Taaruf (TAMAT)

Drama 9

Alif terduduk di rumah mungilnya.

meluruskan kaki -kaki panjang pada sofa warna coklat sambil sesekali memindah chanel tv yang sebenarnya tak menarik minatnya.

Tangan kanannya sibuk mengaduk kopi ala-ala yang ia beli di warung sebelah.

Ya begini nasib jomblo, hidup di rumah sendiri tanpa pendamping itu rasanya.

Awww.. dingin.

Handphonenya masih tergeletak mati, belum sempat ia cas, padahal sewaktu ia masih di proyek begitu banyak panggilan untuknya.

Tapi sorry ye. Gue bukan cowok panggilan. Harap di catat. 😅

Matahari masih di ujung horizon, memisahkan sebagian bentuknya tenggelam oleh Bumi.

Belum banyak tetangga yang ia dikenal disekitar sini. perumahan ini terbilang baru. Jadi penduduknya masih sedikit.

Usai menyesap kopi terakhir. Alif bersiap untuk ke masjid. Sebentar lagi adzan.

Tok... tok... tok....

Alif baru saja menyelesaikan wudhunya, ia masih mencari sarung dan pecis yang biasa ia letakkan disamping sajadah mendadak menghilang.

Belingsatan ia mencarinya.

Namun ia mendengar seseorang mengetuk pintunya. Kepalanya menenggok ke sela-sela jendela.

Mendelik dan kaget bukan kepalang.

Bang Willy!

Dan seorang perempuan manis di sampingnya.

Kakak tertua Adelia ini kok bisa tahu alamatnya? Darimana?

Ia masih terpaku dengan sosok yang menghampiri rumahnya, wajahnya terbengong tak tertahankan.

"Assalamualaikum..." ketukan pintu terdengar kembali.

Pelan dan agak sedikit gugup Alif membukakannya.

"Ini benar rumahnya Muhammad Alif Kamil?" tanya Willy dengan suara berat.

Alif mengangguk.

"Iya mas, silahkan masuk."

Willy duduk dan memberikan senyum sopan "Maaf saya ganggu sebentar. Kamu mau sholat?"

Bahasa tubuh yang sedikit kaku diperlihatkan Alif tatkala pertanyaan itu menghampiri. Kepalanya yang nggak gatal ia garuk-garuk.

"Iya mas."

Willy beranjak dari duduknya. "Ya udah saya sekalian ikut aja." Tangannya menggandeng Alif keluar.

"Say. Kamu tunggu disini dulu ya." Pesannya sebelum ia menutup pintu.

Selepas Ashar, keduanya kembali ke rumah Alif.