Gita mendengus menatap surat yang kini ia genggam, siapapun pengirimnya haruslah meminta maaf. Meskipun tidak ada nama pengirim di balik surat tersebut,tetapi Gita pasti mengenal siapa pengirimnya.
Ini pasti Shasha, cewek itu kegatelan banget emang.
Batin hatinya memanas, diabaikannya Samuel yang masih termengu menatap rintikan hujan di sebelahnya. Dari samping sini, Samuel terlihat tampan. Tampan banget malah. Anak laki-laki itu telah menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak tertarik mencari tahu siapa pengirimnya.
Samuel mengerjapkan mata berkali-kali, rintikan hujan yang turun di angkasa adalah momen favoritnya. Meskipun dari tadi dirinya sedikit risau dengan tingkah laku Gita yang tiba-tiba menjadi badmood tak karuan.
"Buka aja, gue engga akan keberatan kalau elo yang buka." Gita menoleh kepada sumber suara, Samuel terlihat masam ketika kembali mengucapkan kosakata elo-gue.
"Gamau!"
"Kenapa? Buka aja, jangan nyampe lo penasaran karena surat gini doang. Gue engga akan ninggalin lo karena sepucuk surat," suara khas anak laki-laki itu menggema dalam dinding ruangan, Samuel merangkul bahu Gita secara lembut. Dan itu berhasil membuat jantung cewek itu berdegup.
Deg!
Jantung cewek itu seakan menguap lebar, wajah yang sendu terpatri dalam lekukan bibirnya yang semula merona. Sepertinya dia sudah salah kaprah serta berlebihan menilai pacarnya tersebut, benaknya masih mengingat kejadian silam tentang perempuan lain memeluk erat kekasihnya dulu, tetapi ingatan tersebut langsung ia tepis buru-buru.
Gita menahan nafas, lengan Samuel menggantung di lehernya. Anak laki-laki itu sudah bisa berdiri sempurna sekarang, dengan bola mata hitam yang selalu Gita rindukan.
"Udah, aku gapapa ko." anak laki-laki itu memeluk Gita sekonyong-konyong, dengan lengan yang melingkar pada tubuh Gita, Ia hanya tersinyum simpul menatap lelaki itu lantas membalas pelukannya.
"Gue engga suka kalau punya cewe cemburuan, sesayang sayangnya lo sama gue jangan jadi berlebihan juga. Masa iya gue mau berpaling dari cewek secantik lo, terus pacaran sama sepucuk surat,"
Jika dalam kondisi sedang baik-baik saja sebenarnya Gita ingin tertawa mendengar gurauan lelaki itu. Tetapi Ia memilih diam, tidak melontarkan perkataan apapun. Membiarkan rambut panjang miliknya di elus lembut, persis mengelus kucing saja, bedanya Samuel tidak memacari kucingnya.
∆∆∆
Satu jam berlalu.Setelah terjadi perdebatan yang cukup alot, sekarang mereka berdua kini telah duduk dengan manis di sebuah restoran mewah yang berada di pusat kota. Lampu kerlap-kerlip terlihat sejauh mata memandang, cahaya yang terang sempat membuat silau anak laki-laki itu. Kekuatan tubuhnya berangsur membaik, entah bagaimana caranya.
Di rumah sakit, Samuel keukeuh untuk mengajak Gita makan malam bersama. Dia mengatakan ini adalah hadiah yang hanya bisa dirinya berikan. Dengan wajah yang lebam serta goresan-goresan bekas luka Samuel menyinggungkan senyum, mengusap lembut wajah perempuannya.
"Kita makan malem dulu, aku udah baik. Udah bisa jalan dan gandeng kamu." Anak laki-laki itu melepas pelukannya.
"Ga! kamu masih sakit Sam,"
"Aku udah sembuh astaga, udah deh jangan khawatir elah."
Berapa hari ke belakang Gita telah menyaksikan bagaimana Samuel terkujur lemah di ujung lapangan basket. Lantas sekarang Samuel memintanya untuk jangan khawatir? sepertinya warasnya sedang terganggu.
"Aku gamau kamu nambah sakit." Gita melotot, perempuan itu terlihat cantik ketika marah. Alisnya yang tebal serta bibir yang kemerahan semakin membuat Samuel jatuh cinta.
Samuel mengacak-acak rambutnya yang berantakan, matanya yang sedikit minimalis mengerjap beberapa kali. Ia melepas pakaian serba hijau rumah sakit. Dan, sekarang lihatlah. Gita speechles menatap sixpack di bagian perut anak laki-laki itu, dada yang bidang serta aroma khas laki-laki menjerumuskan ambisinya untuk terus ada dalam peluk.
"Kamu mau makan apa?" Aroma wangi menjalar dalam langit-langit ruangan, lantunan melodi klasik membuat siapapun ingin berlama-lama di tempat ini.
"Serah, aku ngikut aja."Gita menyelipkan anak rambut, matanya menatap interior mewah yang restoran ini sajikan. Kalau dipikir lagi, uang jajannya bisa habis jika setiap hari makan malam di tempat seperti ini.
"Steak aja deh ya?"Tanya Samuel lagi.
Gita mengibaskan rambut panjangnya. "Bawel amat deh."
Astaga, kenapa tiba-tiba Gita menjadi bersikap ketus pada kekasihnya itu. Ia meremas rok putih abunya, gemas. Sepertinya Gita sedikit minder ketika hoodie dan tampilan anak SMA-nya memasuki ruangan resto ini, dengan furnitur yang unik.
"Sayang," Samuel merapikan topi hip-hop miliknya.
"Apa Sam?"
"Meskipun perempuan lain di tempat ini pake dress dan keliatannya mewah, kamu santai aja. Penampilan kamu jauh lebih indah dari mereka, be natural."
∆∆∆
"Aduh ini anak kemana ya?" seorang pria paruh baya sedang duduk di pelataran rumah, menanti cemas anak perempuannya. Dengan wajah kusut dan aroma kesal di dada, Ia menghembuskan nafas. Matanya tertuju pada motor sport yang memasuki gerbang.
"Kamu dari mana saja!" pria itu berkecak pinggang.
"Eh... Anu.. Yah." cewek itu menggaruk tengkuk, rambut kudanya terlihat terhempas di terpa angin Ibukota.
"Tadi dia jagain saya,om." Samuel angkat bicara, lebam di wajah masih membekas.
"Jagain-jagain, anak saya ini orang berpendidikan. Masa iya kamu cuman mau jadiin dia security doang." ujarnya ketus. Samuel menelan saliva.
"Udah dong Ayah, anaknya baru dateng malah di omelin," dengan deru nafas yang menderu, Gita mempercepat langkah menuju teras rumah.
"Gita, dengerin dulu Ayah. Kamu itu selalu saja manja,"
Gita menoleh, seketika mukanya merah padam.
"Manja-manja apa sih Yah, aku itu udah berusaha jadi anak semandiri mungkin. Ayah gatau rasanya diem di rumah sendirian, kesepian. Ayah ga pernah ngerasain itu."
"Gita," napas pria itu tersengal.
"Udahlah Yah, aku cape. Kalau masih ada mama mungkin gaakan gini jadinya, ini semua karena salah Ayah."
Samuel masih terperangah mendengar adu jotos anak dan ayah tersebut. Pria paruh baya yang sudah terlihat letih mengusap peluh di leher, cewek berambut kuda masuk ke rumah dengan rasa marah. Jika dicerna lebih teliti, masih pantaskah Samuel membenci Ibu kandungnya?
∆∆∆
KAMU SEDANG MEMBACA
Tatkala Cinta Jatuh [Completed]
Teen FictionJika Samuel itu adalah benua, dia adalah antartika. Jika Gita adalah benua, dia daratan amerika. Tapi ini bukan cerita tentang dua benua, ini tentang luka, asmara SMA dan lika-liku kisah remaja, "Kamu boleh pergi Git, tapi suatu saat, kamu nggak aka...