Samuel terbangun dengan mata yang berkunang-kunang. Ia menghela nafas panjang lalu memperhatikan keadaan dirinya yang merasa lemas sekali."Dimana ini?" Batinnya.
Ia berjalan terpincang menuju kelas yang berada di lantai tiga. Menaiki satu demi satu anak tangga. Kaki kirinya keseleo, walau dibagian bawah sedikit memar. Samuel tiba dikelas yang sedang sunyi.
"Selamat siang pak. " ucap Samuel lalu duduk di kursinya yang terletak paling ujung. Seakan akan sekolah memang milik diri sendiri.
"Ujian tinggal 30 menit lagi, kamu bersedia mengikutinya atau menunggu diluar?"
"30 menit bukan waktu yang sedikit." jawabnya seraya mengambil kertas-kertas ujian yang diberikan pak Wawan.
Teman-temannya menatap Samuel heran. Ia baru saja sadar setelah pingsan pagi tadi. Lalu kenapa mau maunya dia mengerjakan ujian ini.
Beberapa menit berselang
"Iya, waktunya habis." pak Wawan melihat jam tangannya secara teliti. "Sam, kondisi badan lo gimana?" Bayu memandang si bengal dari atas sampai bawah. "Ah elo, kaya yang ga kenal gue aja."
Samuek berdecak. "Gue kan keturunan hulk, santai aja gue gaakan sakit." anak itu tersenyum kearah Bayu yang menggelengkan kepala. Lantas melangkahkan kaki ke teras kelas.
Cowok tersebut menatap kosong lapangan olahraga yang berada dibawah kelas. Siswa-siswi terlihat riang dengan lekukan dibibir masing-masing. Dimulai dari yang bermain basket,bulu tangkis atau futsal semacamnya. Sepasang muda-mudi yang pintar mencuri waktu bermesraan disela jam olahraga berlangsung. Yang wanita berkerudung malu malu diam di kursi pinggir lapang, sedangkan lelakinya mematung disebelah. Lalu orang yang hanya lalu lalang menghabiskan waktu. Cowok itu menyeka keringat yang mengucur.
Ia sadar semenjak kedua orang tuanya memutuskan untuk -tidak lagi bersama- banyak sekali yang berubah. Sang ayah lebih memilih kembali ke kampung halaman untuk waktu yang amat lama. Melupakan kenangan, mengubur dalam dalam kisah pilu kemudian membuka lembaran baru. Ibu yang ia cinta malah lebih mencintai pekerjaan sekarang. Bolak-balik ke luar negeri dan kota hanya mengurus bisnis. Perhatian-perhatian kecil otomatis hilang. Keegoisan kedua orang tua mereka menghancurkan kehidupannya perlahan.
Samuel memejamkan mata. Embusan angin masuk kedalam rongga dadanya yang hampa. Satu dua burung pipit terbang lalu hinggap di ranting-ranting pohon. Langit berubah menjadi biru lebam. Hujan selalu membangkitkan kenangan yang pernah ada. Bukan hanya tentang keluarga yang acak-acakan. Luka yang berkenaan dengan gadis masa lalu kembali membuat Ia merasa lemah.
Samuel lupa bagaimana rasa jatuh cinta. Semenjak hari itu, semenjak gadis yang Ia sayangi lebih memilih pergi, semenjak dirinya kehilangan harapan sendiri. Ia lebih memilih menutup diri. Mencoba mencari cinta lain, memacari satu dua cewek yang lain.
Tapi ternyata Ia salah, Ia belum benar benar siap menjalin hubungan baru dengan orang baru. Kadang menghilangkan perasaan tidak semudah menjatuhkannya.
"Ehem." Samuel menoleh ke arah perempuan disebelahnya. "Kenapa?" Ujar Shasa lirih diikuti dengan hembusan angin yang menerbangkan rambut hitam milik-nya--
"Apanya yang kenapa?" Samuel menatap mata Shasha. Cewek itu menggigit bibirnya sendiri, entah grogi atau laper. Entahlah.
"Elo dari tadi gue liatin cuman ngelamun terus, ada masalah? awas entar kesambet loh, nanti gue repot yang panggilin ustad." Shasa menyodorkan satu jus mangga untuk Samuel. Anak laki-laki itu ogah-ogahan menolak, katanya dia alergi jus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tatkala Cinta Jatuh [Completed]
Novela JuvenilJika Samuel itu adalah benua, dia adalah antartika. Jika Gita adalah benua, dia daratan amerika. Tapi ini bukan cerita tentang dua benua, ini tentang luka, asmara SMA dan lika-liku kisah remaja, "Kamu boleh pergi Git, tapi suatu saat, kamu nggak aka...