Chapter 11.5

160 14 0
                                    

Paman Tom

"Ibu, ayah lihat, aku dapat nilai 100". Ujarku bergembira sambil memamerkan kertas ulanganku. Ini adalah ulangan pertamaku sejak masuk SD dan aku langsung dapat nilai sempurna 100.

Ibu kemudian melihat lembar ulanganku "Wah kamu hebat." Ujar ibu dengan senyum paling ramah didunia.

Disusul ayah yang melihat lembar ulanganku "Ini baru anak ayah" sambil mengelus ubun-ubun kepalaku.

Aku hanya tersipu malu sekaligus bangga karena dipuji oleh kedua orangtuaku.

"Tomi, ayo bermain" terdengar suara yang tak asing. Ya, itu adalah suara Lisa yang memanggilku dari luar mengajakku bermain "teman-teman yang lain sudah menunggu".

"Oh iya baiklah" aku berlari keluar rumah dengan riang. Waktu bermain adalah waktu yang menyenangkan.

"Jangan pulang malam loh ya" ayah memperingatkanku.

"Ya tentu saja".

Beginilah kira-kira keseharianku. Setelah pulang sekolah, aku pergi bermain berasama teman. Aku memiliki banyak teman didesa dan kami biasa bermain di lapangan. Sangat menyenangkan.

Setiap hari banyak permainan yang kami mainkan. Kadang kami bermain petak umpet, kejar kejaran dan lain-lain yang penting seru dan kami pun bahagia.

Namun keseruan itu tak berlangsung lama. Desa kami jatuh miskin, membuat banyak warga yang pindah ke kota mencari peruntungan diasana. Teman-temanku juga pergi karena orangtua mereka pindah. Satu-persatu dari mereka meninggalkan desa, hingga ketika aku kelas 6 SD hanya tersisa aku dan Lisa, perempuan yang menjadi teman baik ku sejak lama.

"Sepi ya tidak ada teman-teman." Kata Lisa dengan suara pelan.

"Hn. Aku penasaran bagaimana kabar mereka. Apa mereka kangen kita?"

Diam sejenak. Kami berdua menatap langit di lapangan tempat biasa kami bermain. Tapi kali ini kami sama sekali tidak bersemangat main karena sepi tidak ada teman.

"Baikalah" Lisa berdiri dan mengepalkan tangannya dengan mantap "Suatu saat nanti aku akan ke kota juga mencari teman-teman dan bermain bersama lagi." Ia balik menatapku "Tentu saja aku tidak akan meninggalkanmu. Kau mau ikut denganku kan?"

"Hn, tentu saja. Bagaimanapun kita adalah teman. Tidak, kita adalah sahabat".

"Janji ya, suatu saat kita akan pergi bersama"

"Iya, aku janji"

Tapi janji itu tak sepenuhnya kutepati.

Selama di  SD, aku bisa dibilang unggul di bidang akademik. Aku selalu menyabet peringkat 1 dikelas. Bahkan aku mendapat peringkat 1 se angkatan saat upacaran kelulusan. Itu membuatku memiliki kemudahan untuk melanjutkan jenjang SMP kemanapun yang aku mau.

Sejak kecil aku bercita-cita menjadi ilmuwan dan menemukan benda-benda hebat yang akan berguna di masa depan. Sebenarnya aku berencana sekolah disini selama SMP dan kembali memikirkan sekolah yang lebih tinggi lagi di SMA.

Tapi rencana itu juga tak berjalan mulus. Tepat setelah acara kelulusan, pertengkaran kedua orangtuaku mencapai puncaknya.

Mereka saling bentak saat aku tiba. Tak jarang mereka saling lempar benda apapun yang ada. Aku yang masih kecil masih tak mengerti apapun dan hanya menjadi penonton.

Ayah dan ibuku pun cerai. Ayah pergi meninggalkan kami entah kemana. Sekarang hanya tinggal aku dan ibuku dirumah. Sebenarnya kondisi ibu sedang sakit saat sakit.

Aku yang tak tau apa-apa justru membenci ibu. Yang aku tau saat itu adalah ibu membentak ayah sehingga mereka bertengkar dan ayah pergi. Hanya sebatas itu. Ibu kuanggap sebagai pemecah keluarga.

Is it Wrong if I Expect Someone to Protect me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang