Jeon Wonwoo adalah mahasiswa berprestasi, pintar, dan memiliki sifat yang baik. Ia tidak pernah membuat ulah atau menorehkan catatan buruk. Tingkah lakunya selalu ia jaga layaknya murid beasiswa. Bukan hal rumit bagi Wonwoo karena pada dasarnya sifat aslinya memang seperti itu. Sehingga cukup mengejutkan baginya ketika siang ini, Boo Seungkwanㅡdengan wajah sedikit cemasㅡmendatanginya dan memberitahukan bahwa Dosen Min menyuruhnya untuk mendatangi ruang Rektor Han yang berada di gedung sebelahㅡWonwoo bahkan belum pernah sekalipun kesana.
"Dosen Min mengatakan dengan terburu-buru, Wonwoo-ya." Seungkwan memang memiliki pembawaan yang tidak tenang. Ia berkata dengan raut gelisah penuh kecemasan. "Kau tahu, aku kaget sekali."
Wonwoo menelan ludahnya perlahan. Sedikit banyak dirinya pun merasa khawatir. Perempuan itu dipanggil ke ruang dekan pun tidak pernah, jadi apa maksudnya kali ini rektor memanggilnya secara langsung? Wonwoo bahkan tidak ingat wajah sang rektor. Setahunya, lelaki itu memiliki jabatan tersebut di usia awal empat puluhan dan langsung menjadi gosip setiap fakultas.
"Demi tuhan, Wonwoo. Sebetulnya apa yang telah kau lakukan?"
Pertanyaan Seungkwan sama sekali tidak membantuㅡmalah semakin menambah kecemasan pikirannyaㅡWonwoo tidak bisa menjawab dan hanya terdiam. Hanya satu skenario langsung muncul di benaknya saat itu; Kim Mingyu berulah dengan akhirnya memutuskan benar-benar mencabut beasiswanya.
Sebetulnya hatinya terbelah dua; antara percaya atau tidak Kim Mingyu setega itu melakukan hal tersebut padanyaㅡpadahal beberapa hari yang lalu Mingyu baru saja mengajaknya ke rumahnyaㅡtapi yang di hadapinya ini adalah Kim Mingyu dengan segala fluktuasi sifat. Wonwoo seharusnya tidak benar-benar percaya kepadanya.
Seungkwan menatap iba padanya, "Hari ini pukul dua. Kau ditunggu."
Wonwoo hanya bisa menggangguk mengiayakan. Seketika perutnya mulas. Ia merasa cemas berlebihan. Tidak dapat terbayangkan olehnya jika beasiswanya betul-betul dicabut. Ia harus bekerja ekstra lima sampai enam macam part time untuk mengumpulkan uang kuliah. Bukan hal mudah.
Demi Tuhan, jika pukul dua nanti kecemasan Wonwoo menjadi kenyataan, maka Wonwoo akan sepenuhnya membenci Kim Mingyu.
w - m
Ruangan itu adalah sebuah ruangan kaca dengan tirai yang dapat dibuka atau ditutup dengan remote control. Letaknya di lantai lima gedung sebelah fakultas Wonwoo. Aroma jahe menyeruak tiap sepuluh menit sekali. Penghangat ruangan berhembus dengan temperatur sedang. Tidak begitu membantu jemari Wonwoo yang sedari tadi sudah membeku
Wonwoo terduduk di sofa berwarna putih gading. Ia tidak sendiri, bersama empat orang lainnya; Wonwoo mengenali dua dari empat orang tersebut. Salah satunya dikenalnya cukup baikㅡdan membuatnya tegang melebihi ketegangan ketika mengetahui dirinya dipanggil oleh Rektor Hanㅡduduk persis disampingnya.
Orang ituㅡperempuan ituㅡmenatapnya tajam dengan tatapan tidak suka. Hanya Wonwoo yang mengetahuinya, dan langsung paham dengan air mukanya, kendati bibirnya mengulum senyuman sejak lima belas menit yang lalu. Wonwoo sudah terlalu hapal bagaimana sifat perempuan ituㅡsifat kakak tirinya, Yoon Jeonghan. Wonwoo masih tidak mengerti apa yang membuatnyaㅡjuga kakak tirinyaㅡdipanggil dalam waktu bersamaan seperti ini.
"Jadi mereka ini?"
Pikiran Wonwoo mengenai kakak tirinya terpecah ketika mendengar suara berat lelakiㅡyang lagi-lagi dikenalnya. Ia yang sedari tadi menunduk, reflek mendongak dan bersitatap dengan lelaki paruh baya yang duduk di sofa sebrangnya itu. Baru sekitar seminggu yang lalu mereka bertemu, tapi Wonwoo merasa seperti sudah lamaㅡpertemuan singkat tapi berkesan. Jika Wonwoo hanya datang sendirian ke ruangan ini, Wonwoo sudah akan yakin seratus persen jika memang beasiswanya akan dicabut, melihat siapa yang berada bersamanyaㅡbersama merekaㅡsaat ini; Ayah Kim Mingyu, ketua yayasan universitas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Without Tale
FanficJeon Wonwoo sedikit banyak memiliki kesamaan seperti Cinderella: Ibu tiri yang menyebalkan, kakak tiri yang angkuh, yatim piatu dan sebatang kara. Perbedaannya, tidak ada pangeran yang menjadi sosok penyelamatnya. Yang ada di hadapannya malah si pre...