Chapter 6

244 19 1
                                    

Ibuku yang sekarat memberikan tubuhnya padaku. Aku tidak tau apa maksud ibu, yang jelas tubuh ini adalah satu-satunya peninggalan ibu yang harus kujaga.

Mulai hari ini, aku menjadi seorang gadis. Namun aku tidak menjadi ibu. Aku tetaplah seorang gadis yang berusia 12 tahun, tetapi dengan penampilan yang kemungkinan besar adalah ibu saat dia berusia 12 tahun.

Aku memiliki rambut hitam. Aneh padahal selama ini ibu berambut coklat. Jadi selama ini ibu mengecat rambutnya?

*****

Orang itu adalah orang yang aku kenal. Dia adalah Aldo. Saat aku menatapnya gerimis mulai turun.

Sebenarnya sejak tadi langit sudah mendung. Nampaknya akan turun hujan lebat nanti.

"Gadis kecil, siapa namamu?" Dia berseru sambil meberikan tangannya padaku.

Aku memegang tangannya dan berdiri.

Nama? Oh iya apa yang harus aku katakan? Haruskah aku pakai nama Edo? Atau aku pakai nama ibu?

"Halo? Permisi, apa kamu dengar gadis kecil?" Aldo mulai berseru tidak sabaran.

"Eh?".

"Namamu siapa?".

Aku terdiam sunyi. Hanya ada suara gerimis yang mulai deras. Aku bingung harus jawab apa.

Belum sempat aku berkata terdengar suara deruan langkah kaki mendekat. Kira-kira jumlah orang yang mendekat ada banyak.

Aldo langsung berbalik badan, memasang kuda-kuda siap dengan pedangnya.

"Gadis kecil, kamu sembunyi saja di balik reruntuhan itu".

Tanpa berpikir dua kali aku langsung menurutinya. Loh, kok tiba-tiba aku jadi nurut sama dia?

Aldo melihat sekitar. Berjaga jaga jika ada yang datang. Ia pun sesempat mungkin bersembunyi di salah satu reruntuha dengan tangan yang siap memegang pedang.

Muncul sekelompok orang memakai pakaian hitam lengak dengan helem, baju anti peluru dan senjata laras panjang yang canggih.

Aku terpana sekaligus takut. Mereka terlihat kuat dan menakutkan. Mereka seperti siap menyerang siapapun, berwaspada.

Mereka berhenti sejenak di persimpangan depan kami. Nampaknya mereka juga sedang berjaga jaga melihat kondisi sekitar.

Ketika mereka sudah akan beranjak pergi, aku secara tidak sengaja menyenggol salah satu tembok rapuh yang mengerluarkan suara dentuman kuat dan asap debu yang tebal.

"Siapa itu?!". Salah satu dari mereka, kemungkinan pemimpin mereka mengarahkan senjatanya ke arah suara seolah siap menembak. Sontak aggota yang lainnya pun juga siap menembak.

"Aduh bagaimana ini?" Bisikku dengan pelan.

Belum juga sempat aku menemukan jawaban, Aldo sudah melompat tinggi dan mendarat di tengah kelompok tersebut sambil mengayunkan pedangnya yang mengenai salah satu dari mereka. Orang tersebut langsung terkapar dengan luka penuh darah.

Dengan gesit Aldo mengayunkan pedangnya, berpindah kesana kemari dan menghindari terjangan peluru.

Saking lincahnya seolah rintik hujan pun tidak mengenai tubuhnya.

Banyak dari mereka yang berguguran karena di tusuk atau ditebas oleh Aldo. Hingga tersisa satu, ia mulai menembak secara membabi buta tanpa sasaran.

Namun Aldo tidak kesulitan mengatasinya dan langsung menebasnya dengan gesit.

Aku yang bersembunyi terkesima seolah rahangku sulit untuk ditutup.

Meskipun adegan barusan terkesan ngeri karena banyak orang terbunuh dan darah dimana mana, namun aku kagum dengan gerakan Aldo yang lincah dan keren.

Aldo menghampiriku "Ayo ikut aku!".

Sambil memegang tanganku, aku dan Aldo lari. Dari arahnya kemungkinan kami menuju luar kota.

Baru sebentar kami lari, sudah ada kelompok lain yang mengahadang kami. Kali ini jumlahnya lebih banyak.

Aldo kemudian menggendongku dan melompat melompati reruntuhan gedung dengan lincah.

Kelompok tadi menembaki kami dengan senjatanya. Sesekali Aldo menepisnya dengan pedangnya sambil mengidar dengan lompatannya.

Beberapa saat kemudian kelompok tersebut berhenti mengejar. Aldo masih menggendongku layaknya seorang putri.

Setidaknya aku bisa tenang sekarang.

Kami mulai meninggalkan kota. Aku menoleh kearah kota tepatnya kearah dimana ibuku meninggal.

"Selamat tinggal ibu".

Langit gelap karena mendung. Hujan sudah semakin deras. Bajuku sudah basah namun baju Aldo lebih basah lagi. Meskipun gelap, aku bisa memperkirakan kalau ini masih pukul 4 sore.

2 jam yang lalu hidupku normal, tapi lihatlah sekarang. Kota kami diserang dan hancur luluh lantak. Kota modern yang memiliki banyak teknologi canggih sekarang kacau balau.

Terlebih sekarang aku menjadi gadis dan entah mau di bawa kemana aku oleh Aldo.

Aldo masih orang yang misterius. Sejak aku mengenalnya, sejak aku mengenalnya dia seperti sok akrab denganku.

Oh iya aku ingat sesuatu, tadi kalau tidak salah ibu menyuruhku pergi ke peternakan dibalik gunung. Kemana? Kalau tidak salah gunung nya sebelah timur.

Tiba-tiba Aldo menurunkanku.

"Uwahhh".

Kami sekarang berada di sebuah hutan.

"Dari sini kita bisa berjalan kaki. Jika kita terus jalan kearah timur dan mendaki gunung, kita akan sampai di sebuah peternakan. Memang kecil, tapi disana aman". Aldo berseru sambil menunjuk kearah timur.

"Paling cepat kita akan sampai sebelum tengah malam. Ayo".

Is it Wrong if I Expect Someone to Protect me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang