Chapter 11

159 11 9
                                    

Paman Tom perlahan mulai beranjak. Setelah ia bercerita, suasana hatinya berubah. Ia nampak sedih sekarang. Raut wajahnya mulai layu. Tak nampak wajah sangar yang selalu ia perlihatkan sebelumnya.

Harus ku akui Paman Tom adalah sosok yang luar biasa dimataku, setidaknya dilihat dari masa lalu nya.

Ia mulai berdiri tegak. Memandang cahaya rembulan lalu menghela napas.

Masih ada yang ingin kutanyakan sebenarnya. Terutama pertanyaan yang menjurus ke Aldo. Cerita Paman Tom tadi tidak menyinggung pasal Aldo sedikitpun.

"Tidur ah, bercerita di teras malam-malam begini membuatku ngantuk" sambil menguap ia masuk kembali ke rumah.

Aduh, aku gagal bertanya

****

Malam sudah mulai larut. Kira-kira sekitar 21.00. Kabut pengunungan mulai turun. Entah ini kabut alami atau kabut bekas pertempuran di kota.

Mengenai pertempuran di kota, aku sama sekali tidak kepikiran. Aku bahkan bersyukur di tolong oleh Aldo. Meskipun aku masih bertanya-tanya pasal ayahku dan juga Aldo sendiri.

Menit terus berlalu. Lama kelamaan aku bosan juga memandang cahaya bintang. Angin sepoi-sepoi yang dari tadi membawa rasa nyaman perlahan mulai terasa dingin. Ini sudah larut.

Aku memutuskan beranjak dan masuk kembali ke dalam. Nampak lampu ruangan sudah mati pertanda ini waktunya tidur.

Tenggorokan terasa kering setelah mendengar cerita tadi. Kuputuskan untuk minum sebentar di dapur.

Aku melewati ruang tengah yang gelap dan sepi, hanya terdapat remang-remang cahaya dari lampu redup.

Aku masuk ke dapur dan kudapati Aldo yang sedang duduk di meja makan sambil membaca sebuah buku.

Wajahnya nampak tersenyum, namun tidak terlihat ia sedanh bahagia. Matanya menyipit, alisnya mengarah sedikit ke atas dan mulutnya tersenyum tipis.

Beberapa saat kemudian dia menyadari keberadaanku "Loh, sedang apa kau disini". Wajahnya nampak kaget dan ia buru-buru menutup bukunya.

"Eh, anu aku hanya ingin minum segelas air".

"Oh begitu ya".

Aku pelan-pelan mendekat ke kulkas yang ada persis di belakang Aldo.

Aku menuangkan segelas air dari botol dan meminumnya.

"Kau sudah mendengarnya ya?" Cetus Aldo memecah hening sembari aku minum.

"Mendengar apa?"

"Seluruh kisah masa lalu Paman Tom".

Aku mengiyakannya "hn."

"Paman Tom memiliki masa lalu yang kelam. Mengingatnya saja bisa membuatnya menangis sendiri. Itulah mengapa sejak tadi aku selalu mencegah ia bercerita. Aku tak mau ia menangis lagi hanya karena mengingat masa lalunya. Masa lalu biarlah berlalu, dan bersiap menyongsong masa depan. Itulah yang aku pikirkan".

"Tapi setelah kupikir lagi, tindakanku rupanya salah. Seharusnya kau tau tentang Paman Tom dan aku karena kau bagian dari keluarga kami sekarang".

Hening sejenak.

"Keluarga katamu?"

Sontak Aldo nampak terkejut dan memalingkan wajah padaku.

"Bagiku kalian belum menjadi keluargaku. Tidak, kalian bukan keluargaku. Bagiku kehadiranku disini karena kebetulan. Aku tidak lain dan tidak bukan hanyalah tamu yang menunggu waktu untuk pergi". Jawabku dengan angkuh karena tak terima dikatai keluarga.

Aldo nampak terkejut memandangku. "Jadi kau bukan keluarga kami? Lalu bagaimana kau pergi dari sini? Diluar sana mungkin berbahaya karena perang masih berlangsung". Jawabnya dengan dingin.

"Aku belum berencana keluar, hanya saja aku tidak menganggap kalian keluarga karena aku masih memiliki anggota keluarga yaitu ayahku". Lanjutku masih dengan nada angkuh. "Tapi aku berterima kasih padamu telah menyelamatkanku dan menerimaku disini. Tempat ini sangat nyaman". Kali ini aku menjulurkan tangan sambil sedikit membungkuk.

Aldo nampak luluh dan terkejut sambil tersipu malu.

"Ah ya, itu bukan apa-apa." Cetusnya dengan suara gagap sambil meraih tanganku bersalaman.

****

Aku kemudian duduk berhadapan dengannya di meja makan. Ada banyak hal yang ingin ku tanyakan padanya. Dan nampaknya kali ini dia tidak keberatan.

"Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan".

"Hn."

Suasana langsung serius.

"Siapa itu Naila?"

Kali ini ia nampak tak terkejut. Aldo sudah tau kalau cepat atau lambat aku pasti aku akan bertanya pasal Naila.

"Mungkin aku akan sedikit bercerita. Apa kau keberatan?".

"Tidak".

"Baiklah".

Aldo menghela nafas. Ia berpikir sejenak dan mulai bercerita.

"Naila adalah kakak angkatku. Aku ditemukan oleh Paman Tom tersesat di hutan saat usiaku 5 tahun. Kupikir aku akan mati saat itu karena tidak makan 2 hari. Tapi Paman Tom datang menyelamatkanku dan mengadopsiku".

"Kenapa kau tersesat?" Selaku memotong cerita.

"Orangtuaku dibunuh oleh perampok. Hanya aku yang selamat dan berhasih kabur hingga ke dalam hutan. Desa kami adalah desa miskin jadi kasus kejahatan tinggi disana".

"Ah maaf telah bertanya". Aku malah merasa bersalah telah bertanya.

Aldo menggeleng kepala "Tidak apa". Ia pun meneruskan ceritanya. "Saat itu Paman Tom langsung memberiku makan dan pakaian yang layak. Dirumah ini aku mulai tinggal dengannya. Aku beruntung karen bertemu dengannya. Lama kelamaan aku mulai terbiasa dan membantu Paman Tom mengurus ternak dan lainnya.

"Setahun kemudian, kami bertemu Naila. Ia ditemukan oleh Paman Tom terlantar di daerah kumuh desa. Saat itu dia yatim piatu dan tak memiliki apa-apa. Usianya 9 tahun. Paman Tom yang merasa iba membawanya kemari dan mulai tinggal bersama kami. Inilah keluarga baruku, itu yang kupikirkan".

"Kau dengar, betapa baiknya Paman Tom. Hidupnya yang tak bahagia justru mencoba untuk membuat orang lain bahagia".

Aku mengangguk takzim. Nampaknya yang ia katakan benar. Tampangnya saja yang sangar tapi sampai saat ini aku belum pernah meliahat Paman Tom marah.

"Kami hidup bahagia selama bertahun-tahun. Karena ia lebih tua 3 tahun dariku, Naila sudah kuanggap seperti kakak bagiku. Ia adalah gadis yang baik dan cantik. Rambut hitam panjang, serta kulit putih kinclong ditambah ia sangat baik hati dan penyang. Jiwa keibuannya pun kuat, membuat ia sudah seperti kakak ideal bagiku. Tidak, mungkin saja ia seperti seorang ibu."

"Hingga 3 tahun berselang saat aku berusia 9 tahun dan ia 12 tahun, sebuah kecelakaan terjadi. Ia terjatuh di jurang saat kami bermain dalam hutan. Aku menangis semalaman melihat jasadnya terbaring lemas."

"Sejak saat itu aku merasa bersalah pada diriku. Karena aku ia tewas. Seandainya ketika itu aku tidak ngotot menangkap kupu-kupu pasti ia tidak akan terjatuh. Kupikir ia membenciku disana kareana aku penyabab kematiannya".

Hening sejenak. Aldo nampak tertunduk disana. Mengenang semua kejadian ini membuatnya harus menahan luapan emosi didalamnya.

"Hei, apa menurutmu dia membenciku?".



Is it Wrong if I Expect Someone to Protect me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang