupi awan saat itu. Hawanya pun dingin dan sejuk. Wonwoo sama sekali tidak berkeringat kendati terduduk di bangku taman pada siang bolong seperti saat ini.
"Wonwoo-ya,"
Suara bernada cempreng menghiasi indra pendengaran Wonwoo. Gadis itu mau tidak mau menoleh ke samping kanan karena refleknya. Dan mendapati perempuan berpipi chubby yang sudah sejak setahun yang lalu mengekorinya kemanapun.
Perempuan itu kini dengan santainya mengambil kotak bekal makan siang milik Wonwoo diatas bangku, lalu menggantinya dengan bokong miliknya. Wonwoo melirik sekilas, dan kemudian mengambil kotak bekal makan miliknya yang berada di pangkuan si perempuan chubby itu dan menaruhnya di bagian sempit samping kirinya yang kosong.
"Astaga! Ada apa dengan bukumu?!" Serunya setelah terududuk. Gadis itu membelalakkan matanya sesaat setelah matanya menangkap benda yang tengah di genggam Wonwoo.
Wonwoo tersenyum kecut. Ia sudah menduga kalau gadis itu akan bertanya. Buku yang dibawanya kali ini memang akan menarik perhatian siapapun yang melihatnya.
"Seperti yang kau lihat Seungkwan-ah," Wonwoo menimang-nimang buku di tangannya. Membolak-balik sampul bukunya. "Kucing tetangga sebelah sepertinya menjadikan buku-ku sebagai media pengasah kuku."
"Omong kosong!" Seungkwan merebut novel tersebut dari genggaman Wonwoo. Wonwoo meringis, ia belum menandai halaman terakhirnya. "Jelas-jelas seseorang merobeknya!" Wajah Seungkwan berubah kesal. "Yak! Ini perbuatan Kim Mingyu bukan?! Cepat katakan padaku!"
Wonwoo merebut kembali dengan pelan bukunya dari genggaman Seungkwan. "Bukan Mingyu." Wonwoo membuka-buka halaman bukunya, sibuk mencari halaman bacaannya yang terakhir, yang barusan Seungkwan acak-acak. "Ini perbuatan kucing tetangga, percayalah." Wonwoo kemudian menandai halaman terakhirnya dengan pembatas buku.
"Lagi! Selalu begitu!" Ucap Seungkwan bersungut-sungut, kesal. "Mengapa kau ini gemar sekali menyimpan rahasia sih?!"
Wonwoo tertawa menanggapi ocehan Seungkwan. Batang hidungnya sampai berkerut. Ia kemudian menoleh pada Seungkwan yang wajahnya sudah berubah masam.
"Yak! Dan coba jelaskan pelipismu yang membiru waktu itu?! Jangan kau pikir aku percaya itu perbuatan kucing tetanggamu!"
Wonwoo kemudian teringat pelipisnya yang membiruㅡlagi-lagi karena perbuatan Jeonghanㅡwaktu itu. Saat Seungkwan bertanya, Wonwoo menjawabnya dengan alasan perbuatan kucing tetangga sebelah. Ia tengah berjalan, tidak melihat kucing didepannya, tersandung lalu terjatuh hingga pelipisnya membiru. Heol, betul-betul alasan yang sangat masuk akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Without Tale
FanfictionJeon Wonwoo sedikit banyak memiliki kesamaan seperti Cinderella: Ibu tiri yang menyebalkan, kakak tiri yang angkuh, yatim piatu dan sebatang kara. Perbedaannya, tidak ada pangeran yang menjadi sosok penyelamatnya. Yang ada di hadapannya malah si pre...