Tiga hari kemudian sup rumput laut itu tidak pernah ada disana.
Mingyu baru mengetahuinya pagi ini dari Paman Byun bahwa kedua orangtuanya sedang melakukan perjalanan bisnis ke California sejak dua hari yang lalu. Lelaki paruh baya itu mengatakan padanya pada menit kedua setelah ia mendatangi ruang makanㅡritual paginya tatkala ia berulang tahun.
Lima menit yang lalu bola mata Mingyu masih berbinar, jelalatan mencari semangkuk sup hangat yang biasanya tersaji di meja makan. Ia sedikit kecewa ketika tidak melihat apapun diatas meja berbahan kayu tersebut. Tapi ia meyakini akan mendapatkan sup-nya hari ini. Mungkin sepulangnya dari kampus, atau pada sore hari menjelang malam. Ini bukan kali pertama ibunya pergi di hari ulang tahunnya. Tetapi perempuan itu selalu menjamin Kim Mingyu akan mendapatkan sup rumput lautnya pada hari yang sama.
Namun sinar matanya kemudian meredup ketika Paman Byun tua itu datang dan berkata bahwa kedua orangtuanya akan berada di California hingga minggu depan. Ini artinya tidak ada sup rumput laut untuk tahun ini. Dan ini kali pertama baginya semenjak dua puluh dua tahun ia hidup.
Lelaki bermarga Byun itu tidak dapat berbuat banyak ketika melihat Mingyu yang memilih menyingkir dari ruang makan dengan langkah gontai. Ia tahu hubungan antara orangtua dan anak itu tidak terjalin dengan cukup baik. Selama lima belas tahun ia bekerja disana, tidak pernah sekalipun ia melihat Mingyu tertawa lepas bersama kedua orangtuanya. Semuanya terasa dingin dan sepi. Ia tidak dapat berbuat apa-apa selain terkadang menepuk pelan bahu anak majikannya itu sebagai penyemangat. Namun kali ini, Paman Byun tidak melakukan apapun. Ia lebih memilih mendiamkan saja lelaki tinggi itu. Ia tahu, Mingyu hanya butuh waktu untuk sendiri.
Mingyu berjalan lemas memasuki kamarnya. Ia segera merebahkan diri pada kasurnya sesaat setelah menutup pelan pintu kamarnya. Tidak ada yang ia lakukan. Hanya berbaring sembari memeluk gulingnya. Ia kemudian teringat pada percakapan dengan ibunya tiga hari yang lalu. Juga bagaimana ibunya mengelus lembut pada pucuk kepalanya.
Mingyu seperti dinaikkan, lalu dijatuhkan dari bagian langit paling atas. Menurutnya ibunya tidak perlu berjanji apapun padanya kalau pada akhirnya tidak dapat menepatinya. Untuk apa ucapan manis itu? Untuk apa usapan lembut itu? Semua tidak ada artinya bagi Mingyu. Perempuan itu bahkan sama sekali tidak mengiriminya pesan atau apapun, meskipun memang bukan berarti perempuan itu selalu mengiriminya pesan.
Mingyu kemudian menatap nanar pada dinding berwarna pastel yang berada di seberang kasurnya. Disana tergantung portrait dirinya, yang dilukis dengan cat akrilik berwarna-warni. Saat itu ulang tahunnya yang ke dua belas. Seperti keajaiban, ibunya menghadiahinya lukisan selain semangkuk sup rumput laut. Dalam kanvas berukuran tiga puluh senti itu, ia melihat dirinya tersenyum. Menggunakan toga biru untuk kelulusannya pada bangku sekolah dasar. Sepuluh tahun yang lalu itu, Mingyu belum mengerti apapun. Dipikirannya orangtuanya terlalu sibuk bekerja hingga terkadang melupakannya. Sampai dua tahun kemudian ia bertengkar dengan Seokmin dan mendengar bagaimana ia tidak diinginkan oleh orang tuanya dari mulut sepupunya itu.
Mingyu mengeratkan pelukannya pada guling empuk berisi kapas tersebut. Diperlakukan bertahun-tahun oleh orangtuanya seperti ini, seharusnya ia mulai terbiasa. Dan sudah sewajarnya ia menguatkan hatinya ketika tidak melihat senyum ayahnya ketika hari pengumuman nilai, juga seperti saat ini, ketika ia tidak mendapatkan sup rumput lautnya.
Mingyu harusnya terbiasa. Tapi ia tidak bisa.
Kuliahnya dimulai pukul delapan; tiga puluh menit lagi. Mungkin hari ini ia tidak akan masuk. Meliburkan diri untuk mengistirahatkan hatinya yang perlahan mulai remuk.
w-m
Jeon Wonwoo menguap berkali-kali dari tempatnya duduk. Dini hari tadi, ia harus mengantarkan Nyonya Yoon menuju bandara. Perempuan itu ada perjalanan bisnis ke Thailand. Wonwoo sendiri tidak yakin perjalanan bisnis macam apa yang dilakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Without Tale
FanfictionJeon Wonwoo sedikit banyak memiliki kesamaan seperti Cinderella: Ibu tiri yang menyebalkan, kakak tiri yang angkuh, yatim piatu dan sebatang kara. Perbedaannya, tidak ada pangeran yang menjadi sosok penyelamatnya. Yang ada di hadapannya malah si pre...