Adel dan Mbak Vita -istri bang Willy- memiliki jadwal hari ini.
Yaitu mastiin kartu undangan tercetak sesuai jumlah.
Meski Adel ngotot minta acara sederhana. Tapi jumlah tamunya nggak sederhana.
500 undangan pemirsa!
Semua salaman pake tangan dan resepsi dimulai jam 8-11
Adel cuma nelen ludah. Dan dia udah wanti-wanti buat nyiapin sandal jepit.
"Ya mas enak! Kan aku pake highheels. 4 jam mas! Bayangkan!" Jari Adel mengacung 4 angka didepan hidung Alif.
Si mungil nggak mau menderita di hari bahagia sendirian.
"Ya apa perlu mas pake juga kaya kamu?" Sembari menyentil hidung Adel.
Aksi protesnya harus mendapat suaka. Jika ia tidak ingin walkout di hari nikahan.
Soalnya sama camernya udah jelas ditolak.
Lha orang penting di BUMN. Masa nikahan cuma akad habis itu pulang?Nyanyi dulu kek. Nikmati segala hiburan yang udah di teken.
Tekennya pake uang lho, Del.
Duhh... suara ibunya Alif menggema dikepala Adel. Jadinya tambah nyut-nyutan.
Sekali lagi gengsi.
***
Mereka menaiki taksi menuju Fleur Wedding and Party.
Rekomendasi yang paling cucok katanya.
Lokasinya emang strategis, dekorasi ruangannya juga menarik.
Dibuat ala-ala outdoor dengan konsep vitage yang kental.
Kreatif memang.
Seorang wanita memakai apron menghampiri keduanya.
Lalu mbak Vita heboh kaya mak-mak dapet diskonan di pasar.
Untung si Keken nggak bangun.
"Mbak Ella. Ini lho, adiknya bang Willy yang mau nikah." Seorang wanita tampak akrab dengan mbak Vita.
"Del, kenalin, temen mbak."
Uluran tangan itu disambut oleh Adel "Mohon bantuannya ya mbak."
"Dengan senang hati." Balasnya "sini, mbak punya beberapa contoh, yang mungkin bisa kamu gunakan." Ia mengeluarkan buku katalog.
Adel heran melihat buku katalognya leboh kece. Dan ia baru pertama kali megang produk beginian.
Habis kerjaan Adel ya ngurusi media pembelajaran yang full colour. Bukan buku yang elegan dan berkelas kaya gini.
Ella menjelaskan apa saja yang tersedia di toko itu. Dan memperlihatkan hasil karya pegawainya dalam merancang undangan.
Mata Adel sibuk memilih konsep undangan yang ia sukai.
Ia bahkan memaparkan mengenai konsep yang sekiranya sesuai dengan keinginan Adel.
"Kalau boleh tau kamu pengen konsep nikahannya kaya apa?
Adel menimbang sebentar.
"Sebeneernya gini mbak. Aku tuh pengen nikahanku biasa aja. Nggak perlu mewah. Toh nikah kecil atau besar. Orang tetep bakal ngomongin mbak."
Ella mendengarkan dengan hati-hati. Karena dari awal pembicaraan, ia tahu gadis ini sedikit ditekan.
"Tapi calon mertuaku nggak mbak. Mereka kan pejabat penting. Jadi ya gitu. Ngorder undangan aja sampe 500..."
Belum seleasai Adel berbicara ponselnya bergetar. "Sebentar ya mbak."Ia berjalan menjauh dari Ella. Dan berbicara pelan.
Dan saat Mertua memberikan titah. Maka wajib hukumnya ikut serta.
"Undangannya nggak jadi 500 mbak." Wajah adel berubah sedih.
"Jadinya berapa Del?"
"5000."
Aku pengen nangis aja boleh? Ini durasi nikahan berapa jam coba?
Ingin rasanya Adel menangis.Mbak Vita yang sudah selesai dengan acaranya mendadak menghampiri Adel di toko itu lagi.
Kedua gadis itu sibuk dalam percakapan mereka.
"Del, mbak tinggal dulu ya." Vita sudah diujung pintu keluar. "Nanti mbak jemput lagi, mau beli kebutuhannya Keken. Kamu yang sabar ya. Mbak juga dulu undangannya banyak. 200orang."
"Lah ini!" Nada Adel semakin meninggi. Membuat orang disekitarnya ikutan menoleh.
Bibir Vita bergerak pelan -sabar ya-
Bayangan mbak Vita menghilang dalam kebahagiaan. Ibu satu anak itu emang doyan, hobi, kesukaan belanja sekalian mau ng-Mall, buat nghabisin uang suaminya.
Anjayyy
Menikah itu artinya komitmen sama pasangan.
Termasuk bang Willy. Ia rela LDR sama anak dan istri demi nyenengin keduanya.
Mbak Vita juga susah kalau ngurus anak tanpa suami.
Misalnya pas Keken sakit. Atau pas mbak Vita kerja dan nggak bisa digantikan.
Mau nggak mau Adel ikut ngebantu juga.
"Adel ya?" suara itu seperti tidak asing ditelinga Adel.Ia mendongakkan kepala, dan matanya terperanjat saat melihat sosok laki-laki didepannya itu.
"Yoshan?" pekiknya, ia sampai celingukan, bingung mau kabur. "hai, apa kabar?" tanya Adel, walau hatinya ketar-ketir, takut membuka kenangan lama itu.
"Baik, kamu sendiri gimana?"
"Alhamdulilah Yosh."
"Lagi nyari apa Del?" tanya Yoshan penasaran, ia melirik sesekali pada katalog yang di bawa oleh Adel "mau ada yang nikah? Siapa Del?"
"Aku." Balas Adel telak. Yoshan sedikit terkejut saat mendengar jawabannya.
"Oh ya?" suaranya bergetar dan sangat jelas terdengar kalau dia lumayan shock. "Selamat ya, sama siapa Del? Lha Bima?"
Duh! Ini nih, kan Bima teman akrab dia, masa enggak tahu kalau aku udah ditolak sama temanmu itu!
"Hmm.. heheheh, tanya Bima aja ya. Enggak enak." Tolak Adel pelan.
"Oh.. eh ini pacar aku Del, kenalin. Lintang." Seorang gadis bersembunyi dibelakang punggung Yoshan itu tersenyum.
"Adel"
"Lintang"
Mereka saling berjabat tangan, berpandangan dan tersenyum kaku. Namun Adel beranjak dari tempat duduknya, bukan karena ia sudah selesai memilih, tapi karena ia tak mau Yoshan bertanya lebih jauh lagi. "Mbak, saya mau lihat yang disana dong." Adel langsung ngacir sebelum Yoshan menyadarinya.
Sepulang dari Fleur kepala Adel mendadak pening, pertemuannya dengan Yoshan sadar enggak sadar membuka luka yang amat perih baginya, alasan mengapa Bima menolaknya pun tak terjawab hingga kini.
Memang benar jika pengganti akan membuatmu menutup luka, Adel hanyalah manusia biasa, ia tak sanggup jika terus membandingkan Alif dengan Bima, salah satu dari mereka telah menyakiti perasaannya, satunya lagi telah membuka lembaran baru untuknya.
"Manusia memang egois." Bisik Adel pelan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Taaruf (TAMAT)
Teen FictionTaaruf [Tamat] -> Menikah (Udah RILIS!!!) Bisa di Cek di Karyaku!!! Adel Alif bakal jumpa lagi