# 09 Curhat

24 2 0
                                    

Sepulang sekolah Masya Rara dan juga Meyra Berkumpul di rumah Meyra, seperti rencana awal mereka akan membicarakan hal yang membuat Masya jadi gelisah sepanjang hari.

"Sampai kapan lo bakal diem kayak gini" Rara mendesah jengkel karena Masya tak kunjung mengeluarkan suara.

Sejak sampai di rumah Meyra mereka bertiga langsung menuju ruang tengah, duduk beralaskan karpet depan tivi di temani  es jeruk dan setoples keripik singkong yang di hidangkan bi Parmi-pembantu Meyra, tapi sejak tadi Masya hanya diam tak berniat membuka suara.

"Ya udah mungkin Masya belum bisa cerita" Meyra menepuk pundak Masya pelan"mungkin lo butuh waktu buat mikir, gak papa kita tunggu kapan pun lo mau cerita"

Masya tersenyum kaku tapi juga lega, di saat-saat seperti ini ia bersyukur memiliki sahabat seperti Meyra, meskipun kadang suka tidak nyambung di ajak bicara saat lemotnya kambuh tapi Meyra adalah orang yang sangat pengertian.

"Gue nulis surat buat Agib" cicit Masya

"WHAT?" Rara langsung menjerit spontan sementara Meyra mencoba menutupi telinganya karena suara Rara yang begitu nyaring.

"Dan sekarang surat itu hilang"

"WHAT?" Rara menjerit lagi makin keras dan Meyra sudah geleng-geleng kepala antara jengkel dengan Rara juga tidak habis pikir dengan Masya yang bisa seceroboh itu.

"Jadi lo ngelakuin saran gue?" Meyra merasa bersalah karena ide itu berasal dari dirinya.

Masya mengangguk lemah, kepalanya ia tundukkan dan tangannya tak berhenti memainkan sesuatu, kebiasaan Masya jika gugup tangannya tidak bisa diam.

"Gimana ceritanya surat itu bisa hilang?" tanya Rara pelan meski tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya

Masya terdiam sejenak, mendongakkan kepalanya. Ditatapannya kedua temannya yang sudah sangat penasaran, dan mengalirlah cerita Masya.

"Maafin gue Sya, seharusnya gue gak usah ngasi lo ide itu kalo akhirnya bakalan jadi gini"

"Bukan salah lo kok Mey, kita juga gak tau kan kalo bakalan jadi gini"

Senyum terbit dari bibir keduanya mereka berdua memang tak perlu mencari siapa yang salah, toh juga tak ada gunanya. Mereka hanya perlu mencari solusi dari masalah yang ada karena itu bisa membantu untuk kedepannya.

Melihat kedua temannya yang hampir menangis Rara tak tahan ingin memeluk keduanya"Uluh-uluh cini peyuk duyu" Rara merentangkan kedua tangannya bersiap menyambut pelukan dari kedua temannya dan mereka menyambut pelukan hangat dari Rara dengan rasa haru.

***

Agib duduk di meja belajarnya, berkutat dengan laptop dan juga bukunya, ia tengah mengerjakan makalah juga ppt untuk tugas Pak Anom guru Biologinya.

Makalah dan ppt itu seharusnya di kerjakan berkelompok satu bangku, namun Bagus yang menjadi teman sebangku Agib yang otomatis satu kelompok dengannya malah membaringkan tubuhnya di kasur milik Agib sambil membaca koleksi komik Agib.

"Mau kemana? Udah selesai?" tanya Bagus saat melihat Agib berjalan menuju pintu kamarnya

"Gue aus, mau ambil minum"

"Gue sekalian ya" ucap Bagus tak lupa memamerkan cengirannya

Agib menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa bisa dia tahan berteman dengan Bagus yang tingkahnya suka seenaknya sendiri dan jarang sekali serius.

Agib ke dapur mengambil air dingin, melangkah ke meja makan dan menuangkannya ke dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas.

Agib beranjak kembali kekamarnya dengan membawa minuman untuk Bagus, Ia sempat melihat papanya berada di depan tivi sedang menonton acara berita.

My Love (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang